Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk,” (QS. Al-Isra’: 32).
Ibnul Qayyim berkata mengenai ayat ini, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan jalan ke arah zina sebagai seburuk-buruknya jalan dan pelaku perzinahan akan menghuni neraka. Di samping itu, tempat arwah mereka di alam barzah berada di tempat pembakaran yang di bawahnya terdapat api dari neraka. Ketika terbakar oleh api tersebut, mereka menjerit dan mengangkat tubuh, kemudian kembali terbakar lagi. Begitulah gambaran keadaan mereka nanti di hari kiamat. Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam saat melihatnya di dalam mimpi, di mana mimpi para Nabi adalah wahyu (pasti benarnya).
Dalam ayat lain, Allah menyifati tentang ibadurrahman, para wali Allah Dzat Maha Penyayang,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan hal demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.” (QS. Al-Furqaan: 68-69).
Terdapat riwayat dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu yang menyatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai dosa terbesar yang pernah dilakukan oleh manusia. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Berbuat syirik kepada-Nya padahal Dia-lah yang telah menciptakan manusia.” Ibnu Mas’ud kembali bertanya, “Kemudian apa, Wahai Rasul?” Beliau menjawab, “Berzina dengan istri tetangga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hazm berkata, “Zina adalah perbuatan dosa yang menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah. Zina juga merusak keturunan dan memecah-belah hubungan suami-istri. Orang yang berakal atau yang berakhlak tidak akan melakukannya.”
…Zina juga merusak keturunan dan memecah-belah hubungan suami-istri. Orang berakal tidak akan melakukannya…
Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami, “Sesungguhnya semalam telah datang kepadaku dua orang. Lalu mereka membangunkan aku dari tidurku seraya berkata, ‘Ayo pergi!’ Lalu aku pergi bersama mereka. Maka sampailah kami kepada suatu tempat seperti pembakaran. Tiba-tiba terdengar suara ribut dan gaduh. Kami pun pergi untuk mencari tahu tentang apa yang tengah terjadi. Di dalam tempat pembakaran tersebut ternyata berisikan wanita dan laki-laki telanjang, dan terdapat api menjilat mereka dari bawah. Apabila api itu menyambar, mereka berteriak-teriak meminta tolong.” Pada akhir riwayat dijelaskan, bahwa laki-laki dan wanita telanjang tersebut adalah para pelaku zina. (HR. Bukhari secara ringkas)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
لا يَحِلُّ دَمُ امرِئٍ مُسلِمٍ إلاَّ بِإحْدَى ثَلاثٍ : الثَّيِّبُ الزَّانِي ، والنَّفسُ بالنَّفسِ ، والتَّارِكُ لِدينِهِ المُفارِقُ لِلجماعَةِ
“Tidak halal (ditumpahkan) darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada ilah yang patut untuk disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan-Nya, melainkan karena salah satu dari tiga sebab berikut; pelaku zina yang telah berkeluarga, jiwa dengan jiwa (qishash pembunuhan), dan orang yang meninggalkan agama serta jama’ahnya (murtad).” (HR. Bukhari, Muslim, dan selainnya)
Dalam riwayat al-Nasai dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anha, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam,
لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثِ خِصَالٍ زَانٍ مُحْصَنٌ يُرْجَمُ أَوْ رَجُلٌ قَتَلَ رَجُلًا مُتَعَمِّدًا فَيُقْتَلُ أَوْ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنْ الْإِسْلَامِ يُحَارِبُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَرَسُولَهُ فَيُقْتَلُ أَوْ يُصْلَبُ أَوْ يُنْفَى مِنْ الْأَرْضِ
“Darah seorang muslim tidak halal (ditumpahkan) kecuali karena salah satu dari tiga sebab berikut; pezina muhsan (sudah menikah) dirajam, seseorang membunuh orang lain dengan sengaja maka dibunuh (diqishash), atau seseorang keluar dari Islam, memerangi Allah ‘azza wajalla dan Rasul-Nya maka dibunuh atau disalib atau diasingkan dari negeri.”
Beliau juga pernah bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
“Tiga golongan yang pada hari kiamat, Allah tidak akan mengajak bicara, tidak menyucikan, dan tidak mau melihat mereka, serta bagi mereka adzab yang pedih, yaitu orang tua yang berbuat zina, raja yang pendusta, dan orang miskin yang sombong.” (HR.Muslim dan Nasai)
Pernah ada seorang pemuda datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Ya Rasulallah, izinkan aku melakukan zina!” Maka marahlah para sahabat mendengar pernyataan pemuda tersebut sambil berkata, “Diam kau, diam!”
Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata kepada pemuda tersebut, “Mendekatlah!” Lalu ia mendekat dan duduk di samping beliau. Nabi bertanya kepada pemuda tersebut, “Apakah engkau rela jika zina itu menimpa ibumu?” Ia menjawab, “Demi Allah, aku tidak rela dan aku akan mencegah hal itu terjadi.” Maka Nabi bersabda, “Siapapun tidak rela zina itu menimpa ibu-ibu mereka. Lalu apakah engkau rela bila hal itu menimpa kepada anak perempuanmu?” Ia menjawab, “Aku tidak rela dan aku akan mencegahnya.” Nabi pun berkata padanya, “Semua orang tua tidak rela jika hal itu terjadi pada anak-anak perempuan mereka. Lalu apakah enhkau rela jika zina itu menimpa saudara perempuanmu?” Lalu ia menjawab, “Tidak, dan aku akan mendcegahnya.” Kemudian Nabi berkata, “Semua orang pun tidak ingin hal itu menimpa suadara perempuannya. Lalu apakah engkau suak hal itu terjadi pada bibimu (saudara perempuan dari bapak)?” Pemuda itu menjawab, “Tidak, dan aku akan mencegahnya.” Nabi berkata, “Semua orang tidak akan suka jika hal itu terjadi pada bibi-bibi mereka. Lalu apakah engkau rela jika hal itu menimpa bibimu (dari pihal ibu)?” Pemuda itu menjawab, “Tidak, dan aku akan mencegahnya.” Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata padanya, “Begitu juga dengan orang-orang lain, mereka juga tidak rela jika hal itu menimpa bibi-bibi mereka.” Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangan beliau di pundak pemuda itu sambil berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya dan peliharalah kemaluannya.”
Pada akhirnya pemuda itu tidak pernah menengok kepada hal-hal yang dilarang (berzina) setelah kejadian itu.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya)
Islam sangat anti dengan perbuatan zina dan secara tegas menghukum para pelaku perzinaan, sebagaimana hal itu hal itu diajarkan di dalam kitab Taurat. Adapun musuh-musuh Islam menganggap hal itu sebagai tindak kekerasan dan penyiksaan. Padahal, Islam mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum pelaksanaan hukuman tersebut.
Musthafa shadiq al-Rafi’i, seorang sastrawan, ketika ditanya tentang hikmah diberlakukannya hukum rajam bagi pelaku zina –yang telah menikah- menjawab dalam bukunya “Wahyu Al-Qalam”,
…Karena pelaku zina dapat menghancurkan rumah tangga, maka dia harus dibunuh menggunakan bebatuan…
“Karena pelaku zina dapat kenghancurkan rumah tangga, maka dia harus dibunuh menggunakan bebatuan. Sebab, tidak ada ajakan dan legalitas untuk melakukan perzinaan. Pria dan wanita bebas menentukan pasangannya dengan menikah. Tidak ada yang berhak melarangnya, sekalipun raja Inggris.
Mereka juga berhak membatalkan dan memutuskan ikatan nikah yang disebabkan oleh kebencian atau kesulitan hidup. Bagi laki-laki dengan cara thalaq (cerai) dan bagi wanita dengan cara melalui seorang hakim. Hal ini sangat berlawanan sekali dengan ajaran agama lain –selain Islam- yang mengharamkan thalaq, sebagaimana juga mengharamkan laki-laki menikahi wanita yang telah dicerai, sebagaimana yang terdapat dalam Injil Matius pasal 5 ayai 32 yang menyebutkan, “Barangsiapa yang mengawini wanita yang telah diceraikan, maka ia telah berzina.” Juga dalam Injil Markus pasal 10 ayat 11-12 disebutkan, “Barangsiapa menceraikan istrinya, lalu menikah lagi dengan wanita lain, maka sungguh ia telah berzina. Jika seorang wanita telah diceraikan oleh suaminya, lalu ia menikah lagi dengan lelaki lain, maka dia juga dikatakan telah melakukan zina.”
Jadi, tidak ada hukum yang membolehkan perbuatan zina dan berkhianat antara suami-istri, kecuali hukum yang menghancurkan dan merusak di atas bumi ini. Oleh karena itu, Islam mewajibkan hukuman rajam bagi pelaku zina yang telah berkeluarga. Biasanya hal itu dilaksanakan karena pengakuan pelaku zina tersebut, oleh sebab syarat-syaratnya yang sulit untuk dilaksanakan.
Antara zina dengan iman
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah jadi berzina seorang pezina ketika ingin berzina sementara ia masih beriman. Dan tidaklah jadi minum khamer (minuman keras) seorang peminum khamer ketika akan meminumnya sementara ia masih beriman. Dan tidaklah jadi mencuri seorang pencuri ketika akan mencuri sementara ia masih beriman.” (HR. Bukhari).
…dampak negatif dari perbuatan zina adalah menimbulkan rasa takut di hati pelakunya, stress, dan tidak lapang dada…
Ja’far bin Muhammad ketika ditanya mengenai makna hadits ini menjawab dengan membuat lingkaran di atas tanah sambil berkata, “Ini merupakan lingkaran iman.” Lalu membuat lingkaran lain seraya berkata, “Ini adalah lingkaran Islam. Apabila seorang muslim berzina, maka sungguh ia telah keluar dari lingkaran ini (maksudnya lingkaran iman) dan belum keluar dari lingkaran yang satunya, yaitu Islam.”
Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Perbuatan zina ini menimbulkan akibat atau dampak yang sangat buruk, karena ketika seorang muslim melakukannya, maka pada saat itu bisa dipastikan bahwa agamanya atau imannya menipis. Bahkan, hilang dari jiwanya. Zina juga dapat menyebabkan hilangnya sifat wara’, merusak wibawa, dan menipiskan ghirah keagamaan. Dampak lain darinya adalah seorang yang sering melakukan hal itu akan terbiasa untuk berbohong, menjadi hilang rasa malu yang ada pada dirinya, tidak ada lagi control dalam jiwanya dan cenderung untuk menjadi pengecut.
Di samping itu, dampak negatif dari perbuatan zina adalah menimbulkan rasa takut di hati pelakunya, stress, dan tidak lapang dada. Andai para pezina mengetahui kesenangan (kenikmatan) hidup andai bisa menahan diri dari berbuat zina, niscaya ia akan sadar bahwa ‘iffah adalah lebih baik untuk dirinya. Karena, nanti di surga orang-orang yang mampu menahan diri dari berbuat zina akan mendapat kenikmatan yang lebih, yaitu dengan memperoleh bidadari yang cantik, sekaligus mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah Ta’ala.” (Diringkas dari kitab Raudhatul Muhibbin, hal. 358-361).
…Hukuman berat bagi pezina bukan hanya di akhirat. Di dunia mereka terjebak dalam fitnah dan akan terjangkit penyakit kelamin yang hina dan memutus garis keturunan…
Hukuman berat bagi pezina bukan hanya di akhirat, di dunianya mereka akan terjebak dalam fitnah dan akan terkena penyakit-penyakit kelamin yang hina serta mengakibatkan terputusnya garis keturunan. Di samping itu, zina menyebabkan hilangnya rasa kasih sayang dan menyebabkan cepat lenyapnya kenikmatan biologis.
Syaikh Mahmud Mahdi Al-Istambuli dalam bukunya Tuhfatul ‘Arus, menyebutkan tentang cerita seorang pemuda kepadanya. Dia menyatakan berdasarkan ilmu kedokteran modern bahwa perzinahan sangat membahayakan kesehatan. Bahkan pernyakit akibat perzinahan sangat sulit disembuhkan atau tidak bisa dijamin kesembuhannya. Penyakit-penyakiat itu masih tetap mewabah dan merajalela hingga kini.
Wallahu a’lam bil shawab. . . .