Percikan Iman — Usianya baru 45 tahun ketika Allah S.W.T. memanggilnya pulang 745 tahun silam. Namun, karya tulisnya menghantarkan eksistensinya menembus ruang dan waktu hingga kini sekalipun. Ialah salah satu ulama besar, Abu Zakaria Muhyiddin An-Nawawi yangkita kenal dengan Imam An-Nawawi.
“Ketika seseorang mati,” sabda Rasulullah Muhammad S.A.W. “terputuslah semua amalnya, kecuali tiga hal; anak saleh, sedekah jariyah, dan ilmu yang bermanfaat.”
Alangkah beruntungnya kita jika di alam gelap, sempit, dan sepi, alam barzakh, kita justru memperoleh pelipurnya. Bergilap cahaya, seluas mata memandang, dan bertemankan sosok terindah. Dengan view taman-taman surga.
Beribu tahun penantian terasa nikmatnya. Apalagi setelah penantian tersebut, tiket surga sudah di genggaman. Abadi menikmati sajian yang tak pernah terjamah akal, perasaan, bahkan khayalan.
“Betapa berkah usianya (Imam An-Nawawi).. betapa berkah usianya.. saya tak dapat membayangkan bagaimana beliau tidur,” komentar guru kita, Ustadz Aam Amirudin pada momen peluncuran karyanya terjemahan Riyadhus Shalihiin; Perjalanan Menjadi Orang Shalih, di Masjid Peradaban, Ahad (8/11).
Berbagai sumber menyebutkan, total karya yang beliau tulis mencapai 40 judul kitab. Nampaknya, sahabat sudah mengenali sebagian dari karya-karyanya. Dua di antaranya yang masyhur ialah Arba’in An-Nawawi (40 Hadits Shahih Imam An-Nawawi) dan Riyaadhus Shaalihiin.
“Semua karyanya menjadi masterpiece, menjadi acuan karya ulama-ulama besar dalam bentuk syarah (bedah kandungan),” terang Ustadz Aam.
Riyadhus Shalihiin merupakan karya dengan susunan terstruktur. Sesuai judulnya, ia dapat menemani dan membimbing kita berada di koridor jalan para shalihin berikut tempat-tempat pemberhentiannya.
Berbagai sumber menyebutkan, di antara keutamaan kitab Riyadhus Shalihiin ialah kandungannya yang memuat bimbingan yang membuat kita dapat menata dan menumbuhkan jiwa serta melahirkan satu kekuatan yang besar. Dengannya, kita dapat berhias dengan ibadah yang menjadi tujuan diciptakannya jiwa.
Tak hanya sampai di situ, kitab ini juga dapat mengantarkan jiwa pada kebahagiaan dan kebaikan karena kitab ini umum melingkupi Targhib dan Tarhib serta kebutuhan seorang muslim dalam perkara agama, dunia, maupun akhiratnya
Pantas, jika banyak ulama yang men-syarah-nya, mengungkap kandungan kitab karya ulama asli Damaskus ini.
Meski begitu, sayangnya tak semua orang dapat menikmati karya-karyanya. Lantaran, tak semua orang berkesempatan memperoleh alat untuk menggali kandungannya.
Beruntungnya kita, masih ada ulama yang bersedia mengolah dan mengahantarkannya ke hadapan kita dengan sajian yang lebih mudah kita cerna.
Salah satunya, Riyadhus Shalihiin: Perjalanan Menjadi Orang Shalih yang disusun oleh guru kita, Ustadz Aam Amirudin.
“Alasan utama saya menerjemahkan kitab ini ialah karena saya jatuh cinta pada kepakaran beliau. Beliau menguasai bidang hadits, fiqih, bahasa, dan akhlak sekaligus,” terang Ustadz Aam.
Selain itu, tentunya guru kita berharap dapat meninggalkan karya yang bermanfaat seluas-luasnya bagi kita sepeninggalnya kelak.
Jika guru kita nampak “iri” dengan Imam Nawawi, sudah sepantasnya kita lebih iri. Bila kita belum mampu mengikuti jejak para ulama, setidaknya kita menjadi penyimak ilmu-ilmunya. Bila tak juga sanggup, kita dapat menjadi pecintanya.
Guru kita, Ustadz Aam Amirudin sejatinya sedang mengajarkan kita bagaimana beradab dengan ulama. Yakni, dengan ‘mencukupkan diri dengan menjadi pecinta’.
Bila kita memang mencintai guru kita, mari panjangkan usia beliau. Bila kita ingin dipanjangkan usia kita melebihi usia biologis kita, mendapatkan teman di alam barzakh dengan cahayanya dan kelapangannya, mari kita tempuhi jalannya,
https://bit.ly/DaftarPORiyadhusShalihin