Dalam Islam, kita mengenal beberapa hari besar. Dalam satu minggu, kita akan bertemu dengan hari Jum`at, sebuah hari besar dalam taraf mingguan. Untuk level tahunan, kita pun mengenal Idul Fitri dan Idul Adha sebagai hari besar level tahunan bagi komunitas muslim se-dunia. Mengenai Ied yang pertama (Idul Fitri), lumrahnya kita lebih perhatian dalam menyambut kedatangannya dan merasakan lebih semarak dalam setiap kali memperingatinya.
Idul Fitri yang dirayakan pada setiap tanggal 1 Syawal, eksistensinya terasa lebih sakral jika dibandingkan dengan Idul Adha yang terjadi pada tanggal 10 Dzulhijjah, sebab jatuhnya Idul Fitri tepat setelah satu bulan penuh kita melaksanakan ibadah puasa. Sehingga dengan tibanya tanggal 1 Syawal, kita seakan-akan merasakan sebuah kemenangan dalam mengendalikan hawa nafsu.
Bagi muslim yang diterima shaumnya, karena mampu menundukan hawa nafsu duniawi selama bulan Ramadhan dan mengoptimalkan ibadah dengan penuh keikhlasan, maka Idul Fitri adalah hari kemenangan sejati, dimana hari ini Allah SWT akan memberikan penghargaan teramat istimewa yang selalu dinanti-nanti oleh siapapun, termasuk para nabi dan orang-orang shaleh, yaitu ridha dan magfirahNya, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Barangsiapa yang mengerjakan puasa pada bulan Ramadahan dengan penuh keimanan dan mengharap ampunan Allah, maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya di masa yang lalu”. (H.R. Bukhari).
Penghayatan dan pengamalan yang baik terhadap bulan Ramadhan akan mendorong kita untuk kembali kepada fitrah sejati sebagai makhluk sosial, yang selain punya hak, juga punya kewajiban, individu dan sosial. Sudahkan kita merasakannya? Itulah rahasia kenapa selamat hari raya Idul Fitri seringkali diakhiri dengan ucapan ”Taqabbalallaahu minna wa minkum” (Semoga Allah SWT menerima amalan kami dan kamu sekalian).
Selain sebagai doa dan harapan, ucapan ini juga bak pengingat, bahwa puncak prestasi tertinggi bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa paripurna, lahir dan bathin, adalah kembali kepada fitrahnya alias suci tanpa dosa
Yang menjadi pertanyaan, kira-kira ibadah shaum yang kita lakukan diterima atau tidak oleh Allah SWT? Atau yang kita lakukan ini hanya ritual-simbolik (sebatas menahan lapar dan dahaga saja)? Maka jawabannya adalah ”Allahu ‘alam” (Hanya Allah-lah yang tahu terhadap kualitas shaum kita). Kita kurang mengetahui kualitas shaum yang kita lakukan, tetapi kita hanya mengetahui kuantitasnya saja.
Tetapi, menurut para ulama, ada beberapa indikasi, seseorang dianggap berhasil dalam menjalankan ibadah shaum, seperti : Ketika kualitas kesalehan individu dan sosialnya meningkat. Ketika jiwanya makin dipenuhi hawa keimanan. Ketika hatinya sanggup berempati dan peka atas penderitaan dan musibah saudaranya di ujung sana.
Artinya penghayatan mendalam atas Ramadhan akan membawa efek fantastik, individu, maupun sosial. Itu sebabnya, Hari Raya Idul Fitri sering disebut sebagai Hari Besar yang Suci. Karena Idul Fitri adalah akhir dari penyucian jiwa seseorang di bulan Ramadhan.
Sejak Idul Fitri resmi jadi hari raya nasional umat Islam, tepatnya pada tahun 2 H. kita disunahkan untuk merayakannya sebagai ungkapan syukur atas kemenangan jihad akbar (jihad besar) melawan nafsu duniawi selama Ramadhan.
Tapi, Islam tak menghendaki perayaan simbolik, bermewah-mewahan, apalagi sambil memaksakan diri. Islam menganjurkan perayaan ini dengan kontemplasi dan tafakur tentang perbuatan kita selama ini. Syeikh Abdul Qadir al-Jailany dalam al-Gunyah-nya berpendapat, merayakan Idul Fitri tidak harus dengan baju baru, tapi jadikanlah Idul Fitri sebagai ajang tasyakur, refleksi diri untuk kembali mendekatkan diri pada Alah SWT.
Hari Raya Idul Fitri di Indonesia diperingati sebagai hari libur nasional, yang diperingati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang memang mayoritas Muslim. Biasanya, penetapan Idul Fitri ditentukan oleh pemerintah, namun beberapa ormas Islam menetapkannya berbeda. Idul Fitri di Indonesia disebut dengan Lebaran, dimana sebagian besar masyarakat pulang kampung (mudik) untuk merayakannya bersama keluarga.
Selama perayaan, berbagai hidangan disajikan. Hidangan yang paling populer dalam perayaan Idul Fitri di Indonesia adalah ketupat, yang memang sangat familiar di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura. Bagi anak-anak, biasanya para orangtua memberikan uang raya kepada mereka. Selama perayaan, biasanya masyarakat berkunjung ke rumah-rumah tetangga ataupun saudaranya untuk bersilaturahmi, yang dikenal dengan “halal bi-halal”, memohon maaf atas segala kesalahan yang pernah kita lakukan. Beberapa pejabat negara juga mengadakan open house bagi masyarakat yang ingin bersilaturahmi.
Di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam, Idul Fitri dikenal juga dengan sebutan Hari Raya Puasa atau Hari Raya Aidil Fitri. Masyarakat di Malaysia dan Singapura turut merayakannya bersama masyarakat Muslim diseluruh dunia. Seperti di Indonesia, malam sebelum perayaan selalu diteriakkan takbir di masjid, yang mengungkapkan kemenangan dan kebesaran Allah SWT.
Di Filipina, Umat Islam merupakan kaum yang minoritas, sehingga sebagian besar masyarakat tidak begitu familiar dengan perayaan Idul Fitri. Namun, perayaan Idul Fitri sudah diatur sebagai hari libur nasional oleh pemerintah Filipina dalam Republic Act No. 9177 dan berlaku sejak 13 November 2002. Walau demikian, masih banyak orang Filipina non-Muslim yang tidak biasa dengan Idul Fitri, dan banyak kalender di negara ini yang tidak mencantumkan Idul Fitri sebagai hari libur nasional.
Di Eropa, perayaan Idul Fitri tidak dilakukan dengan begitu semarak. Di Inggris misalnya, Idul Fitri tidak diperingati sebagai hari libur nasional. Kaum muslimin di Inggris harus mencari informasi tentang hari Idul Fitri. Biasanya, informasi ini didapat dari Islamic Centre terdekat atau dari milis Islam. Idul Fitri dirayakan secara sederhana di Inggris. Khutbah disampaikan oleh Imam masjid setempat, dilanjutkan dengan bersalam-salaman.
Biasanya di satu area dimana terdapat banyak kaum Muslimin disana, kantor-kantor dan beberapa sekolah di area tersebut akan memberikan satu hari libur untuk kaum muslimin. Untuk menentukan hari Idul Fitri sendiri, para ulama dan para ahli agama Islam sering mengadakan rukyat hisab untuk menentukan hari raya Idul Fitri.
Ibadah yang disunnahkan oleh Rasulullah untuk mewarnai setiap datangnya hari raya Idul Fitri adalah zakat fitrah, yaitu kewajiban yang bersifat individual ini ikut menghiasi hari raya sebagai bentuk riil dari asas kebahagiaan bersama dalam ideologi Islam. Besarnya zakat fitrah yang diperintahkan oleh Rasulullah sebesar 1 sha’. Menurut para ulama, 1 sha’ sebanding dengan 2,7 kg beras. Sedangkan pembagiannya dilakukan setelah shalat shubuh hingga menjelang shalat ’Ied.
Zakat yang secara umum bisa kita artikan sebagai proses pemerataan kepemilikan ini, pelaksanaannya tidak lain merupakan perpindahan harta yang dimiliki oleh kalangan orang-orang kaya ke tangan orang-orang yang tidak berdaya, tentunya dengan beberapa syarat dan catatan yang dikupas secara detail dalam Al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya,
”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah 9 : 60)
Selain Zakat Fitrah, amalan yang disunnahkan oleh Rasulullah saw di hari Idul Fitri adalah shalat sunnah Ied. Shalat Idul Fitri biasanya dilakukan di lapangan. Sebelum shalat, kaum muslimin mengumandangkan takbir, yang kemudian diteruskan dengan shalat dua rakaat dan dilanjutkan dengan khutbah ied. Setelah selesai khutbah, mereka bersalam-salaman untuk memohon maaf atas kesalahan-kesalahan yang pernah mereka perbuat.
Semoga Bermanfaat!