Cara AQIQAH sesuai Syariah

Pak Ustadz, jika ketika lahir tidak di-aqiqah-i oleh orangtua, katanya ketika dewasa kita boleh meng-aqiqah-kan diri kita sendiri. Jika hal tersebut diperbolehkan, bagaimana cara melaksanakannya? Bolehkan kita mengadakan pengajian pada acara aqiqah, baik yang diselenggarakan di rumah atau pun panti asuhan?

 

JAWAB :

Aqiqah artinya menyembelih kambing di hari ketujuh bayi dilahirkan yang disertai pemberian nama dan pencukuran rambut. Syari’at aqiqah yang sudah ditetapkan ketentuannya berdasarkan dalil yang shahih, merupakan penyerta kelahiran bayi sekaligus menjadi petunjuk betapa kelahiran tersebut mengandung banyak makna dan hikmah.

Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap anak yang lahir tergadai dengan aqiqahnya, sembelihlah (kambing) di hari ke tujuh, berilah nama dan cukurlah rambutnya.” (H.R. Al-Khamsah)

Berdasarkan hadits tersebut di atas, waktu pelaksanaan aqiqah adalah pada hari ketujuh. Taklif (beban) hukum aqiqah ditujukan pada orangtua (bukan pada sang bayi) dan itupun hukumnya tidak sampai pada taraf wajib. Dengan demikian, tidak perlu kiranya meng-aqiqah-kan diri sendiri setelah dewasa bila di waktu kecil orangtua tidak sempat melaksanakannya.

Meski demikian, sebagian ulama membolehkan aqiqah ketika dewasa. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Anas r.a. bahwasannya Nabi Saw. meng-aqiqah-i dirinya sendiri setelah nubuwwah (diangkat sebagai nabi). (H.R. Al-Baihaqi)

Berdasarkan penelusuran para ahli hadits, keterangan tersebut di atas memiliki beberapa kelemahan. Al-Baihaqi sendiri menyatakan bahwa hadits ini munkar. Jika kemudian ada ahli hadits yang men-sahih-kan hadits tersebut, maka ia menjadi syad karena bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih.

Adapun mengenai teknis aqiqah (khususnya berkaitan dengan daging sembelihan), sejauh ini saya belum menemukan hadits yang merinci hal tersebut. Untuk sementara, boleh-boleh saja daging itu dibagikan dalam keadaan mentah atau diolah terlebih dahulu. Hal serupa berlaku pada cara pembagian kambing tersebut, baik dikirim kepada tetangga ataupun mengundang mereka untuk berkumpul dan makan bersama dengan didahului tausiah. Meski demikian, kita harus berhati-hati agar jangan sampai pengajian tersebut dianggap sebagai syari’at aqiqah. Wallahu a’lam.

Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

There are 5 comments

  1. Assalamu’alaikum warohmatulloh…
    pak ustadz,saya adalah orang tua dari anak saya yang ingin lebih kaffah dalam melaksanakan ajaran islam.
    Rosululloh pernah bersabda bahwa setiap anak tergadaikan oleh aqiqahnya.
    Apa yang dimaksud dengan “tergadaikan” pada hadits tersebut. Mohon penjelasan dari pak ustadz.
    Terimakasih, Wasalamu’alaikum warohmatulloh.

    Reply
  2. susanti puji lestari |

    pak ustad sya mau bertanya skrg sya hml 9 bln sdh mau melahirkan sbentar lg. insyaAllahhr ke 7 niatnya mau aqiqah dedek. tapi dsisi lain sya dan suami pny planning jg unt renov rumah yg mau dtempati rmh bag suami dr mertua sya. krna skrg kita msh tinggal dtmpt mertua. yg sya mau tnykan sya hrs mndahulukan yg mna yaa..? 22 nya pentg bagi sya.. mohon unt penjelasannya terima kasih

    Reply
  3. Assalamualaikum pak ustad, saya mau tenyak tentang aqiqah untuk orang yang sudah meninggal, apakah hukum nya di perbolehkan ustad?
    Karena di kampung saya banyak terjadi hak seperti itu.

    Terima kasih.

    Reply
  4. Assalamu’allaikum Wr.Wb.
    Seorang suami masuk masa pensiun setelah 25 tahun kerja di bank dan akan menerima pesangon di akhir masa kerjanya dan di saat ini pun baru memahami bahwa pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang Riba. Apakah pesangon tersebut haram bagi istri dan anaknya Ustadz?

    Reply

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *