Percikan Iman – Di MPI, guru kita senantiasa mendidik kita agar setiap kegiatan kita terhubung dengan cita-cita mulia seorang Muslim, meraih Husnul Khotimah dan mendapatkan ridho Allah S.W.T. Namun, beliau juga mengajarkan kita agar jangan sampai memperhatikan hak-hak kemanusiaan kita, salah satunya memenuhi rasa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
Carilah pahala akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. Al-Qasas:77)
Mendatangi majelis ilmu, bukan berarti kita sama sekali melupakan kebutuhan kita selaku insan. Salah satunya pemenuhan rasa; rasa cinta, rasa rindu, bahkan rasa lapar. Rasa cinta pada pasangan, rasa sayang pada keluarga, rasa rindu pada teman-teman, dan rasa lapar usai kajian.
Alhamdulillah, sarana pemenuhan itu dapat kita temukan di MPI. Berbalut semangat menuntut ilmu, terdorong rasa rindu pada majelis ilmu, kita menghadirinya. Sebagai bonus, Allah S.W.T. berikan suguhan pemenuhan rasa lapar, pemenuhan rasa rindu berduaan dengan pasangan, kebersamaan dengan keluarga, dan rasa rindu pada genk Majelis Ta’lim.
Dalam dimensi ukhrowi, kita berpeluang mendapatkan pahala menuntut ilmu, sekaligus pahala silaturahim, sekaligus pahala bercengkrama dengan pasangan, sekaligus mendapatkan pahala memenuhi kewajiban mendidik anak, tak ketinggalan pahala mempererat ikatan persaudaraan sesama muslim.
Usai majelis, duduk di taman-taman sekitar Masjid Peradaban, duduk melingkar dengan keluarga, bersebelahan dengan pasangan, berderet-deret dengan teman satu genk, sembari menikmati bakso tahu, mih kocok, dan minuman dingin.
Dari perspektif ekonomi, kita juga sekaligus melihat praktik ekonomi berbasis umat berjalan. Uang-uang itu mengalir ke saku-saku sesama jama’ah. Mereka bukan sembarang pedagang, namun juga bagian dari jama’ah. Saling memberi manfaat.
Akal terisi, jiwa ternutrisi, rasa cinta terpenuhi, kantong-kantong pun kian berisi pundi-pundi. Pundi-pundi tersebut lantas mengalir ke rekening-rekening, berdonasi untuk keberlangsungan dakwah PI.
MPI, bukan hanya menjadi sarana mengisi jiwa dan akal dengan cita-cita nan agung, namun juga mengisi rasa yang memang seharusnya kita penuhi.