Sahabat PI Tercinta. Menjadi suami dan bapak ideal dalam rumah tangga? Tentu ini dambaan setiap lelaki, khususnya yang beriman kepada Allah Swt dan hari akhir. Dan tentu saja ini tidak mudah kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Swt dengan doa dan ihtiar.
Sosok kepala rumah tangga ideal yang sejati, Rasulullah SAW pernah bersabda:
«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى»
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan keluargaku” (HR at-Tirmidzi no. 3895)
Karena kalau bukan kepada anggota keluarganya seseorang berbuat baik, maka kepada siapa lagi dia akan berbuat baik? Bukankah mereka yang paling berhak mendapatkan kebaikan dan kasih sayang dari suami dan bapak mereka karena kelemahan dan ketergantungan mereka kepadanya?2. Kalau bukan kepada orang-orang yang terdekat dan dicintainya seorang kepala rumah tangga bersabar menghadapi perlakuan buruk, maka kepada siapa lagi dia bersabar?.
Sahabatku, RUMAH yang bahagia adalah rumah yang dibangun di atas rasa saling percaya, yang tegak berdiri di atas pondasi cinta yang penuh dengan takwa kepada Alloh dan keridhaan-Nya. Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa kita diterapkan untuk mencapai dan menjaga kebahagiaan keluarga.
(1) CARA BERBICARA yang lembut baik dari istri maupun dari suami adalah alasan terciptanya kebahagiaan rumah tanggga.
(2) AWALI setiap pembicaraan dengan senyuman, karena senyuman adalah sebuah pernyataan awal untuk sebuah kesepakatan dan harmoni.
(3) SUAMI dan ISTRI hendaknya mengungkapkan sisi indah penuh pesona dan menutup mata pada sisi lemah yang muncul pada masing-masing pasangan.
(4) RUMUSAN kebahagiaan dan ketenangan hati suami atau istri terletak pada; SELALU menghitung kebaikan pasangan dan TIDAK memperhatikan kekurangannya. “Janganlah Seorang Mukmin Membenci Seorang Mukminah (istrinya). Jika Dia Tidak Senang Pada Satu Perilaku, Maka Masih Banyak Perilaku Lain Yang Dia Sukai.”
(5) KEBANYAKAN permasalahan rumah tangga terjadi dan muncul dari masalah-masalah sepele. Beribu masalah yang berujung pada perpisahan antara suami-istri, semuanya timbul dan berawal dari masalah yang teramat sepele. Salah satunya adalah keadaan rumah yang tidak rapi makanan yang dihidangkan tidak tepat waktu, pasangan yang tidak mau melayani karena kecapekan, menitik beratkan pembimbingan anak hanya pada salah satu pasangan, dan lain sebagainya.
(6) BETAPAPUN kita harus menyadari kenyataan, keadaan dan kekurangan diri kita sendiri. Kita harus keluar dari dunia imajinasi dan ideal-ideal yang semu, yang tak mungkin tercapai. Kehidupan rumah tangga yang seperti itu hanya bisa menjadi kenyataan bagi para ulul ‘azmi, yang di dunia ini hanya beberapa gelintir orang saja.
(7) WAHAI LELAKI, engkau belum lagi seperti nabi Muhammad (Saw) sehingga layak didampingi wanita semulia Siti Aisyah atau Siti Khadijah. WAHAI WANITA, engkau belum lah seperti Siti Aisyah atau Siti Khadijah sehingga pantas disandingkan dengan lelaki berkeperibadian seperti nabi Muhammad Saw.
(8) KITA, adalah manusia yang bisa marah, bisa bersikap keras, bisa lemah, dan bisa salah. Yang harus kita lakukan adalah menanamkan konsep relativitas di dalam mencari keseimbangan hubungan suami-istri, agar bisa menjalani kehidupan yang singkat ini dengan damai.
(9) JIKA kamu menemukan pasanganmu marah, mulai bicara tidak jelas, maka apa pun yang dikatakannya jangan diambil hati, dan jangan pernah memberi sanksi!
(10) SAAT ITU, pasanganmu sedang tidak sadar, tidak tahu apa yang sedang terjadi. Bersabarlah sebentar, jangan terpancing. Saat itu ia sedang dikalahkan setan, emosinya sedang tidak terkendalikan, dan pikirannya sedang terkungkung. Tetaplah dengan pandangan penuh kasih, pahamilah sebagai qodar-nya bahwa saat itu ia harus marah, dan berusahalah untuk bersandiwara dengannya.
(11) PERLU kamu ketahui, bahwa jika nanti dia telah sadar, maka ia akan menyesali apa yang telah terjadi dan mengakui betapa bermanfaatnya bersabar itu.
Hindari mengambil hati dalam kondisi ini apalagi membalasnya dengan cara yang sama, yang berarti kamu sama tidak warasnya dengan pasanganmu.
(12) LAKUKANLAH sikap tenang dan sabar, karena manfaatnya paling tidak kamu bisa menyelamatkan pasanganmu dari tindakan marahnya dan membawa ketenangan ke dalam hatinya.
(13) KESADARAN seperti ini harus benar-benar dipahami oleh seorang istri ketika suaminya marah, oleh seorang suami ketika istrinya marah, oleh anak-anak ketika orangtuanya sedang marah. BIARKANLAH kemarahan itu berhenti dengan sendirinya!
(14) SAYANGNYA, kesadaran semacam ini jarang dilakukan. Umumnya, ketika seseorang melihat pasangannya marah-marah, dia akan melayaninya. Dan, inilah faktor terbesar perpisahan yang sering terjadi dan anak-anak harus kehilangan salah satu dari kedua orangtuanya.
(15) DOA adalah sangat penting. Selalulah Mendoakan Kebaikan Bagi Anak Dan keluarganya
Termasuk sifat hamba-hamba Allah Swt yang beriman adalah selalu mendoakan kebaikan bagi dirinya dan anggota keluarganya. Allah Swt berfirman:
{وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا}
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqaan: 74).
Renungkanlah …!
Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi orang-orang yang beriman, khusunya para pasangan keluarga, untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji ini, untuk menjadikan mereka meraih kemuliaan dan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat bersama anggota keluarga mereka, dengan taufik dari Allah Swt.
Kiriman : Jamaah MPI