“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,” (QS. Faathir : 29).
Salah satu ungkapan Al-Qur’an untuk menggambarkan amal perbuatan manusia untuk menggapai rahmat Allah swt. adalah perdagangan (bisnis) seperti termaktub dalam ayat di atas, meskipun resiko bisnis selalu ada kemungkinan untung atau rugi. Naluri dan fitrah manusia selalu menginginkan keuntungan, bahkan kalau bisa keuntungan itu berlipat ganda.
Tidak jarang untuk mendapatkan keuntungan yang melimpah, manusia menghalalkan segala cara.
1. Seperti mengurangi takaran dan timbangan (QS. 83: 1-6),
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
2. Melakukan transaksi riba (QS. 3: 130),
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
3. Menghasab dan koruptor (hadits) serta kegiatan yang bathil (haram) lainnya (QS. 2: 188).
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Keuntungan dalam persfektif Al-Qur’an, di samping bersifat material dan duniawiyah, juga ada keuntungan yang bersifat rohaniyah ukhraowiyah yang bernilai abadi. Allah swt. akan memberikan balasan yang tak terhingga bagi orang-orang yang melakukan transaksi bisnis dengan tiga komoditas, yaitu
– Membaca dan mentadaburi Al-Qur’an,
– Menyegerakan shalat dan
– Menginfakkan sebagian harta yang dimiliki.
Membaca dan mentadabburi Al-Qur’an pada hakikatnya adalah berusaha menggali kalamullah yang berisikan kurikulum kehidupan, untuk diaplikasikan dalam menjawab berbagai macam persoalan hidup, baik yang bersifat pribadi, keluarga maupun sosial kemasyarakatan. Selain bersifat ibadah kepada Allah, menyegerakan shalat disertai kekhusuan yang mendalam, juga akan melahirkan ketenangan jiwa yang memiliki kemampuan pertahanan diri dari berbagai macam godaan dan tantangan hidup. Orang-orang yang shalatnya khusuk, Insya Allah akan tercegah dari perbuatan buruk, merusak dan merugikan (QS. 29: 45).
Menginfakkan sebagian harta yang dimiliki untuk kepentingan orang-orang yang membutuhkan seperti fakir miskin, anak yatim dan kaum duafa lainnya, pada hakikatnya adalah mengembangkan dan memberkahkan harta yang dimiliki . Bahkan menjadikan harta itu bernilai abadi dihadapkan Allah swt. Itulah jenis-jenis perdagangan (bisnis) yang tidak akan pernah merugi yang seyogiannya dilakukan oleh setiap orang yang beriman untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam.
Oleh : Budi Hata’at, Lc.
(Cendekiawan Islam)
Salah satu ungkapan Al-Qur’an untuk menggambarkan amal perbuatan manusia untuk menggapai rahmat Allah swt. adalah perdagangan (bisnis) seperti termaktub dalam ayat di atas, meskipun resiko bisnis selalu ada kemungkinan untung atau rugi. Naluri dan fitrah manusia selalu menginginkan keuntungan, bahkan kalau bisa keuntungan itu berlipat ganda.
Tidak jarang untuk mendapatkan keuntungan yang melimpah, manusia menghalalkan segala cara.
1. Seperti mengurangi takaran dan timbangan (QS. 83: 1-6),
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
2. Melakukan transaksi riba (QS. 3: 130),
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
3. Menghasab dan koruptor (hadits) serta kegiatan yang bathil (haram) lainnya (QS. 2: 188).
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Keuntungan dalam persfektif Al-Qur’an, di samping bersifat material dan duniawiyah, juga ada keuntungan yang bersifat rohaniyah ukhraowiyah yang bernilai abadi. Allah swt. akan memberikan balasan yang tak terhingga bagi orang-orang yang melakukan transaksi bisnis dengan tiga komoditas, yaitu
– Membaca dan mentadaburi Al-Qur’an,
– Menyegerakan shalat dan
– Menginfakkan sebagian harta yang dimiliki.
Membaca dan mentadabburi Al-Qur’an pada hakikatnya adalah berusaha menggali kalamullah yang berisikan kurikulum kehidupan, untuk diaplikasikan dalam menjawab berbagai macam persoalan hidup, baik yang bersifat pribadi, keluarga maupun sosial kemasyarakatan. Selain bersifat ibadah kepada Allah, menyegerakan shalat disertai kekhusuan yang mendalam, juga akan melahirkan ketenangan jiwa yang memiliki kemampuan pertahanan diri dari berbagai macam godaan dan tantangan hidup. Orang-orang yang shalatnya khusuk, Insya Allah akan tercegah dari perbuatan buruk, merusak dan merugikan (QS. 29: 45).
Menginfakkan sebagian harta yang dimiliki untuk kepentingan orang-orang yang membutuhkan seperti fakir miskin, anak yatim dan kaum duafa lainnya, pada hakikatnya adalah mengembangkan dan memberkahkan harta yang dimiliki . Bahkan menjadikan harta itu bernilai abadi dihadapkan Allah swt. Itulah jenis-jenis perdagangan (bisnis) yang tidak akan pernah merugi yang seyogiannya dilakukan oleh setiap orang yang beriman untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam.
Oleh : Budi Hata’at, Lc.
(Cendekiawan Islam)