Bolehkah Merinci Aib Orang Lain?

Fatimah binti Qais pernah meminta penialaian kepada Nabi saw. tentang dua orang laki-laki yang akan melamarnya. Nabi saw. menjawab, “Sesungguhnya laki-laki yang pertama sangat miskin dan tidak mempunyai pekerjaan. Sedangkan laki-laki kedua, sering memukul perempuan.”

Bertolak dari kasus ini cukup jelas bahwa kita tidak dilarang menyebutkan aib orang lain dengan niat supaya tidak timbul korban berikutnya. Kalau kita pernah ditipu oleh A, lalu B bertanya kepada kita tentang perilaku A, maka tidak berdosa kita bicara apa adanya tentang penipuan yang pernah dilakukan A.

Wallahu A’lam

Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Bolehkah Merinci Aib Orang Lain?

Mari kita cermati apa yang dilakukan Rasulullah saw. saat akan shalat. Diriwayatkan Abu Hurairah r.a.,

Rasulullah saw. bersabda: “ Apabila kamu akan shalat, sempurnakanlah wudhumu kemudian menghadap ke qiblat dan langsung takbir.” (HR. Muslim)

Keterangan ini menegaskan, kalau kita akan shalat, sempurnakan wudhu, hadapkan diri ke arah qiblat, lalu bertakbir. Nabi saw. tidak menganjurkan bacaan apapun sebelum takbir. Ini menggambarkan bahwa kita tidak perlu baca ta’awwudz terlebih dulu.

Kalau Rasulullah saw. tidak mencontohkannya, kita jangan melaksanakannya, karena kita diperintahkan untuk shalat sesuai contoh

Rasululullah saw. “Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Menurut hadits ini, shalat yang benar adalah seperti shalat yang dicontohkan Rasul saw. bukan yang sesuai selera kita, walaupun yang kita lakukan itu niatnya bagus, seperti baca a’udzubillah mungkin maksudnya baik yaitu berlindung dari godaan syetan.



Namun karena Rasul saw. tidak mencontohkan, kita pun tidak perlu melaksanakannya. Kita diperintahkan membaca ta’awwudz (a’udzubillah) ketika akan membaca Al Qur’an dan pada rakaat pertama ketika mau membaca surat Al Fatihah (setelah do’a iftitah), sementara pada rakaat berikutnya tidak perlu dibaca, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, “Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl 16:98)

Kesimpulannya, kita diperintahkan shalat mengikuti contoh Rasulullah saw. Ketika akan shalat beliau langsung takbir tanpa membaca au’dzubillah dan bacaan-bacaan lainnya. Kita pun harus melakukan seperti apa yang dilakukan Nabi saw. Wallahu A’lam.
Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

slot mahjong
slot mahjong
slot pragmatic
gambolhoki
slot pragmatic