Menurut hadits, ada dua hal yang tidak boleh dilakukan di dalam mesjid. Pertama, mengumumkan kehilangan. Misalnya, seorang pengurus mesjid mengumumkan di depan jama’ah, “siapa yang menemukan sebuah jam tangan merek X, maka dst…” Ini adalah perbuatan terlarang. Namun kalau mengumumkan penemuan, hal tersebut diperbolehkan, misalnya “telah ditemukan sebuah kaca mata merek Y, maka dst…” Hal seperti ini diperbolehkan.
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa mendengar di mesjid orang mengumumkan barangnya yang hilang, maka do’akanlah: “Mudah-mudahan Allah tidak mengembalikan barangmu, karena mesjid tidak didirikan untuk itu.” (HR. Muslim)
Kedua, melakukan transaksi jual-beli. Rasulullah saw. melarang melaksanakan transaksi jual-beli di dalam mesjid, sedangkan kalau transaksi itu dilakukan di luar mesjid (diteras atau halaman mesjid, misalnya), hal ini tidaklah terlarang. Rasulullah saw bersabda: “Apabila kamu melihat orang melakukan transaksi jual-beli di dalam mesjid, maka do’akanlah :”Mudah-mudahan Allah tidak menguntungkan perdaganganmu!” (H.R. Nasa’i dan Tirmidzi).
Meurujuk pada keterangan-keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara hukum tidak ada larangan menyantap makanan di mesjid, asalkan bisa menjaga kebersihannya. Wallahu A’lam.
Category: Tanya Jawab Islam
- Home
- Tanya Jawab Islam
- Bolehkah Menyantap Makana...
Humas PI
PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL
- Ruko Komplek Kurdi Regency 33A
Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan
Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243
Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org
Related Post
Bolehkah Menyantap Makanan di Mesjid ?
Cara bersikap terhadap Al Quran adalah sebagai berikut.
a.Mengimani Al Quran
Orang beriman wajib meyakini bahwa Al Quran adalah firman Allah swt. yang autentisitasnya terjaga. Wajib yakin atas kebenaran Al Quran sebagai petunjuk bagi orang yang takwa. “Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (Q.S. Al Baqarah 2: 2)
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (Q.S. An-Nisaa 4: 136)
Ada sejumlah dimensi yang wajib kita imani, yaitu:
Pertama, kita wajib beriman dan yakin bahwa Al Quran sebagai “penyempurna” bagi aturan-aturan sebelum Nabi Muhammad saw. “…Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridoi Islam itu jadi agama bagimu.” (Q.S. Al Maidah 5: 3)
Kedua, kita wajib beriman dan yakin bahwa Al Quran sebagai korektor untuk kitab-kitab sebelumnya. “Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi al-Kitab yang kamu sembunyikan dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.” (Q.S. Al Maidah 5: 15)
Ketiga, kita wajib beriman dan yakin bahwa Al Quran sebagai sumber kebenaran. “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Q.S. Al Israa 17: 9)
b. Mempelajari Al Quran
Al Quran adalah kitab suci pencerahan hidup. Bagaimana Al Quran akan memberikan pencerahan pada pemikiran apabila kita tidak memahami kandungannya. Untuk memahami kandungannya, kita wajib mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Usman bin Affan r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya.” (H.R. Bukhari)
Abu Umamah r.a. berkata, Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al Quran karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pembela pada orang yang mempelajari dan menaatinya.” (H.R. Muslim)
c. Mengaplikasikan Al Quran
Al Quran tidak cukup hanya diimani dan dipelajari. Namun, wajib diamalkan atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga Al Quran mampu menjadi kepribadian dan karakter umat Islam. “Sesungguhnya jawaban orang-orang yang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul memberi aturan hidup di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.’” (Q.S. An-Nur 24: 51)
Pada ayat ini ditegaskan bahwa orang beriman apabila diseru untuk mengamalkan ayat-ayat Allah, mereka menganggapinya dengan ucapan yang serius Kami mendengar dan kami patuh.
Kita pun wajib bersabar dalam mengaplikasikan Al Quran. Karena pada saat mengamalkannya sangat mungkin kita akan menghadapi godaan dan rintangan. “Maka bersabarlah kamu dalam melaksanakan ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu mengikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.” (Q.S. Al Insan 76: 4)
d. Mendakwahkan Al Quran
Al Quran tidak cukup sekadar diimani, dipelajari, dan diamalkan tetapi juga wajib didakwahkan. Kita tidak boleh menjadi orang saleh sendirian, tetapi harus dapat mengajak orang lain untuk menjadi saleh juga. Inilah yang disebut menegakkan amar makruf dan nahyi ‘anil mungkar, artinya menyuruh pada kebajikan dan mencegah orang dari perbuatan buruk.
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. …” (Q.S. Ali Imran 3: 110)
Kita wajib mendakwahkan Al Quran sesuai kapasitas dan kemampuan masing-masing. Bisa berdakwah dengan tulisan, lisan, atau dengan perbuatan, yakni memberikan contoh nyata. Ini pun disebut mendakwahkan. Dakwah tidak selamanya dalam bentuk berceramah di depan khalayak, ngobrol tentang kebaikan dan kebenaran pun bisa disebut dakwah.
Itulah empat cara bersikap terhadap Al Quran. Apabila umat Islam berjuang menyikapi Al Quran dengan cara-cara seperti ini, insya Allah Al Quran benar-benar akan menjadi realitas hidup, bukan hanya konsep yang termaktub dalam kitab suci.
Bagaimana hukum membaca Al Quran di tempat nonmuslim? Selama kita membaca Al Quran di tempat mereka itu berlandaskan pada empat sikap yang telah dijelaskan di atas, yaitu mengimani, mempelajari, mengamalkan, dan mendakwahkan, membacanya di tempat nonmuslim bukan masalah, alias diperbolehkan, bahkan sangat bagus kalau itu diniatkan sebagai dakwah kepada mereka. Wallahu a‘lam
a.Mengimani Al Quran
Orang beriman wajib meyakini bahwa Al Quran adalah firman Allah swt. yang autentisitasnya terjaga. Wajib yakin atas kebenaran Al Quran sebagai petunjuk bagi orang yang takwa. “Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (Q.S. Al Baqarah 2: 2)
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (Q.S. An-Nisaa 4: 136)
Ada sejumlah dimensi yang wajib kita imani, yaitu:
Pertama, kita wajib beriman dan yakin bahwa Al Quran sebagai “penyempurna” bagi aturan-aturan sebelum Nabi Muhammad saw. “…Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridoi Islam itu jadi agama bagimu.” (Q.S. Al Maidah 5: 3)
Kedua, kita wajib beriman dan yakin bahwa Al Quran sebagai korektor untuk kitab-kitab sebelumnya. “Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi al-Kitab yang kamu sembunyikan dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.” (Q.S. Al Maidah 5: 15)
Ketiga, kita wajib beriman dan yakin bahwa Al Quran sebagai sumber kebenaran. “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Q.S. Al Israa 17: 9)
b. Mempelajari Al Quran
Al Quran adalah kitab suci pencerahan hidup. Bagaimana Al Quran akan memberikan pencerahan pada pemikiran apabila kita tidak memahami kandungannya. Untuk memahami kandungannya, kita wajib mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Usman bin Affan r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya.” (H.R. Bukhari)
Abu Umamah r.a. berkata, Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al Quran karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pembela pada orang yang mempelajari dan menaatinya.” (H.R. Muslim)
c. Mengaplikasikan Al Quran
Al Quran tidak cukup hanya diimani dan dipelajari. Namun, wajib diamalkan atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga Al Quran mampu menjadi kepribadian dan karakter umat Islam. “Sesungguhnya jawaban orang-orang yang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul memberi aturan hidup di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.’” (Q.S. An-Nur 24: 51)
Pada ayat ini ditegaskan bahwa orang beriman apabila diseru untuk mengamalkan ayat-ayat Allah, mereka menganggapinya dengan ucapan yang serius Kami mendengar dan kami patuh.
Kita pun wajib bersabar dalam mengaplikasikan Al Quran. Karena pada saat mengamalkannya sangat mungkin kita akan menghadapi godaan dan rintangan. “Maka bersabarlah kamu dalam melaksanakan ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu mengikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.” (Q.S. Al Insan 76: 4)
d. Mendakwahkan Al Quran
Al Quran tidak cukup sekadar diimani, dipelajari, dan diamalkan tetapi juga wajib didakwahkan. Kita tidak boleh menjadi orang saleh sendirian, tetapi harus dapat mengajak orang lain untuk menjadi saleh juga. Inilah yang disebut menegakkan amar makruf dan nahyi ‘anil mungkar, artinya menyuruh pada kebajikan dan mencegah orang dari perbuatan buruk.
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. …” (Q.S. Ali Imran 3: 110)
Kita wajib mendakwahkan Al Quran sesuai kapasitas dan kemampuan masing-masing. Bisa berdakwah dengan tulisan, lisan, atau dengan perbuatan, yakni memberikan contoh nyata. Ini pun disebut mendakwahkan. Dakwah tidak selamanya dalam bentuk berceramah di depan khalayak, ngobrol tentang kebaikan dan kebenaran pun bisa disebut dakwah.
Itulah empat cara bersikap terhadap Al Quran. Apabila umat Islam berjuang menyikapi Al Quran dengan cara-cara seperti ini, insya Allah Al Quran benar-benar akan menjadi realitas hidup, bukan hanya konsep yang termaktub dalam kitab suci.
Bagaimana hukum membaca Al Quran di tempat nonmuslim? Selama kita membaca Al Quran di tempat mereka itu berlandaskan pada empat sikap yang telah dijelaskan di atas, yaitu mengimani, mempelajari, mengamalkan, dan mendakwahkan, membacanya di tempat nonmuslim bukan masalah, alias diperbolehkan, bahkan sangat bagus kalau itu diniatkan sebagai dakwah kepada mereka. Wallahu a‘lam
Humas PI
PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL
- Ruko Komplek Kurdi Regency 33A
Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan
Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243
Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org