Teh, ini permasalahan yang sedang saya hadapi. Saya sedang diuji oleh suami saya. Suami saya bertemu dengan seorang akhwat, temannya semasa SD. Akhwat ini belum menikah, seusia dengan saya dan suami. Dia bekerja sebagai pegawai negeri dan sedang melanjutkan kuliah S2. Entah bagaimana pertemuan mereka, mereka tidak pernah melibatkan saya. Suami saya bekerja wiraswasta dan akhwat ini banyak memberi modal. Akhwat ini tidak mau diajak bicara baik-baik oleh saya dan hanya bilang bahwa saya mesti izin dahulu ke suami saya. Akhwat ini juga mengatakan bahwa dia telah dijanjikan sebagai istri kedua oleh suami saya. Katanya, “Tidaklah salah bahwa suamimu ingin berpoligami”. Dan katanya lagi, “Suamimu tidak ingin berpoligami dengan janda atau istri orang”. Saya bersikeras tidak mau dipoligami oleh suami karena saya juga merasa belum ternafkahi penuh oleh suami. Tetapi, suami saya malah bilang bahwa akhwat inilah yang membantu perekonomian keluarga kami. Saya berpikir kenapa tidak suami saya saja yang berikhtiar mencari nafkah sendiri tanpa dia. Sampai sekarang hubungan mereka tetap berlanjut. Suami saya bilang, “Kasihan dia sudah banyak bantu modal”. Tetapi, saya tidak terima! Saya yang sudah 16 tahun berkorban untuknya dan telah banyak membantunya, kenapa suami saya tidak menimbang perasaan saya? Sayangnya, suami saya cuek saja. Itulah unek-unek saya. Mohon bantuan pencerahannya, Teh. Jazakallah khair atas perhatian Teteh. Wassalam.
Ibu yang dirahmati Allah Swt., Optimis dan berbahagialah, bahwa setiap ujian hidup, membawa kebaikan kifarat dosa dan keberkahan buat yang menjalaninya, asalkan dengan bekal ketaatan dalam agama. Jadi, saya ucapkan, “Selamat! Semoga Ibu diberi hikmah, kesabaran, serta berkah dan pahala yang berlipat dari Allah Swt. Amiin”. Rasulullah Saw. menjelaskan, “Apa-apa yang menimpa seorang muslim baik keletihan, penyakit akut, kebimbangan, kesedihan, gangguan, kebingungan, bahkan duri yang menusuknya, dengan itu Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Keadaan Ibu memang kompleks, menyangkut suami dan wanita “terdekatnya”. Maksudnya, Ibu berhadapan dengan suami, sekaligus berhadapan dengan outsider (pihak luar) yang ingin “masuk” tanpa sepengetahuan Ibu, dan tidak ada urgensinya. Syukur alhamdulillah, pada akhirnya Ibu tahu. Meskipun lewat komunikasi dan informasi yang terbatas, hal ini cukup untuk menyiapkan mental Ibu ke depan. Sikapi dengan rileks bahwa ternyata ada fakta baru, yakni ibu tidak sendirian lagi dalam “mengurus” suami , tetapi sedang “berbagi” dengan seorang wanita lain.
Dari sudut pandang saya, yang terpenting Ibu fokus saja pada diri Ibu sendiri, lewat beramal shaleh pada suami Ibu. Jalankan roda rumah tangga sebaik mungkin, semata beramal shaleh karena Allah Swt., “Siapa saja yang beramal shaleh maka pahalanya untuk dirinya sendiri ” (Q.S. Fushshilat [41]: 46). Apabila ada semacam “teror “dari wanita tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung, tentunya feeling mata hati Ibu bisa membedakan ketika suami sangat dekat dengan dia; perhatian pada ibu menjadi terkesampingkan, atau dinafikan. Biarlah suami berjalan seperti itu dahulu sampai puas.
Maklum, bawaan orang yang sedang jatuh cinta, biasanya akan lebih perhatian pada yang dicintainya. Astaghfirullah! Suami Ibu sedang teperdaya oleh godaan wanita, padahal ancaman-Nya sangat keras. Dalam hadist Nabi Saw. diingatkan bahwa beliau (Nabi Saw.) ditanya, “Perbuatan apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka?”. Beliau menjawab, “Mulut dan kemaluan”(H.R. Tirmidzi). “Sesunguhnya dunia ini indah dan mempesonakan, kemudian Allah akan melihat bagaimana kalian berbuat atas dunia ini. Maka berhati-hatilah dalam urusan dunia dan berhati-hatilah juga terhadap urusan wanita” (H.R. Muslim).
Mengingatkan suami, bisa Ibu lakukan kala suami sedang bersikap baik (meski sebenarnya dia sedang berselingkuh) dan saat itu, Ibu harus bersikap lebih baik lagi dari suami. Kemudian saat suami bersikap tidak acuh, maka Ibu yang menyapa duluan. Bila dia diam, Ibu dahulu yang membuka percakapan. Pendek kata, mendekat kepada suami dengan selalu berlindung kepada Allah Swt.
Awali dengan basmallah setiap interaksi Ibu dengan suami. Ucapkan istighfar bila dia tidak bersikap sebagaimana suami kepada istrinya. Dengan demikian, secara batiniah dan lahiriah Ibu tetap kuat, semata karena Allah. Tanpa itu, Ibu akan dibuat bingung dengan argumentasi pembenaran tindakan-tindakan suami. Sikap terbaik adalah Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun allaahumma ajirnii fii mushiibati wakhlufli khaira minhaa. Intinya, Ibu tetap sadar, sabar, dan syukur, bahwa kita akan kembali pada Allah. Semua titipan, bisa diambil dengan cara wajar dan tidak wajar. Ada pahala dari musibah ini dan pengganti yang lebih baik lagi dari musibah ini. Sesuai dengan firman Allah,’Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang jahil” (Q.S. Al-A’raaf [7]: 199).
Jika Ibu sudah di tahapan mental seperti itu, insya Allah, pertolongan Allah sedang berjalan. Toh ada Allah yang Mahatahu, Maha Melihat, Maha-adil, Maha Rahman, dan Maha Rahiim. Ibu tidak sendirian dalam melewati ujian ini. Apa yang menjadi hak Ibu, coba Ibu pertahankan sebisa mungkin. Apa yang menjadi kewajiban Ibu, tunaikanlah. Sisanya berserah diri tawakal pada kekuatan dan kekuasaan Allah Swt.
Apabila sampai detik ini, mereka makin berani berbuat dosa di belakang Ibu, maka sebenarnya mereka berserikat untuk mendzalimi dirimereka sendiri. Yang beruntung justru Ibu, karena insya Allah, account amal shaleh Ibu bertambah penuh dengan deposit transfer amal shaleh dari mereka.
Demikian pesan saya buat Ibu. Semoga dengan tips ini, Ibu bertambah dekat dengan Allah Swt., diberikan pahala dan pengganti yang terbaik dari-Nya. Insya Allah selalu dalam ridha dan meraih surga-Nya. Amiin.