Allah SWT menggunakan panggilan kepada manusia sesuai dengan kedekatan dan kedudukannya. Seperti “yaa ayyuhannas”, yaa ayyuhalladzina aamanuu”, “yaa ayyuhal kafirun” dan lain-lain.
Salah satu panggilan mesra dan akrab kepada manusia adalah Yaa ‘Ibadii (Hai Hamba-hambaKu). Penggunaan kata ‘abdun (hamba) adalah untuk manusia mulia dan terhormat di sisi-Nya.
Didalam Al-Qur’an (QS. 17:1,18:65, 89:27-30) Allah SWT. pun menyebut hamba-hamba yang dikasihi-Nya dengan ‘Ibadurrahman.
Arti secara harfiyah, ‘Ibadurrahman terdiri atas dua kata, yakni ‘ibad (jama’ dari ‘abdun) yang berarti hamba-hamba dan ar-Rahman (salah satu dari asma al-husna yaitu Yang Maha Pemurah.
Allah SWT sangat mencintai hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya.
Jadi, ‘Ibadurrahman bermakna “Hamba-hamba Allah yang Maha Pemurah”. Kelak di Yaumil akhir, ‘Ibadurrahman akan bersama Para Nabi, Shiddiqiin, Syuhada dan Ash-Shalihin (QS.4:69).
Al-Qur’an dalam Surat al-Furqon mulai dari ayat 63-77 menjelaskan beberapa sifat dan karakteristik ‘Ibadurrahman, antara lain :
Pertama ; Alladzina yamsyuuna ‘alal ardhi haunan (orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati.
Muhammad Ibnu Jarir Ath-Thobari menjelaskan : “yamsyuna fil ardi bil hilmi wassakinati walwaqoori ghairo mustakbirina wa laa mutajabbirina wa laa saa’aina fiha bil fasadi wa ma’aashi lillahi” (mereka berjalan di muka bumi dengan pemurah (santun), tenang, penuh wibawa tidak berlagak sombong dan sewenang-wenang, tidak berbuat kerusakan di dalamnya serta tidak bermaksiat kepada Allah).
Kedua ; Idza khatabahumul jahiluna qoluu salama (bila ditegur orang yang jahil, ia mengucapkan salam kedamaian).
Mereka membalas sikap dan perkataan orang-orang yang tidak baik dengan kebaikan.
Orang-orang shaleh sepanjang sejarah manusia selalu dihadapkan dengan perilaku buruk dan dzalim manusia yang jauh dari hidayah.
Demikian juga para Nabi dan Rasul, selalu berhadapan dengan orang-orang yang benci, dengki, bodoh dan meremehkan, merendahkan bahkan melemahkan perjuangan. (QS.23:96,41:34)
Ketiga ; Yabituuna lirabbihim sujjadan wa qiyaman (orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka).
Mereka istiqomah mendirikan shalat tahajjud di malam hari. Ibadah sunnah yang sangat tinggi nilainya di hadapan Allah.
Sedikit orang yang mampu melakukannya pada saat sebagian besar manusia tidur lelap. Mereka justru sedang asyik bermesraan dengan Tuhan, Pemilik semesta. Sehingga mereka pantas mendapatkan kedudukan yang mulia. (QS. 17:79, 26:76). Inilah yang paling baik untuk taqarrub illallah bagi orang-orang yang bertakwa (QS.3:17).
Keempat ; Idza anfaquu lam yusrifu wa lam yaqturu wa kana dzalika baina qowamaa (apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian).
Ada dua konsep untuk menjaga keseimbangan dan kehormatan diri dalam menyikapi harta yakni tabzir dan israf.
Tabzir (pelakunya disebut Mubazzirin adalah perilaku boros dan membuang-buang harta. Makan dan minum tak dihabiskan bahkan hanya dicicipi, lalu dibuang. Itulah perbuatan setan. (QS.17:26-27).
Demikian pula israf (pelakukanya disebut Musrifin) yakni berlebih-lebihan dalam segala hal. Makan dan minum kekenyangan, belanja berlebihan menuruti hawa nafsu, menonton berlebihan hingga lupa waktu, bahkan dalam berinfak juga berlebihan dan seterus.
Tidak boros dan tidak pula kikir yakni kedermawanan. (QS. 57:23-24,17:29-30). Kiranya kita termasuk didalamnya. Amin. Allahu a’lam bish-shawab.
Allah tak suka orang yang berlebihan. (QS. 6:141,7:31). Perilaku boros (tabzir) dan pelit (bakhil) adalah kesombongan dan akan menimbulkan penyesalan. Tempuhlah jalan tengahnya (baina qowama).
REPUBLIKA, Oleh: Ustaz Hasan Basri Tanjung MA