Percikan Iman – Jika munafik itu segolongan orang berpenyakit, maka kita harus menjauhinya. Sayangnya, sifat-sifat mereka merebak di udara sehingga siapapun bisa tertular sifatnya. Awalnya mungkin sekadar “mencontek”, lama-lama bisa korupsi. Kalau sudah terbiasa, maka seseorang bisa sampai membenci kebenaran dan berada di dalamnya semata karena keuntungan duniawi semata.
Dalam Qur’an, surat Al-Baqarah ayat 8 – 10, Allah Swt. berfirman mengenai orang-orang munafik,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَبِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِيْنَۘ
Di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhir.” Padahal, sesungguhnya mereka itu bukan orang-orang beriman.
يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۚ وَمَا يَخْدَعُوْنَ اِلَّآ اَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُوْنَۗ
Mereka menipu Allah dan orang-orang beriman. Padahal, tanpa disadari, mereka menipu diri sendiri.
فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًاۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ۢ ەۙ بِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ
Hati mereka berpenyakit, lalu Allah menambah penyakitnya. Akhirnya, mereka mendapat azab pedih karena mendustakan.
Tahukah Anda, menurut studi yang dipublikasikan PubMed Central, 75 persen orang yang sudah bercerai mengaku bahwa penyebab hancurnya rumah tangga mereka adalah kurangnya komitmen. Sementara itu, 59,6 % pasangan bercerai akibat kasus perselingkuhan dan 57,7% lainnya akibat terlalu banyak konflik dan pertengkaran.
Perselingkuhan itu merupakan salah satu bentuk khianat pada pasangan. Seorang suami atau istri, diam-diam – padahal hatinya merasa bersalah, berhubungan dengan perempuan atau lelaki lain, padahal dia tahu pasangannya tidak ridho dengan perbuatannya, padahal dia tahu perbuatannya selangkah demi selangkah dapat membawanya pada perzinahan, namun dia tetap melakukannya. Saat ada suami atau istrinya, dia pura-pura baik demi menutupi perbuatannya. Bukankah itu sebentuk kepura-puraan alias nifak?
Bahayanya, sifat nifak itu yang awalnya mungkin sepele, lama-lama bisa menjadi “kanker”, namanya “mytomania”. Kebiasaan berbohong juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan. Apalagi kalau ini dilakukan secara terus-menerus, kebiasaan bohong tersebut bisa saja tanda dari gangguan mental yang disebut mythomania. Mythomania adalah kebiasaan berbohong yang sudah tidak wajar. Bedanya dengan bohong biasa, orang dengan mythomania tidak bisa mengendalikan keinginannya untuk berbohong, bahkan tanpa alasan yang jelas.
Hal ini karena seseorang akan merasa terbebani secara fisik dan emosional saat berbohong, terlebih jika suatu kebohongan diikuti dengan kebohongan lainnya. Dalam jangka panjang, kondisi ini akan menyebabkan stres. Penelitian membuktikan bahwa stres yang dialami seseorang yang berbohong dapat memicu terjadinya berbagai masalah kesehatan, seperti tekanan darah tinggi, obesitas, gangguan kecemasan, depresi, dan bahkan kanker.
Selain berbahaya bagi diri sendiri, seorang yang bersifat nifak juga menjadi “duri dalam daging” di ruang sosial. Orang munafik amat berbahaya karena mengetahui seluk beluk tentang ajaran Islam. Bahkan, orang munafik tersebut menjadikan Islam sebagai bahan olok-olok. Jika dulu ada Abdullah bin Ubay, di zaman penjajahan kita ada Snouck Hurgronje. Seiring waktu, berkembang menjadi “orientalis” dan “liberalis”
- Orientalis: orang yang mempelajari Islam untuk mencari kelemahannya dan menghancurkannya
- Liberalis: orang-orang yang mengkampanyekan kebebasan “menafsirkan” ajaran agama
Fenomena orientalis dan liberalis menggambarkan apa yang dikatakan Hudzaifah ibn Yaman,
المنافقون اليوم شر منهم على عهد رسول الله ﷺ كانوا يومئذ يكتمونه وهم اليوم يظهرونه
“Orang munafik saat ini lebih jelek dari orang munafik di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dahulu kemunafikan disembunyikan, sedangkan saat ini terang-terangan.
(Hilyatul Auliya’, 1: 282).
Kini, demi keuntungan duniawi, seseorang bisa berpura-pura lewat media sosial. Apakah demi kepentingan uang atau kekuasaan, orang bisa memperlihatkan wajah yang disukai oleh “pasar”. Siapapun dapat menjadi sosok apapun yang diinginkannya di media sosial karena orang lain belum tentu mengenal nya. Di media sosial, dia bisa terlihat layaknya orang baik, dermawan, bahkan ustadz, namun, di dalam hatinya, dia menyimpan apa yang sebenarnya. Hanya dirinya dan Allah Swt yang tahu.
Sungguh ia harus waspada karena hukum dunia mungkin dia bisa hindari, tapi tidak dengan hukuman dari Allah Swt., baik dunia atau di akhirat. Salah satunya, Allah Swt. memperingatkan kita ancaman bagi mereka yang sudah “stadium akhir” nifak. Dalam Qur’an, surat An-Nisa ayat 138, Allah Swt. berfirman,
بَشِّرِ الْمُنٰفِقِيْنَ بِاَنَّ لَهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًاۙ
Kabarkan kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,
Apa “kabar gembira”-nya? Tertuang dalam ayat berikutnya, yakni An-Nisa ayat 140,
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِى الْكِتٰبِ اَنْ اِذَا سَمِعْتُمْ اٰيٰتِ اللّٰهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَاُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوْا مَعَهُمْ حَتّٰى يَخُوْضُوْا فِيْ حَدِيْثٍ غَيْرِهٖٓ ۖ اِنَّكُمْ اِذًا مِّثْلُهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ جَامِعُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْكٰفِرِيْنَ فِيْ جَهَنَّمَ جَمِيْعًاۙ
Sesungguhnya, Allah telah menurunkan ketentuan bagimu di dalam Al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diolok-olokkan oleh orang-orang kafir, janganlah kamu duduk bersama mereka sebelum mereka memasuki topik pembicaraan lain. Kalau kamu tetap duduk dengan mereka, tentu kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya, Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di Neraka Jahanam,
Bukan hanya di neraka jahannam yang “reguler”, namun di “VIP” jahannam, sebagaimana tertuang dalam beberapa ayat berikutnya, yakni An-Nisa ayat 145, Allah Swt. berfirman,
اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ فِى الدَّرْكِ الْاَسْفَلِ مِنَ النَّارِۚ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيْرًاۙ
Sesungguhnya, orang-orang munafik itu ditempatkan pada tingkatan paling bawah dari neraka. Kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka,
Munafik itu, di dunia tersiksa, lebih-lebih di akhirat. Maka, mari jaga diri kita dari sifat-sifat nifak, takutlah dengan ancaman Allah, baik di dunia apalagi akhirat.
Wallahu a’lam bi shawwab
________
Tulisan ini merupakan pengembangan dari materi yang disampaikan oleh guru kita, Ustadz Aam Amiruddin pada Majelis Percikan Iman di Masjid Peradaban Percikan Iman, setiap Ahad