Cerai Karena Pasangan Penyuka Sesama Jenis

Percikan Iman – Seorang perempuan baru enam bulan menikah, bercerai lantaran sudah tiga bulan dirinya tak pernah disentuh sejumput pun. Pertanyaannya akhirnya berbuah jawaban yang tak mengenakkan, “Aku gak suka perempuan aku sukanya sama laki-laki,” begitu jawab sang suami. 

Sang perempuan pun mem-fasakh suaminya karena dia merasa ditipu oleh lelaki idaman lelaki lain itu. Fasakh ialah menggugat cerai secara hukum karena penipuan. Istilah sejenis ada yang namanya khulu’. Yakni menggugat cerai karena perbuatan dholim atau merendahkan pasangan.

“Dalam hal ini, selain pihak lelaki, yang salah juga orang tuanya karena orang tuanya tidak memberitahukan kondisi anaknya,” kata Ustadz Aam dalam sesi “Bedah Masalah” Majelis Percikan Iman (MPI), di Masjid Peradaban Percikan Iman, Ahad (16/7).

Kasus sejenis juga pernah menimpa salah seorang jama’ah laki-laki. Dia seorang pebisnis sukses. Dia bercerita, istrinya sudah tiga tahun tidak mau dijamah olehnya Usut punya usut, ternyata istrinya tak lagi menemukan getaran pada sentuhan laki-laki, melainkan oleh sesama perempuan.

Ketika istrinya menyarankan cerai, sang suami sempat menahan dan memberikan kesempatan pada sang istri untuk berobat. Namun, gayung tak bersambut, sang istri malah meminta sang suami menceraikannya. Di meja hijau, keputusan pun menetapkan cerai.

Anak dari pasangan tersebut, kemudian ikut sang suami berdasarkan kemauan pihak perempuan. Di sini kita dapat belajar, bahwa sebejat-bejatnya orang tua, fitrahnya tetap ingin anaknya menjadi orang baik. Sang perempuan tahu, anaknya takkan tumbuh menjadi baik jika hidup bersamanya.

Untuk mencegah kasus serupa, Ustadz Aam mengatakan, boleh bagi calon pasangan menikah untuk menanyakan orientasi seksual satu sama lain. Mengingat, di zaman sekarang, disorientasi seksual sedang dipaksakan menjadi lazim adanya alias takdir. Padahal itu penyakit dan dapat diobati di psikiater.


Kemudian, sebagai upaya tindak lanjut merebaknya LGBT di lingkungan kita, ada baiknya dapat menyikapinya dengan bijak. Hindari vonis sehingga mereka tetap memiliki peluang untuk sembuh. Bagaimana pun, ketika seseorang menyalahi fitrahnya, pasti timbul keresahan dalam jiwanya. 

Sebagaimana seorang lelaki yang mengaku dirinya penyuka sesama jenis yang curhat pada Ustadz Aam. Dia seseorang yang tinggal di Jerman dan bekerja di sana. Dia mengaku dirinya homoseksual karena dia pernah dikecewakan oleh pacarnya di masa SMA. Rupanya, kecewa berat dapat menjerumuskan orang pada kondisi jiwa yang ekstrem. 

Lewat diskusi, dia akhirnya menerima saran dari Ustadz Aam, agar mencoba jatuh cinta pada perempuan. Dia menemukan labuhan cintanya pada seorang perempuan warga negara Jerman. Perempuan tersebut satu-satunya perempuan yang menerima dirinya seutuhnya ketika dirinya terbuka akan kondisi jiwanya. Tiga tahun kemudian, dia pulang ke Indonesia, membawa anaknya dan mengaku sudah sembuh. 

Sahabat, mari kita lebih bijak menyikapi orang-orang yang terindikasi mengalami disorientasi seksual. Jangan vonis mereka,
“Kaum Nabi Luth As.” karena sebagian dari mereka statusnya masih korban. Rangkul dan buka ruang untuk diskusi. Siapa tahu, dalam diskusi itu, dia menemukan ketenangan dan muncul keinginan untuk sembuh.

Kalau sudah begitu, ajak dia ke psikiater untuk kemudian diobati.

____

Tulisan dikembangkan dari “Bedah Masalah” di Majelis Percikan Iman (MPI) di Masjid Peradaban Percikan Iman, Arjasari pada Ahad (16/7/2023)

Media Dakwah Percikan Iman

Media Dakwah Percikan Iman

Yayasan Percikan Iman | Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *