Apa Saja Cara & Penyebab Shaum Kifarat ?

Shaum kifarat adalah shaum yang wajib dilaksanakan sebagai denda atas pelanggaran tertentu. Shaum ini wajid dilakukan apabila ;

1.Tidak mampu memenuhi nadzar.
Apabila kita bernadzar (bersumpah) untuk melakukan sesuatu, namun karena satu dan lain hal sumpah tersebut tidak bisa dilaksanakan, kita akan terkena sanksi kifarat (denda). Misalnya, saat sakit saya bersumpah, “Demi Allah, kalau sembuh, saya akan berinfak sepuluh juta rupiah.” Setelah sembuh, ternyata saya tidak mempunyai uang sebanyak itu, maka saya harus membayar kifarat (denda) dari sumpah yang tidak dilaksanakan itu.

Bagaimana caranya? Perhatikan ayat berikut. “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud untuk bersumpah, tetapi Dia akan menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kifarat (denda) melanggar sumpah itu dengan memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu atau memberikan kepada mereka pakaian atau memerdekakan budak. Barangsiapa yang tidak sanggup melakukan yang demikian, shaumlah tiga hari. Yang demikian itu adalah kifarat (denda) sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (tetapi kamu langgar). Dan laksanakanlah sumpahmu. Demikian Allah terangkan kepadamu hukum-hukumnya agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (QS. Al-maidah 5:89)

Ayat ini menerangkan kalau kita bersumpah, kemudian tidak mampu melaksanakan sumpah tersebut, kita harus membayar kifarat (denda) dengan tiga alternatif. Pertama, memberi makan atau pakaian kepada sepuluh fakir miskin. Kedua, memerdekakan hamba sahaya (budak). Namun yang satu ini sekarang sudah tidak ada karena perbudakan telah dihapus di muka bumi ini. Ketiga, shaum tiga hari. Kifarat (denda) ini bersifat pilihan, terserah mana yang paling memungkinkan untuk diri kita. Kalau kita memilih shaum, cara melaksanakannya bisa berturut-turut bisa juga tidak, karena ayat tersebut tidak menjelaskan secara rinci. Pokoknya shaum tiga hari, terserah mau berturut-turut atau tidak, semua dikembaikan pada kemungkinan/kemampuan kita yang akan melaksanakannya. Shaum ini disebut shaum kifarat.

2.Batal shaum Ramadhan karena hubungan intim.
Diantara pembatal shaum adalah makan, minum, dan hubungan seks pada siang hari. Kalau seseorang batal shaum Ramadhan karena melakukan hubungan seks, wajib membayar kifarat (denda). Perhatikan keterangan berikut, Soorang laki-laki berhubungan intim (seks) dengan isterinya pada waktu shaum Ramadhan. Ia minta fatwa kepada Rasulullah saw. tentang hal itu.

Beliau bertanya, “Apakah kamu memiliki hamba sahaya?” Jawabnya, “Tidak”, beliau bertanya lagi, “Sanggupkan engkau shaum dua bulan?” Jawabnya, “Tidak.” Maka beliau bersabda, “Berilah makan enampuluh orang miskin.” (HR. Muslim). Hadist ini mejelaskan kalau kita batal shaum Ramadhan karena melakukan hubungan seks, kifarat (denda) nya bersifat pilihan.
Pertama, memerdekakan hamba sahaya/budak (zaman sekarang sudah tidak ada). Kedua, shaum enampuluh hari. Ketiga, memberi makanan kepada enampuluh fakir miskin. Kalau kita mengambil kifarat shaum, pelaksanaannya harus berturut-turut selama dua bulan.

3.Membunuh secara tidak sengaja.
Dalam QS. An-Nisa ayat 92 dijelaskan, kalau kita membunuh sesama muslim dengan tidak sengaja, misalnya menabrak, menembak binatang buruan tapi malah mengenai orang, dan lain-lain, kita harus membayar kifarat (denda) dengan cara memerdekakan hamba sahaya yang muslim sambil memberikan santunan kepada keluarga korban. Karena sekarang ini tidak ada lagi hamba sahaya, kita harus melaksanakan shaum dua bulan berturut-turut.

Dalilnya sebagai berikut; “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh soerang mukmin lain kecuali karena tidak sengaja. Barangsiapa membunuh sesama mukmin dengan tidak sengaja, hendaklah membebaskan hamba sahaya yang beriman serta menyerahkan diat (santunan) kepada keluarga korban kecuali jika mereka menyedekahkannya. Jika dia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, hendaklah (si pembunuh) memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman. Jika dia (korban) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian damai antara mereka dengan kamu, hendaklah (si pembunuh) membayar diat yang deserahkan kepada keluarga (korban) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, hendaknya (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa 4:92)

4. Mendzihar isteri.
Dalam kebiasaan jahiliah, kalau seorang suami sudah bosan dengan isterinya namun tidak tega untuk mentalaknya, mereka menggunakan bahasa sindiran untuk menceraikannya dengan kalimat Anti kadhari umm (engkau seperti ibuku). Cara seperti ini disebut mendzihar isteri. Pada zaman Rasulullah saw. ada seorang wanita yang merasa didzalimi dengan cara ini, dia datang menemui nabi saw. meminta fatwanya. Sebagai jawabannya turunlah ayat berikut, “Orang-orang yang mendzihar isteri maka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami-isteri itu bercampur.

Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) bershaum dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajib atasnya) memberi makan 60 orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang amat pedih.” (QS. Al-Mujaadalah 58:3-4)

Ayat ini menegaskan bahwa mendzihar isteri itu hukumnya haram. Namun kalau sudah terlanjur dan ingin kembali lagi kepada isterinya, harus membayar kifarat (denda) dengan cara memerdekakan hamba sahaya/ budak atau shaum dua bulan terus menerus atau memberi makan kepada kepada enampuluh miskin. Nah, shaum ini disebut shaum kifarat. Ada yang mengatakan bahwa ayat diatas melarang suami memanggil “mamah, ibu, ummi, dan lain-lain” kepada isterinya. Kalau kita cermati maksud ayat itu tidaklah demikian. Kita diperbolehkan memanggil isteri dengan panggilan “mamah, ibu, ummi, dan lain-lain” selama niatnya bukan mendzihar isteri (menceraikan isteri), tapi sekedar panggilan kesayangan.

5.Mencukur rambut ketika ihram.
Orang yang sedang ihram, baik haji ataupun umrah wajib menaati hal-hal yang terlarang dalam ihram, salah satunya adalah dilarang mencukur rambut sebelum tahallul. Apabila orang yang sedang ihram mencukur rambutnya, padahal belum tahallul, akan terkena kifarat (denda), yaitu dengan shaum tiga hari atau sedekah kepada enam miskin atau menyembelih binatang. Silahkan pilih mana yang paling memungkinkan. Allah berfirman, “…barangsiapa diantara kamu sakit atau ada gangguan di kepalanya (sehingga terpaksa mencukur kepalanya) tebusannya dengan shaum atau shadaqah atau menyembelih binatang…” (QS. Al-Baqarah 2:196)

6.Berburu ketika ihram.
Orang yang sedang ihram dilarang berburu. Apabila larangan ini dilanggar, wajib membayar khifarat (denda) dengan cara menyembelih binatang sebesar binatang buruannya atau memberi makan kepada beberapa miskin atau shaum beberapa hari. Besarnya binatang yang disembelih, banyaknya shaum, dan banyaknya fakir miskin yang harus diberi makan ditentukan oleh hakim yang jujur. Jadi jenis kifarat (denda) nya bersifat pilihan, namun jumlah kifaratnya ditentukan oleh hakim yang dinilai jujur.

Nah, kalu kita mengambil kifarat (denda) shaum yang jumlah harinya ditentukan hakim, shaum ini desebut shaum kifarat. Berkaitan dengan kasus ini, Allah swt. Berfirman, “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh orang binatang buruan ketika kamu sedang ihram, barang siapa yang membunuh (binatang buruan), balasannya dengan ternak sebesar yang diburunya yang ditetapkan oleh dua orang yang adil diantara kamu yang merupakan hadyu yang diantarkan ke ka’bah atau kaffarah dengan memberi makanan beberapa orang miskin atau shaum yang seimbang dengan itu, agar dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya…” (QS. Al-Maidah 5:95)

7. Tidak mampu menyembelih hadyu.
Ada beberapa cara pelaksanaan ibadah haji, yaitu Haji Ifrad, haji Qiran, dan Haji Tamattu. Orang yang melaksanakan Haji Tamattu wajib menyembelih hadyu (semacam qurban) di tanah suci. Jika karena satu dan lain hal tidak mampu melaksanakannya (misalnya tidak punya dan untuk menyembelih binatang semberlihan), maka wajib membayar kifarat (denda) dengan shaum sepuluh hari.

Caranya, shaum tiga hari saat melaksanakan haji (masih di tanah suci) dan shaum tujuh hari setelah kembali ke tanah air. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah, “…Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (maka wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak mendapatkan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila telah pulang (ke tanah air). Itulah sepuluh hari yang sempurna…” (QS. Al-Baqarah 2:196)

Kesimpulannya, shaum kifarat adalah shaum yang wajib dilaksanakan sebagai denda atas pelanggaran tertentu. Shaum ini wajib dilakukan apabila kita melaksanakan salah satu pelanggaran berikut :
(1) Tidak dapat memenuhi nadzar (2) Batal shaum Ramadhan karena hubungan intim (seks) (3) Membunuh secara tidak sengaja (4) Mendzihar isteri (5) Mencukur rambut ketika ihram (6) Berburu ketika ihram (7) Tidak mampu mnyembelih hadyu.
Adapun jumlah tergantung jenis pelanggaran yang dikerjakan dan cara pelaksanaan shaumnya sama dengan shaum wajib.

Wallahu a’lam.
Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Apa Saja Cara & Penyebab Shaum Kifarat ?

Kita akui bahwa berwudlu merupakan syarat sahnya shalat. Artinya, shalat kita tidak akan sah apabila tidak punya wudlu. Hal ini dijelaskan dalam keterangan berikut. Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai mata kaki… (Q.S. Al Maidah 5: 6)

Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Allah tidak akan menerima shalat kamu apabila berhadas hingga ia berwudlu.”? (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Di antara kewajiban berwudlu adalah mengusap kepala sebagaimana difirmankan dalam ayat di atas,?… dan sapulah kepalamu..? Adapun cara mengusap kepala yang dicontohkan Nabi saw. adalah sebagai berikut.

Abdullah bin Zaid r.a. berkata, “Sesungguhnya Nabi saw. mengusap kepala dengan kedua tangannya. Beliau memulai dari kepala bagian depan kemudian menggerakkannya hingga tengkuk, lalu mengembalikannya ke tempat semula (kepala bagian depan).”? (H.R. Al Jama’ah)

Apa yang dijelaskan dalam hadis sahih ini sangat berbeda dengan yang dikerjakan kebanyakan kaum muslimin di negeri ini. Masih banyak di antara kita yang hanya mengusap kepala sebagian kecil saja, alias hanya bagian depan kepala. Hal ini tentu saja bertentangan dengan apa yang dicontohkan Nabi saw. sebagaimana dijelaskan dalam hadis di atas.
Kalau kita ingin mengikuti cara wudlu Rasulullah saw. maka usaplah kepala dengan dua telapak tangan yang basah. Mulai dari bagian depan kepala lalu gerakkan kedua telapak tangan itu ke bagian tengkuk, lalu kembalikan lagi ke kepala bagian depan.

Bagimana kalau wanita berkerudung berwudlu di tempat terbuka? Apakah perlu membuka kerudungnya? Jawabnya: Tidak perlu. Usap saja kepala dengan tetap berkerudung. Artinya, yang diusap itu bukan rambutnya, tapi kerudung yang menempel di kepala. Cara mengusapnya seperti dijelaskan di atas. Hal ini merujuk pada keterangan berikut.
Amr Ibnu Umayyah r.a. berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah saw. mengusap sorban dan kedua sepatunya ketika wudlu.”? (H.R. Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Majah)

Hadis ini menegaskan bahwa Rasulullah mengusap kepalanya tanpa mencopot sorbannya. Berarti, kaum wanita boleh mengusap kepalanya tanpa harus membuka atau mencopot kerudungnya. Bahkan, tidak berlu membuka sepatu atau kaus kaki. Cukup sepatunya diusap bagian atasnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadis di atas.
Kesimpulannya, wanita yang berkerudung diperbolehkan untuk tidak membuka kerudung dan kaus kaki atau sepatunya saat berwudlu di tempat terbuka. Cukup usap saja kerudung yang menempel di kepalanya dan usap juga sepatu atau kaus kaki bagian atasnya. Wallahu A’lam
Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

slot mahjong
slot mahjong
slot pragmatic
gambolhoki
slot pragmatic