Keterangan yang pernah Anda dengar itu adalah ayat Qur’an, tertera dalam surat Qaaf ayat 16, lengkapnya sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya kami telah mencptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat daripadanya dari pada urat lehernya.” (QS. Qaaf 50:16)
Keterangan kedua juga ayat Qur’an, termaktub dalam surat Al-Mujaadilah ayat 7, lengkapnya sebagai berikut:
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempat. Dan tiada pembicaraan antara lima orang, melainkan Dia-lah yang keenam. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melaikan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada, kemudian Dia akan memberitahukan kapada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Mujadalah 58:7)
Pada ayat pertama ada kalimat “mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya” dan pada ayat kedua ada kalimat “sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi”.
Penggalan ini merupakan keyword (kata kunci) untuk memahami substansi (hakikat) kedua ayat tersebut secara benar.
Artinya, inti dari kedua ayat itu menjelaskan bahwa Allah maha mengetahui apa pun yang diperbuat manusia, jangankan perbuatan lahir yang batinpun Allah mengetahuinya. Sementara kalimat berikut yang menyatakan “Kami lebih kepadanya dari pada urat lehernya” dan kalimat “Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempat” dan seterusnya, merupakan penekanan dan penjabaran atau ilustrasi dari kata-kata kunci tersebut.
Dengan demikian Anda tidak perlu bingung berada dimanakah Allah itu, karena substansi ayat itu bukan membicarakan tantang pengetahuan Allah yang maha luas tak terbatas. Dalam kajian tauhid ada yang disebut muraqabatullah artinya suatu kondisi psikis dimana seseorang kapan dan dimana pun berada merasakan tatapan Allah. Muraqabatullah menjadi jantung keimanan seorang mukmin. Artinya, bila muraqabatullah dirasakan kuat oleh kita, ini menunjukkah kadar iman yang sedang meningkat.
Namun bila muraqabatullah ini terasa melemah ini menunjukkan iman juga sedang lemah. Kalau kita renungkan diantara penyebab penting hingga bangsa ini hampir bangkrut adalah lemahnya muraqabatullah. Kebohogan sudah menjadi kultur bangsa kita; mahasiswa nyontek, pejabat korup, bisnis penuh tipu, dan lain-lain itu bersumber karena lemahnya muraqabatullah.
Karena itu betapa pentingnya ayat di atas kita renungi, hayati dan amalkan sehingga kita menjadi individu yang selalu merasa ditatap dan dilihat Allah swt. Kesimpulannya, ayat yang Anda tanyakan berbicara mengenai pengetahuan Allah yang maha luas tak terbatas. Apapun yang kita lakukan baik pekerjaan lahir maupun batin sesungguhnya senantiasa dalam pantauan-Nya dan diketahui-Nya. Wallahu a’lam.