hadist amal tertolak tanpa dasar kuat percikan iman

Hukum Shaum (Puasa) Rajab

Assalamu’alaykum. Pak Aam, saya sering mendapat broadcast (BC) tentang anjuran beribadah sunnah termasuk puasa Rajab? Apakah puasa (shaum) Rajab ada dalilnya dan harus berapa hari? Sebab ada juga ustadz yang menganjurkan karena katanya bagus ibadah sunah di bulan Rajab. Mohon penjelasannya dan terima kasih. ( Tita via inbox fb)

Wa’alaykumsalam Wr Wb. Iya ibu Tita, mojang bujang dan sahabat-sahabat sekalian. Saya akan jelaskan dulu pertanyaan Anda tentang puasa Rajab ini. Banyak juga yang menanyakan seperti Anda ini. Penjelasan ini sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan serupa tentang puasa Rajab.

Begini, hadits tentang anjuran puasa Rajab termasuk yang Anda terima tersebut adalah hadits dhaif (lemah) dan bahkan malah ada yang menyebut hadits tersebut maudhu (palsu) sehingga tidak perlu diamalkan. Seperti yang disampaikan Ibnu Taimiyah yang mengatakan,

”Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Rasul Saw dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin”.

Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran dalam beramal. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.

Bahkan kalau kita merujuk pada pendapat seorang ulama besar yang bernama Ibnu Hajar Asqalani mengatakan, “Tidak terdapat riwayat yang shahih yang layak dijadikan dalil tentang keutamaan bulan Rajab, tidak pula riwayat yang shahih tentang puasa khusus di bulan Rajab, atau puasa di tanggal tertentu di bulan Rajab, atau shalat tahajud pada malam tertentu di bulan Rajab”

Puasa (shaum) sunnah adalah salah satu ibadah yang pahalanya sangat besar. Namun harus diingat bahwa semua ibadah harus mencontoh kepada Rasul khususnya ibadah mahdhah seperti shalat dan puasa. Kalau tidak maka akan tertolak. Coba kita perhatikan sebuah hadits yang disampaikan Ummul Mu’minin Aisyah ra,

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Saya juga perlu tegaskan bahwa yang namanya ibadah itu ukurannya bukan bagus tapi benar. Benar menurut siapa? Tentu benar menurut Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah.

Sebab kalau ibadah ukurannya bagus maka akan ngacau dan ngarang ibadah kita. Benar itu ukurannya Al Quran dan hadits sementara bagus itu ukurannya kita atau pendapat orang.

Misalnya shalat Subuh itu benarnya 2 rakaat, karena ingin bagus maka dikerjakan 4 rakaat. Begitu juga puasa, benarnya hanya sampai adzan Maggrib berbuka namun karena ingin terlihat bagus maka ditambahi sampai Isya atau tengah malam karena kuat. Nah, ini kan ngarang dan kacau kalau ibadah ukurannya bagus.

Dalam ibadah jelas kita wajib mencontoh apa yang dilakukan oleh Rasul, jangan mengarang atau sekehendak hati. Dalam Al Quran juga telah disebutkan bahwa Rasul adalah suri teladan yang baik dan mulia, bukan hanya sifat dan akhlaknya melainkan juga teladan dalam beribadah,

“Sungguh, pada diri Rasulullah itu ada suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan yakin akan kedatangan hari Kiamat serta banyak mengingat Allah.” ( QS.Al Ahzab: 21)

Suri teladan Rasul itu bukan hanya sikap dan akhlaknya tetapi teladan dalam ibadah. Jadi dalam ibadah sunnah jangan lebih mengutamakan hadits yang dhaif yang tidak ada contoh dari Rasul. Sementara yang jelas ada dalilnya dan shahih haditsnya malah sering kali ditinggalkan atau tidak dikerjakan.

Di kita ini memang kadang aneh, lebih memburu mengerjakan hadits yang dhaif dari pada yang jelas dalilnya shahih. Misalnya shaum sunah yang jelas ada dalil dan contoh dari Rasul itu seperti Senin,Kamis, puasa tengah bulan (Yaumul bits) dan sebagainya masih jarang dikerjakan. Sementara dalil puasa sunah yang dhaif haditsnya seperti puasa rajab,puasa hari kelahiran malah dikerjakan.

Padahal puasa Senin atau Kamis itu kan setiap minggu ada. Puasa tengah bulan juga setiap bulan ada sehingga kita berkesempatan untuk menunaikannya. Lah, ini puasa Rajab yang setahun sekali malah ingin dikerjakan dan diburu atau ditunggu-tunggu untuk dikerjakan.

Kalau ingin puasa sunnah di bulan Rajab, Anda bisa mengerjakan puasa sunnah Senin dan Kamis atau puasa tengah bulan ( yaumul bith) yang jelas dalil atau haditsnya shahih. Itu saja dulu Anda kerjakan secara rutin dan istiqomah.

puasa sunah senin kamis buka sahur percikan iman
Puasa Sunah Senin Kamis

Kemudian saya juga ingin mengingatkan bahwa di zaman medsos sekarang ini jangan mudah menyebarkan broadcast atau pesan sesuatu kepada orang lain yang belum jelas kebenarannya. Apalagi terkait dengan hukum ibadah. Sebaiknya sebelum disebar dicek dulu dan pastikan kebenarannya.

Kalau masalah hukum ibadah atau hadits ya Anda harus bertanya kepada ahli hadits. Bukan sekedar peracaya pada ustadz, kan sekarang ini banyak orang yang mudah mendapat gelar atau sebutan ustadz. Orang yang pandai bicara atau ceramah langsung disebut ustadz padahal belajarnya hanya dari internet.

Ini sekaligus saya nasihatkan, mohon maaf tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada teman-teman atau saudara yang suka ceramah. Kalau sekedar pandai ceramah belum tentu ia seorang ustadz atau apalagi ulama. Seseorang yang mempunyai kemampuan berceramah itu lebih didasari kemampuan retorika dan komunikasi yang baik. Sementara ustadz atau ulama itu berdasarkan keilmuannya dibidang agama, misalnya ahli hadits, ahli tafsir, ahli falaq, dan keilmuan khususnya lainnya dibidag agama Islam.

puasa shaum sunah 3 hari sebulan hikmah percikan iman
Puasa Shaum Sunah 3 hari dalam sebulan Ayyamul Bidh

Seperti begini, tidak semua dokter itu tahu semua penyakit. Anda ingin periksa kehamilan ya harus ke dokter kandungan, jangan ke dokter gigi atau atau dokter anak. Mungkin tahu tentang kehamilan tapi sedikit, berbeda dengan dokter kandungan yang dia tahu lebih detail, sebab keahliannya atau bidang yang digeluti selama puluhan itu bidang kandungan.

Demikian juga dengan ustadz, kalau masalah hadits ya tanya ke ulama ahli hadits karena ia lebih paham sesuai dengan kapasitas keilmuannya. Bukan sekedar bertanya pada orang yang mendapat julukan atau sebutan ustadz. Iya, boleh jadi tahu tapi masih bisa diragukan karena kapasitas ilmunya masih terbatas.

Ingat apa yang dipesankan Rasul Saw dalam menyebarkan kebaikan,

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim)

Hadits ini menjelaskan tentang keutamaan orang yang menunjukkan kebaikan termasuk menyebarkannya. Jadi orang yang mengajak atau menyebarkan kebaikan insya Allah ia akan mendapat kebaikan juga sekiranya orang tersebut mengerjakan kebaikan tanpa mengurrangi pahalanya.

Kemudian kita balik, bagaimana kalau yang disebarkan keburukan atau sesuatu yang tidak benar apalagi terkait ibadah yang kemudian dikerjakan orang lain? Apakah ia tidak akan mendapat keburukan juga?. Tentu sama, menyebarkan kebaikan dapat kebaikan, menyebarkan keburukan atau kebohongan akan mendapat balasan keburukan pula.

Sekali lagi saya mengingatkan kepada diri sendiri juga kepada sahabat-sahabat sekalian untuk berhati-hati dalam menyebarkan berita atau informasi (broadcast). Jangan mudah menyebarkannya sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Cek dulu, kalau tidak tahu lebih baik diam, dihapus atau ditahan.

Mungkin ada yang berpendapat, koq ribet amat, harus dicek dulu. Ya iya, kan dalam Islam ada aturannya yang jelas kalau dapat berita harus tabayyun dulu. Tentu kita harus fair, Anda kalau menyebarkan kebaikan ingin dapat pahala sementara kalau menyebarkan keburukan,bohong dan dusta tidak mau dapat dosa. Tentu tidak bisa begitu, harus fair. Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. Wallahu’alam. [ Editor: iman]

Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *