Sahabat Percikan Iman, pasti sering mendengar istilah Fasik (misal : orang fasik). Dalam Al-Qur’an, kita diingatkan oleh Allah SWT agar jangan sekali-kali bertindak seperti orang-orang fasik, orang yang lalai dan lupa diri.
Mereka disebut oleh Allah sebagai orang-orang fasik, yakni orang-orang yang suka berbuat dosa dan durhaka kepada Allah SWT.
Firman Allah, ”Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr (59) : 19).
Fasik, menurut pakar tafsir Al-Ashfahani, bermakna kharaja ‘an hajr al-syar’i (keluar dari pangkuan syariat atau agama).
Istilah fasik digunakan untuk menyebut orang-orang yang kepadanya telah berlaku hukum-hukum Allah (syariat), tetapi mereka menolak dan menentang baik seluruhnya maupun sebagian besar darinya.
Jadi, istilah ini dipergunakan untuk menyebut orang-orang yang banyak melakukan dosa, baik dosa kepada Tuhan maupun dosa kepada sesama manusia. (Al-Mufradat fi Gharib al-Quran, 380).
Dalam QS. Al-Baqarah (2) : 26-28, telah pula secara jelas disebutkan secara jelas ciri-ciri orang fasik itu.
Pertama, mereka adalah orang-orang yang merusak janji mereka kepada Allah. Dikehendaki dengan janji di sini ialah tauhid. Mereka berjanji untuk menuhankan Allah SWT dan menyembah hanya kepada-Nya. Nyatanya, mereka menyembah setan (QS. Yasin: 60) dan menuhankan hawa nafsu mereka sendiri (QS.Al-Furqan: 43).
Kedua, mereka adalah orang-orang yang memutuskan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah agar disambung. Maksudnya, mereka adalah orang yang suka memutuskan tali silaturahmi dan merampas hak-hak kerabat.
Dalam pengertian yang lebih luas, mereka adalah orang-orang yang memusuhi dan memerangi kaum mukmin, dan di sisi lain mereka berteman serta menjalin hubungan baik dengan orang-orang kafir.
Ketiga, mereka adalah orang-orang yang suka berbuat jahat dan kerusakan di muka bumi. Ini disebabkan mereka tidak bersedia tunduk dan patuh kepada Allah, alias keluar dan lari dari ketetapan-ketetapan agama seperti telah dikemukakan.
Sekiranya manusia taat kepada Allah dan Rasul, pastilah ia mendapatkan apa yang mesti didapatinya, yaitu kebaikan dan kedamaian dalam hidup.
Dari sini dapat dipahami bahwa fasik pada dasarnya adalah sikap lupa diri. Logikanya begini: Seorang manusia, karena lupa diri, ia menjadi lupa kepada Tuhan. Dengan lupa kepada Tuhan, pastilah ia melawan dan menabrak hukum-hukum Tuhan. Dengan menabrak hukum-hukum Tuhan, kerusakan dan kekacauan di muka bumi tidak dapat dihindari. Di sini, fasik identik dengan fasad, yakni kerusakan itu sendiri.
Barangkali, itu sebabnya, orang-orang bijak selalu menasihati kita agar tahu diri dan mengenali diri sendiri.
Sebab, menurut mereka, dengan mengenali diri sendiri kita dapat mencapai ma’rifatullah, mengenal Allah dalam arti yang sebenar-benarnya. Dengan ma’rifatullah, kita dapat menggapai ketenangan dan kedamaian dalam hidup. Karena itu, lagi-lagi kita diseru agar jangan lalai dan lupa diri! Wallahu a’lam!
Ilyas Ismail – republika