Empat Aset Termahal

Percikan Iman – Sejatinya kita semua adalah perantau yang suatu saat pasti akan kembali ke kampung halaman, yakni surga. Tiket surga ada pada kuasa Allah Swt. dan hanya dengan Rahmat-Nya, kita bisa masuk ke dalamnya. Dengan begitu, kita beruntung karena kita memiliki tujuan yang jelas dalam hidup ini. Malah, selain itu, kita juga diberikan modal untuk kita “kelola” sehingga mencukupi bekal kita saat waktunya nanti. 

Semua manusia, pada dasarnya berasal dari surga. Bukankah kakek dan nenek kita, Nabi Adam As. dan Bunda Hawa Allah Swt. tempatkan di surga saat baru diciptakan dulu? Hanya, karena khilaf, akhirnya, kita harus merantau lebih jauh sampai ke dunia ini. Tentu kita semua yakin, itu semua ada dalam kuasa Allah Swt. 

Namun, sejatinya Allah Swt. memberi kita semua peluang yang sama untuk bisa kembali ke kampung halaman kita. Hanya, untuk bisa memasukinya, kita harus meniti jalan yang benar, yakni dengan senantiasa mengkalibrasi tujuan kita. Selanjutnya, waspada dengan segala godaan, halangan, maupun ujian yang pasti ditemui di tengah jalan. 

Untuk itu, Allah Swt. membekali kita seperangkat alat agar kita bisa mengenali tanda-tanda atau rambu-rambu. Namun, semua alat tersebut tidak akan berfungsi dengan baik manakala kita tidak pernah menggunakan dan merawatnya. Jika kita mengenali, memfungsikannya, dan mampu merawatnya dengan baik, semua perangkat itu akan menjadi aset yang amat berharga, lebih daripada dunia dan seisinya. 

Apa sajakah aset-aset itu? Yang pertama, adalah kecenderungan untuk menjadikan Allah Swt. sebagai satu-satunya tujuan, sebagai satu-satunya tempat bergantung, mencurahkan rindu, merasa tentram, sebagai pelindung. Selanjutnya, modal berupa panca indera dan fungsi akal serta qalbu. Modal berikutnya, yakni rasa suka pada lawan jenis dan harta. Terakhir, modal berupa nafsu.

Untuk yang pertama dan paling utama, kita menyebutnya dengan fitrah bertauhid alias kecenderungan diri membutuhkan Allah Swt. dalam segala hal. Dalam Qur’an, surat Al-A’raf ayat 172, Allah Swt. berfirman, 

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ 

Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) manusia keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka seraya berfirman, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul, Engkau Tuhan kami, sungguh kami bersaksi.” Kami melakukan itu agar pada hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya, ketika itu kami lengah terhadap perjanjian ini.”

Fitrah ini terlihat dari mereka yang tidak mentauhidkan Allah Swt. pasti berakhir pada kehampaan atau kegersangan. Mereka seperti orang yang kehilangan arah dalam hidup, bingung mau ke mana, dan pada akhirnya kehilangan makna kehadiran dirinya. Sampai, pada suatu saat ia mencoba kembali pada fitrahnya. Kisahnya, dapat kita temukan pada mereka yang akhirnya kembali ke dalam Islam.

Beruntung, jika sampai hari ini, kita masih beragama Islam. Hanya, fitrah tauhid ini tidak otomatis berfungsi dengan baik, perlu perawatan yang memadai. Cara merawatnya ialah dengan menjauhkan diri dari perilaku syirik dan kafir. Maka, penting bagi kita untuk mengetahui apa saja perilaku atau sikap yang termasuk dalam kategori syirik atau menyekutukan Allah Swt. 

Aset berikutnya yang harus kita perhatikan ialah aset berupa mata, telinga, serta akal-hati. Allah Swt. berfirman dalam Qur’an, surat Al-Mulk ayat 23, 

قُلْ هُوَ الَّذِيْٓ اَنْشَاَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَۗ قَلِيْلًا مَّا تَشْكُرُوْنَ 

Katakan, “Allah-lah yang menciptakanmu dan menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Tetapi, sedikit sekali kamu bersyukur.”

Mata dan telinga adalah perangkat utama yang dengannya kita bisa membaca, membaca ayat-ayat Allah Swt. dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah Saw. maupun ayat-ayat berupa ilmu pengetahuan mengenai alam dan manusia itu sendiri. Setelah membaca, kemudian kita menelaah, mendapatkan ide, hingga pada akhirnya membuka jalan untuk semakin dekat pada Allah Swt. 

Untuk merawatnya, hendaknya, kita menggunakan perangkat ini untuk sebanyak-banyak mempelajari ayat-ayat Allah Swt. dan Sunnah Nabi-Nya sehingga menjadi petunjuk. Juga, menjauhkan dari perilaku yang menyalahgunakannya, justru untuk melihat atau mendengar apa yang dilarang oleh Allah Swt. 

Salah satunya dengan menerapkan gadhul bashar atau menjaga pandangan. Caranya, yaitu dengan memalingkan padangan dari perkara yang Allah Swt haramkan, juga dengan memperbaiki cara pandang terhadap sesuatu. Pandangan yang benar, akan menjaga hati dan pikiran tetap jernih. Sementara, cara pandang yang benar akan mengantarkan kita pada sikap yang proporsional. 

Aset berikutnya yaitu berupa kecenderungan suka pada lawan jenis dan harta benda. Mengenai hal ini, Allah Swt. berfirman dalam Qur’an, surat Ali Imran ayat 14, 

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ

Telah ditanamkan pada manusia rasa indah dan cinta terhadap wanita, anak-anak, harta yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan lahan pertanian. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.

Kecenderungan rasa suka pada lawan jenis dan harta merupakan cara Allah Swt. agar kita mampu melakukan tugas selama hidup di dunia secara berkesinambungan. Suka pada lawan jenis akan mengantarkan pada lahirnya keturunan. Sedangkan suka pada harta, akan menjadikan orang bersemangat untuk hidup, mendapatkan fasilitas untuk menunjang kehidupannya, menunjang perannya sebagai hamba Allah Swt., pun sebagai khalifah-Nya. 

Untuk merawat rasa aset yang satu ini, hendaknya kita menyalurkannya hanya pada jalur yang Allah Swt. perkenankan. Yaitu, lewat jalur pernikahan. Pun, dalam mencari harta, hendaknya kita tidak melanggar cara-cara yang Allah Swt. larang, seperti mencuri, korupsi, atau merampas dari orang lain.

Aset berharga terakhir adalah nafsu. Nafsu dalam diri kita ibarat generator yang menggerakan kita sehingga kita bisa berjalan menuju tujuan. Hanya, kita harus menjaganya tetap bersih sehingga “kemauan” yang lahir darinya adalah kemauan meraih yang baik-baik saja. Dalam Qur’an, surat As-Syams, ayat 7.10, Allah Swt. berfirman, 

وَنَفْسٍ وَّمَا سَوّٰىهَاۖ

demi jiwa serta penyempurnaan ciptaannya,

فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ

maka Allah mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaannya,

قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ

sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya,

وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ

dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.

Agar nafsu dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka kita harus merawatnya dengan membersihkannya. Imam Al-Ghazali menyebut upaya membersihkannya sebagai tazkiyyatun nafs. Menurut beliau, tazkiyatun nafs merupakan pembersihan diri dari sifat kebuasan, kebinatangan, dan setan untuk kemudian mengisi dengan sifat-sifat terpuji. Menrut Sa’id Hawwa, ada tiga langkah melakukan tazkiyyatun nafs:

  1. Tathahhur : menyucikan jiwa dari beragam penyakit hati seperti kufur, nifak, kefasikan, kemusyrikan, riya, kedengkian
  2. Tahaqquq : tauhid, taubat secara terus menerus, tawakal, zuhud, shidiq kepada Allah, ikhlas, ubudiyah
  3. Takhalluq: berakhlak dengan nama-nama Allah Yang Mulia

Wallahu a’lam bi shawwab

______

Tulisan ini, kami kembangkan berdasarkan materi yang disampaikan oleh guru kita, Dr. Aam Amirudin, M.Si. pada Majelis Percikan Iman (MPI) di Masjid Peradaban Arjasari, serial “Perjalanan Hidup; Fase-fase Kehidupan”, setiap Ahad sepanjang bulan September 2024 

Media Dakwah Percikan Iman

Media Dakwah Percikan Iman

Yayasan Percikan Iman | Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *