Percikan Iman – Sebagai “Way of Life” Islam mengatur berbagai segi kehidupan, termasuk di dalamnya dalam segi pengelolaan harta. Tahukah sahabat, jika Islam mengatur urusan memberi hadiah? Islam memperkenalkannya dengan istilah “Hibah”.
Dalam Islam, Hibah merupakan pemeberian dari satu orang ke orang lainnya ketika masih hidup dan sang pemberi melakukannya pada waktu dirinya masih hidup. Simpelnya, “pemberian sukarela kepada orang lain.”
Selaku mukmin, sudah sewajarnya jika kita memiliki semangat berbagai, semangat berbuat baik. Termasuk di dalamnya memberikan hadiah. Namun, “semagat” saja tidak cukup.
Alih-alih menjadi mashalat, jika tidak kita barengi dengan ilmu, “memberi” malah jadi malapetaka. Alih-alih memperoleh pahala, malah bisa jadi dosa.
Alhamdulillah, kita bersyukur pada Allah S.W.T. karena Ia menghadirkan guru-guru di tengah-tengah kita. Salah satunya Ustadz Ayat Priyatna Muchlish. Pada MPI 5 Juni 2022 lalu beliau berbagi “kursus” singkat soal hibah dalam sesi “Kajian Tematik”.
Ustadz Ayat menyampaikan jika Hibah pada dasarnya dapat kita berikan pada siapapun tanpa syarat. Apakah dia ahli waris atau bukan. Artinya, hibah boleh kita berikan pada orang lain.
Dengan catatan, hibah tidak boleh dipinta kembali sebagaimana wakaf, kecuali hibah dari orang tua pada anaknya.
“Hibah dari orang tua pada anak boleh diambil karena ada contohnya di zaman Nabi Muhammad S.A.W. ketika salah alah seorang sahabat bernaa Nu’man mendapatkan hibah dari ayahnya, Basyir,” terang Ustadz Ayat.
Namun, lanjut Ustadz Ayat, ibunya tidak setuju karena anak mereka banyak. Istrinya memberi syarat hanya jika Nabi Muhammad S.A.W. bersedia menjadi saksinya.
Menanggapi aduan dari suami-istri tersebut, Nabi menekankan agar Basyir dan istrinya berbuat adil kepada anak-anaknya.
“Yang dimaksud dengan adil atau proporsional, ialah adil dalam perkara yang dhohir,” terang Ustadz Ayat. “Artinya, cinta bukan termasuk di dalamnya. Manusiawi jika orang tua ada kecenderungan lebih sayang pada anaknya yang tertentu, misal karena yang satu lebih sholeh dan berbakti daripada yang lainnya.”
Kemudian, hibah juga dapat dalam berbagai bentuk dari harta kita. Syaratnya, adil dan sisakan untuk ahli waris jika hibah tersebut diberikan pada non ahli waris.
“Pasalnya, jika semua harta kita hibahkan pada orang lain akan menimbulkan kecemburuan pada anak-anak kita. Selain itu, juga agar kita tidak melanggar larangan Allah S.W.T. agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah,” terang Ustadz Ayat.
Sebagaimana firman Allah S.W.T. surat An-Nisa ayat 9, Allah S.W.T. memperingati para orang tua agar tidak meninggalkan anak-anak dalam keadaan lemah.
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka dan khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berbicara dengan tutur kata yang benar
“Dalam hal ini, ‘lemah’ termasuk dalam hal ekonomi,” terang Ustadz Ayat.
Oleh karena itu, mari sahabat kita jaga semangat kita dalam menuntut ilmu. Ingatlah, berlelah-lelah dalam menununtut ilmu, terutama ilmu agama akan mengundang cinta Allah S.W.T. Selain itu, ilmu juga merupakan sarana dari Allah S.W.T. untuk mengokohkan iman kita.