Percikan Iman – Lihat orang-orang kaya dengan liburan di kapal pesiarnya, dengan mobil sport-nya, dengan rumah mewahnya, siapa sih yang tidak tergiur? Ibarat orang “kehausan” dipertontonkan orang meminum air es, otomatis menelan ludah. Masalahnya, yang menontonnya, tak semua orang yang mampu memenuhinya. Maka bertambah haus-lah ia, dan akhirnya menghalalkan segala cara atau ia menjadi gila. Hati-hatilah dengan jebakan gaya hidup hedon.
Hedonisme merupakan pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Pandangan ini menganggap seseorang akan merasakan bahagia dengan cara mencari kebahagiaan sebanyak mungkin, dengan cara apapun demi menghindari perasaan yang dapat membuatnya merasakan sakit (tidak nyaman).
Hedonisme adalah kebalikan dari sifat hidup seadanya atau sederhana. Biasanya, orang yang memiliki gaya hidup sederhana cenderung enggan membeli barang yang tidak sesuai kebutuhannya. Sementara hedonisme adalah perilaku sebaliknya. Hedonisme merupakan gaya hidup ketika seseorang membeli barang-barang yang sebenarnya tidak ia perlukan atau tidak dapat digunakan dengan maksimal.
Pada dasarnya, manusia memang Allah Swt. tanamkan di dalam hatinya rasa cinta pada harta-benda, sebagaimana firman-Nya dalam Qur’aan, surat Ali Imron ayat 14,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ
Telah ditanamkan pada manusia rasa indah dan cinta terhadap wanita, anak-anak, harta yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan lahan pertanian. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.
Senang dengan harta benda itu, normal, hanya bagaimana cara “mengekspresikannya” itu yang Allah Swt. atur. Dengan rasa cinta pada harta, seseorang tergerak untuk mengumpulkannya kemudian dia bisa membelanjakannya untuk melindungi kehidupannya juga keturunannya. Sekaligus bisa ia gunakan untuk beribadah pada Allah Swt. lewat infak dan sedekah hingga puncaknya, haji. Hanya, sebagian manusia, ada yang justru menggunakannya untuk mengejar “fatamorgana” dunia. Dia kira, dengan melakukannya, dengan memilikinya akan membahagiakannya, padahal justru menjerumuskannya pada kebinasaan. Untuk itu, Allah Swt. merperingatkan kita dalam Qur’an surat, At-Takatsur
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٣﴾ ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٤﴾ كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ﴿٥﴾ لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ﴿٦﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ ﴿٧﴾ ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Jangan berbuat begitu! Kelak, kamu akan mengetahui akibat perbuatanmu itu, Janganlah berbuat begitu! Kelak, kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat Neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan yang diterima ketika di dunia.
Jika “bermegahan” karena benar mampu, ada taraf yang memang Allah Swt. perbolehkan, selama halal. Hanya, masalahnya ada orang yang bergaya lebih daripada kemampuannya. Pemicunya tak lain adalah “flexing”. Sebagaimana dirangkum oleh ilmuan antropolog dalam jurnalnya,
Fenomena ini cukup penting untuk dikaji dikarenakan fenomena yang terjadi ini bukan hanya dilakukan oleh kalangan kelas sosial atas atau disebut keluarga yang kaya di masa kini, tetapi bertransformasi pada konsumsi budaya massa di berbagai kalangan atau golongan, termasuk juga pada kelas menengah bawah atau bisa dibilang ekonomi yang tergolong hanya pas – pasan.
Melansir Kompas.com, populasi crazy rich di Indonesia pada tahun 2020 tercatat sebanyak 1.390 orang. Jumlah ini meningkat sebesar 1 persen selama pandemi tahun 2021 menjadi sebanyak 1.403 orang. Jika saja setengah dari mereka secara rutin memamerkan kekayaan atau venue-venue tempat liburan di medsos, maka dalam sehari saja sudah terdapat 700 postingan, seminggu 4.900 postingan, dan sebulan 21.000 postingan.
Melihat berbagai materi melimpah dan fasilitas mewah, siapa yang tidak ingin turut menikmatinya? Dari sudut pandang pelaku para pelaku flexing, para peneliti menyimpulkan, setidaknya ada tiga pemicu utama:
- Rendahnya self-esteem (persepsi nilai diri) seseorang,
- Pengaruh intensitas penggunaan media sosial untuk tujuan pemasaran,
- Serta kecenderungan narsistik manusia yang haus akan pujian.
Seiring dengan perkembangan zaman desa – desa yang beralih bentuk menjadi perkotaan sehingga mengalami perubahan dari bentuk hingga fungsinya seperti bangunan fisik, landscape dan manusianya. Dengan adanya peningkatan kemakmuran maka kemajuan pada gaya hidup juga ikut mewarnai kehidupan di masyarakat. Perilaku hedonisme seakan telah menjadi sesuatu hal yang lazim di masyarakat yang diperlihatkan dengan cara langsung maupun lewat sosial media
(Rahadi, 2017).
Sebenarnya fenomena flexing sudah muncul sejak berabad-abad tahun yang lalu. Dahulu kala flexing dikenal sebagai conspicuous consumption atau konsumsi yang mencolok. Pada tahun 1899, Thorstein Veblen mengangkat tema tersebut dalam salah satu bukunya berjudul “The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions“. Dalam teorinya, ahli ekonomi dan sosiolog berkebangsaan Amerika ini mengungkapkan adanya ‘konsumsi yang mencolok’ untuk menggambarkan bagaimana benda atau barang dipamerkan untuk menunjukkan status dan posisi sosial.
Contohnya, “flexing” yang dilakukan oleh Qarun dengan pameran harta-kekayaannya. Sebagaimana kita dapat temukan dalam ragam sumber, Qorun menyimpan hartanya dalam satu gudang, yang kuncinya saja harus digotong oleh beberapa orang kuat. Beberapa ahli sejarah, menilai, perilaku “menggotong kunci” tersebut sebagai sarana “flexing”. Akibatnya, orang-orang yang melihatnya “tertipu”, ingin menjadi seperti Qorun. Padahal, Allah tidak menyukainya sehingga ia ditelan oleh bumi.
Padahal, ketika seseorang hidup di luar batas kemampuannya, dia akan hidup dalam tekanan yang berat. Hidup mengawang-ngawang, hanya akan mengantarkan pelakunya menghalalkan segala cara atau gila. Berhutang tanpa berpikir ulang, bahkan bisa jadi mencuri hingga bermain judi. Hiduplah realistis sehingga tenang hidupmu. Na’udzubillahi min dzaalik
Wallahu a’lam bi shawwab
—
Materi ini, dikembangkan berdasarkan materi yang Ustadz Aam sampaikan pada Majelis Percikan Iman, di Masjid Peradaban Arjasari, selama bulan Mei 2024