Walaikumsalam wr wb
Setiap manusia yang hidup di dunia pasti akan mengalami ujian. Namun, ujian yang kita terima tidak hanya berupa penderitaan dan kesengsaraan atau musibah, tetapi ujian tersebut bisa juga berupa kenikmatan dunia seperti harta kekayaan, istri, dan anak-anak.
Oleh karena itu kita harus selaklu berhati-hati terhadap kenikmatan duniawi yang bersifat semu. Siapa tahu nikmat tersebut merupakan ujian dari Allah swt bagi keimanan kita. Terlebih, jika kenikmatan itu berbentuk harta kekayaan.
Inilah yang dikhawatirkan Rasulullah saw melalui sabdanya “Sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian, dan ujian bagi umatku adalah harta kekayaan” (H.R. Tirmidzi).
Harta merupakan ujian hidup yang sering membawa pelakunya pada hal-hal yang dialrang oleh Allah swt. Oleh karena itu, kita harus mampu menyikapi ujian tersebut secara benar. Berikut akan disebutkan cara-cara untuk menghadapi ujian.
1. Bersikap Sabar
Sabar membuat seseorang selalu merasa tenang dan tentram, hatinya selalu bersyukur terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah swt sehingga orang-orang yang sabar hidupnya selalu merasa berkecukupan. Dia tidak pernah meminta sesuatu yang ukan haknya.
Allah swt akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersabar berupa kenikmatan surge. Sebagaimana firman-Nya, “Dan sesungguhnya Kami akan member balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik (surge) dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S An-Nahl[16]:96).
Sabar bukan berarti menyerah pada keadaan. Sabar adalah ketabahan hati dalam menjalani ujian kehidupan yang dalam menjalani ujian kehidupan yang dihadapkan oleh Allah kepada manusia. Hidup adalah perjuangan yang harus diahadapi, bukan untuk dihindari.
Sabar merupakan fondasi utama dalam menghadapi berbagai macam ujian. Ujian yang menimpa diri kita harus dibarengi dengan positif thinking (berbaik sangka) kepada Allah swt. Sebab, dibalik ujian yang menimpa, tentu ada hikmah yang akan didapatkan.
Oleh karena itu, Allah swt menyatakan dalam firman-Nya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S Al Baqarah[2]: 155-157)
2. Mensyukuri nikmat-Nya
“Barang siapa yang tidak mensyukuri (pemberia) yang sedikit, dia tidak akan mensyukri (pemberian) yang banyak” (H.R Ahmad).
Nikmat Allah yang diberikan kepada manusia sangatlah luas sehingga kita tidak bisa menghitngnya, bahkan tidak akan pernah terhitung, “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Q.S Ibrahim[14]: 34)
Syukur adalah menggunakan nikmat Allah secara proposional. Dengan kata lain, nikmat yang kita terima harus dimanfaatkan sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh-Nya.
Misalnya, nikmat harta harus diinfakkan, ilmu harus diamalakan, umur untuk ibadah , dan sebagainya. Jadi, syukur itu punya makna yang sangat luas, bukan sekadar getaran terima kasih yang terungkap dalam lidah, atau mengadakan upacara syukuran, tetapi yang terpenting adalah memanfaatkan semuakarunia Allah pada jalan yang diridhai-Nya.
Misalnya, Allah mengaruniakan akal kepada manusia, gunakanlah akal itu untuk berpikir, mempelajari hingga mampu membuahkan pemikiran-pemikiran yang baik dan benar. Allah memberikan manusia anggota tubuh yang sempurna, harus dimanfaatkan untuk ibadah dan melakukan hal-hal yang berguna bagi kesejahteraan hidup, “…Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu… “Q.S. Lukman[31]: 14).
Pendek kata, rasa syukur terhadap nikmat Allah dilahirkan dalam wujud amal nyata, baik dilakukan dengan hati, diucapkan dengan anggota badan. Sebagaimana diucapkan oleh Imam Ghazali bahwa ada tiga cara bersyukur kepada Allah yang harus dilakukan.
Pertama, bersyukur dengan hati, yaitu mengakui dan menyadari segala nikmat itu dari Allah. Kedua, bersyukur dengan lidah, yaitu mengungkapkan rasa syukur dengan banyak membaca Alhamdulillah. Ketiga, bersyukur dengan amal perbuatan, yaitu mempergunakan dan memanfaatkan seluruh anggota tubuh untuk beibadah kepada-Nya.
3. Positif Thinking
Senang, sedih, kecewa dan bahagia adalah sesuatu yang biasa kita alami. Ketika mendapat sesuatu yang menggembirakan, kita akan senang dan bahagia. Sebaliknya ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan merasa sedih dan kecewa, bahkan terkadang sampai putus asa.
Akan tetapi sebenarnya bagi seorang mukmin, semua perkaranya dianggap baik karena kita harus selalu positif thinking (berprasangka baik) kepada Allah terhadap ujian yang menimpa diri kita.
Hal ini diterangkan oleh Rasulullah saw “Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin. Sesungguhnya semua perkaranya dianggap baik (positif thinking) dan tidaklah hal ini dimiliki oleh seorang pun kecuali oleh orang mukmin. Jika dia diberi kesenangan, dia bersyukur maka jadilah ini sebagai kebaikan baginya. Sebaliknya, jika dia ditimpa musibah atau ujian (sesuatu yang tidak menyenangkan), dia bersabar, hal ini menjadi kebaikan baginya.” (H.R Muslim)
4. Tetaplah Berdo’a
Allah memerintahkan kita untuk selalu memanjatkan do’a, berharap akan tercapainya suatu keinginan, memohon atas terwujudnya suatu impian. Allah berjanji akan mengabulkan setiap doa yang dipanjatkan kepada-Nya, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (Q.S Al-Mukmin[40]: 60)
Ujian dan musibah hendaknya dihadapi dengan kesabaran dan ketabahan. Berharaplah akan segala kebaikan yang tersimpan di balik ujian yang menimpa. Tetaplah pada keimanan dan berpegang teguh pada agama Allah. Sebagaimana firman-Nya, “Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (Q.S Ali Imran[3]: 101).
Berdoalah selalu dan berikhtiarlah sekuat tenaga. Allah senantiasa bersama orang-orang yang sabar. Allah mencintai orang yang sabar. Abdullah menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada seorangpun yang terkena duka dan kesedihan berdoa, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamaba-Mu, anak hamba-Mu (adam), dan anak hamba perempuan-Mu (Hawa). Ubun-ubunku di tangan-Mu, keputusan-Mu berlaku padaku, qadha-Mu kepadaku adalah adil. Aku memohon padamu dengan setiap nama baik yang telah Engkau gunakan untuk-Mu, yang telah Engkau ajarkan kepada hamba-Mu, atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu, dan ilmu ghaib disisi-Mu, hendaknya Engkau jadikan Al-Quran sebagai penentram hatiku, cahaya didadaku, pelenyap duka dan kesedihannku’ kecuali Allah akan menghilankan duka dan kesedihannya, serta akan mengganti keadaannya dengan kebahagiaan.”lalu beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami harus mempelajarinya?” Nabi menjawab, “Benar, siapa yang mendengarnya, dia harus mempelajarinya.”
Wallahu a’lam
Category: Tanya Jawab Islam
- Home
- Tanya Jawab Islam
- Cara Ideal Menyikapi Ujia...
Humas PI
Related Post
Cara Ideal Menyikapi Ujian?
Apakah shaum yang Anda tanyakan itu sesuai dengan sunah Rasul ? Marilah kita cermati keterangan mengenai shaum-shaum sunah yang dijelaskan dalam keterangan-keterangan yang shahih. Berikut sejumlah keterangan yang menjelaskan tentang jenis-jenis shaum sunah yang dicontohkan Rasulullah saw.,
1. Shaum Senin-Kamis.
“Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah saw., beliau bersabda, “Amal-amal perbuatan itu diajukan (diaudit) pada hari senin dan kamis, oleh karenanya aku ingin amal perbuatanku diajukan (diaudit) pada saat aku sedang shaum.” (H.R. Tirmidzi).
2. Shaum Enam Hari pada Bulan Syawal.
“Diriwayatkan dari Abu Ayyub r.a. Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang shaum pada bulan Ramadan kemudian diikuti dengan shaum (Sunah) enam hari pada bulan Syawal, ia seakan-akan shaum sepanjang tahun.” (H.R.Muslim).
Hadits di atas tidak menjelaskan apakah shaum tersebut dikerjakan berturut-turut atau terpisah-pisah. Ini menunjukkan bahwa kita diberi kebebasan untuk menentukan sendiri, apakah mau berturut-turut atau terpisah-pisah, itu semua tergantung pada situasi dan kondisi per individu, yang penting harus dilakukan pada bulan syawal.
3. Shaum Tasu’a dan A’syura (9-10 Muharram).
“Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw, “Shaum yang paling utama setelah shaum Ramadhan adalah shaum pada bulan Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardu adalah shalat malam.” (H.R.Muslim).
Tanggal berapakah shaum Muharram itu dilaksanakan? Perhatikan keterangan berikut, “Diriwayatkan dari Abu Qatadah r.a. Bahwasanya Rasulullah saw. ditanya tentang shaum hari Asyura (tanggal 10 bulan Muharam), kemudian beliau menjawab, “Shaum itu dapat menebus dosa setahun yang telah lalu.” (H.R.Muslim).
“Dari Ibnu Abbas r.a., berkata: Bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Seandainya saya masih hidup sampai tahun depan, niscaya saya akan shaum pada tanggal sembilan (bulan Muharam).” (H.R. Muslim).
Dari kedua hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa shaum Sunah Muharram dilaksanakan tanggal sembilan dan sepuluh. Shaum tanggal sembilan disunahkan berdasarkan rencana (niat) Nabi saw. untuk melaksanakannya. Jadi, Sekalipun beliau tidak sempat melaksanakannya, kita tetap disunahkan melakukannya.
Sunah semacam ini di kalangan ahli fikih dinamakan Sunah Hamiyyah (cita-cita/rencana) Nabi yang tidak sempat beliau laksanakan.
4. Shaum Daud Shaum Daud adalah shaum yang dilaksanakan selang satu hari. Rasulullah saw. bersabda, “Shaumlah sehari dan berbukalah sehari. Itu adalah shaum Daud a.s. Dan itu shaum yang paling tangguh.” (H.R.Muslim)
5. Shaum pada Bulan Sya’ban Rasulullah saw. suka meningkatkan frekuensi shaum sunah pada bulan Sya’ban. Sya’ban adalah bulan kedelapan pada penanggalan tahun Hijriah, sementara Ramadhan bulan kesembilan. Jadi Sya’ban posisinya sebelum Ramadhan. Aisyah r.a. menjelasakan, “Tidak terlihat oleh saya Rasululllah saw. melakukan shaum dalam waktu sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan tidak satu bulan pun yang sehari-harinya lebih banyak diisi dengan shaum oleh Nabi daripada bulan Sya’ban.” (H.R.Bukhari-Muslim). Maksudnya, Rasulullah saw. shaum secara penuh selama satu bulan hanya pada bulan Ramadhan. Sementara bulan Sya’ban adalah bulan yang paling banyak diisi dengan shaum Sunah oleh Nabi saw.
6. Shaum Tiga Hari Setiap Bulan “Abdullah bin Amr bin ‘Ash r.a. berkata: bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Shaum tiga hari setiap bulan itu seperti shaum sepanjang tahun.” (H.R. Bukhari-Muslim). “Abu Dzar r,a. Berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Apabila kamu shaum tiga hari dalam sebulan, shaumlah pada tanggal: 13,14,15.” (H.R.Tirmidzi).
7. Shaum ‘Arafah Shaum ‘Arafah adalah shaum yang dilaksanakan pada tanggal sembilan Dzulhijjah. Disebut shaum A’rafah karena orang-orang yang melaksanakan ibadah haji sedang melaksanakan puncak ibadah haji yaitu wuquf di ‘Arafah. Karena itu shaum ‘Arafah disunahkan untuk orang-orang yang tidak melaksanakan haji, sementara orang yang sedang melaksanakan haji (wuquf di Arafah) dilarang melaksanakan shaum sunah ‘Arafah. Perhatikan keterangan berikut. “Rasulullah saw. ditanya tentang shaum hari ‘Arafah, beliau menjawab, “Dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan yang tersisa.” (H.R. Muslim) “Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw. melarang shaum ‘Arafah bagi mereka yang sedang berada di ‘Arafah (sedang haji).” (H.R.Abu Daud dan An-Nasai).
Itulah keterangan-keterangan yang menjelaskan jenis-jenis shaum sunah yang dicontohkan Rasulullah saw. Ternyata, kalau kita cermati tidak ada satu keterangan pun yang menjelaskan pelaksanaan dan keutamaan shaum pada hari kelahiran. Bertolak dari analisis di atas, bisa disimpulkan bahwa shaum pada hari kelahiran tidak dicontohkan Rasulullah saw. Tentu saja penulis berkesimpulan demikian tanpa mengurangi rasa hormat kepada yang suka melakukannya. Namun, ibadah mahdhah itu harus mengikuti sunah Rasulullah saw. karena beliau adalah teladan kita. Wallahu A’lam Bis-Shawab.