Percikan Iman – Kasus Coldplay itu euforia. Ada yang sampai jual kulkas, jual motor, itu tanda-tanda euforia. Kita harus sadar kalau dunia itu permainan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ فَاِذَا جَاۤءَ وَعْدُ الْاٰخِرَةِ لِيَسٗۤـُٔوْا وُجُوْهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوْهُ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَّلِيُتَبِّرُوْا مَا عَلَوْا تَتْبِيْرًا
Jika kamu berbuat baik, berarti kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, kerugian kejahatan itu untuk dirimu sendiri. Apabila datang saat hukuman kejahatan yang kedua, Kami bangkitkan musuhmu untuk menyuramkan wajahmu. Lalu, mereka masuk ke Masjidil Aqsa, sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai. (QS. Al-Isra’:7)
Itu bukan bicara agama, namun juga urusan dunia. Apa yang kita lakukan pada usia 30 akan menentukan bagaimana kondisi tubuh kita pada usia 50 tahun. Kalau sering begadang, merokok, tiap hari bob, jus kotak, minuman dalam kemasan, apalagi tiap hari. Ketahuilah, kalau kita tidak melatih otot, mulai usia 30 tahun kepadatan ototnya akan terus menurun satu persen per tahunnya.
Mari, kita mulai perbaiki kebiasaan kita dari yang terkecil. Mulai dari membuang sampah, cara menyimpan sepatu di masjid, atau makan – minum kita. Selanjutnya, kita juga harus memahami jika dunia itu “perjuangan”. Dalam surat Al-Insyirah ayat 7-8, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ
Apabila kamu telah selesai mengerjakan suatu urusan, maka tetaplah bekerja keras untuk urusan berikutnya,
وَاِلٰى رَبِّكَ فَارْغَبْ ࣖ
dan hanya kepada Tuhanmu, hendaknya kamu berharap.
Hidup itu tidak datar. Ada naik, ada turun. Itulah kenapa ada istilah “Life is never flat”. Hidup menikah, ada kalanya menyenangkan, ada kalanya juga menyebalkan. Dalam ayat tersebut, kita dapat mendapatkan pelajaran, kita boleh bekerja keras dalam berbagai urusan. Namun, harus dipahami, pada Allah Swt. juga tempat kita kembali. Kita harus sadar, bahwa hidup ini harus kita perjuangkan. Itu karena Allah Swt. menilai sesuai kadar usaha kita, bukan pencapaian kita.
“Semakin berat perjuangan, semakin besar pahala dari Allah Swt.”
Dalam ayat lainnya, Allah Swt. juga berfirman,
وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ
Katakan, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Allah mengabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah:105)
Di dunia ini, ada orang yang ingin barang tertentu. Kalau punya uang, tentu boleh. Namun, kalau tidak ada alasan yang jelas, sebaiknya dihindari. Ingatlah, memiliki sesuatu dengan cara berhutang itu tidak baik, kecuali kondisi darurat. Jangan dibiasakan. Dengan begitu, kita tahu nilai perjuangan dalam hidup. Mari kita berjuang sesuai kadarnya. Begitu kita tidak berjuang, kita berpotensi menanggung beban konsekuensi.
“Hidup itu perjuangan, makan-minumlah sesuai kadarnya. Jangan sampai demi kelas, mampunya di pinggir jalan, memaksakan diri di mall.”
Kebiasaan kita akan menggambarkan kualitas hidup kita. Lebih baik bersusah-susah, nantinya di masa tua akan ringan.
Selanjutnya, dunia itu kadang melelahkan. Kita pasti sering merasakan kelelahan dalam hidup. Tinggal kita mau menikmatinya atau tidak. Misalnya, kita berangkat ke pengajian dengan sepeda. Pasti melelahkan, namun kita pasti bisa menikmatinya. Lelah itu manusiawi, tugas kita adalah mencari maknanya kemudian menikmatinya. Sayangnya, kebanyakan manusia itu ingin hasil yang instan.
Jangankan kita, Nabi Ya’qub As. pun pernah merasakan lelah yang amat sangat ketika anak kesayangannya, Nabi Yusuf As. hilang. Nabi Yusuf As. dibawa ke hutan, lalu dibuang ke dalam sumur. Mendapat laporan anaknya meninggal, tapi jasadnya tak kembali. Anak meninggal itu jelas, ini hilang. Pasti lebih melelahkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
Ya‘qub menjawab, “Hanya kepada Allah, aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS. Yusuf:86)
Dalam ayat tersebut, kita dapat menemukan jika Nabi Ya’qub merasa lelah dan kesulitan, sama seperti kita. Namun, Nabi Ya’qub As. tidak mengeluh, melainkan mengadukannya hanya pada Allah Swt. Lelah dan sulit itu melekat pada kita, namun jangan salah mencari hiburan. Idealnya, kita kembali ke Allah Swt. salah satunya lewat Al-Qur’an, jangan malah ke media sosial (saja).
Masalahnya, kembali pada pilihan kita. Kita tidak salah mengakses instagram, asal sebagai pelarian pada kebaikan. Lagi sedih, kita cari konten yang bersifat nasihat. Kenyataannya, kebanyakan kita just having fun. Mau tidur, bukannya menatap suami sendiri, malah menatap suami orang lain di instagram. Mau tidur, bukannya menyentuh istri, malah megang ponsel.
“Jangan sampai ketika kita lelah, malah melarikan diri pada hiburan semata, melainkan kembalikan pada Allah Swt. sehingga mendapatkan inspirasi dan semangat.”
Terakhir, dunia itu suka memperhamba. Kita dijadikan hamba oleh dunia. Berhati-hatilah, di antara Euforia dunia itu suka memperhamba. Niatnya, nyari hiburan di IG hanya 5 menit, eh tahu-tahu, sudah satu jam. Inilah bukti kalau dunia itu suka memperhamba. Atau menonton serial drama. Awalnya, hanya satu episode, eh jadi empat episode. Apalagi, satu episode bisa 50 menit. Karena itu, mari kita kurangi paparan konten yang “just for fun”.
Mari kita lihat hadits dari Imam Bukhori. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang (kesempatan)”. (HR. Bukhari no. 6412)
Apabila saat sehat, kita terbiasa tahajud, kemudian kita sakit, kita berpeluang memperoleh pahalanya meski tak melakukannya. Begitupun ketika kita terbiasa mengisi sehat dan waktu luang kita dengan datang ke majelis taklim. Karena itu, jangan sampai kita mengisi waktu luang serta sehat tubuh kita dengan perbuatan yang kurang bermanfaat. Allah Swt. itu Maha Adil, memberi pahala sesuai dengan apa yang kita biasakan.
Nabi sangat memuliakan anak muda, yang saat muda hati dengan agama atau beribadah pada Allah Swt. Kalau sudah berumur, dekat dengan agama, ada batas kewajaran. Sedangkan yang muda, tenaganya masih banyak, sehat, waktu luangnya banyak. Pahalanya lebih besar. Makannya amal sholeh terbaik itu saat kita sehat dan punya waktu luang.
Itulah sifat-sifat dunia yang patut kita waspadai sehingga tidak terbuai dengan euforia dunia.
____
Tulisan merupakan resume materi kajian utama Majelis Percikan Iman (MPI) yang disampaikan oleh guru kita, Ustadz Aam Amirudin di Masjid Peradaban Percikan Iman, Arjasari