Kalibrasi Tujuan, Agar Hidup Lebih Berasa

Percikan Iman – Apa yang Anda rasakan saat tiba-tiba diajak oleh atasan Anda pergi keluar, tanpa ada penjelasan “mau ke mana?”. Wajar, jika Anda saat itu bertanya, “emangnya mau ke mana pak?”. Itu karena, pada dasarnya, kita membutuhkan tujuan atau alasan saat mengambil tindakan atau sikap, kecuali yang mengajak Anda adalah orang yang sangat dekat dengan Anda secara emosional, seperti pasangan atau orang tua Anda. 

Ketika akal mulai berfungsi sepenuhnya, dia akan memunculkan kesadaran soal identitas diri kita. Di momen itu, ragam pertanyaan pun muncul, “dari mana aku berasal?”, “untuk apa aku hidup?”, dan “ke mana aku akan kembali?”. Untuk menjawab itu, tak ada sumber jawaban lain yang dapat memuaskan jiwa kita melainkan yang bersumber dari ajaran agama Islam. Jika tidak, orang akan terus terombang-ambing, berpindah dari satu tujuan, ke tujuan lain, atau terjebak pada tujuan semu, seperti harta, jabatan, atau popularitas.

Nyatanya, semua tujuan itu tidak bermuara pada apa yang diinginkan oleh akal kita, melainkan hanya kehampaan. Pada akhirnya, orang-orang yang mengalaminya, berakhir pada keputusasaan karena kehilangan makna kehadiran diri dalam kehidupannya. Maka, penting untuk kita mengkalibrasi kembali tujuan kita, apakah sudah terarah pada tujuan yang menguntungkan atau merugi.

Selain itu, dengan memiliki tujuan, setiap harinya adalah perjuangan untuk mencapainya, membuat hidup kita bernilai dan mendorong kita agar memastikan, setiap yang kita miliki berkontribusi mengantarkan selangkah lebih dekat pada tujuan.  Kenali potensi diri, kembangkan, dan jangan hanya ikut-ikutan.

Kalibrasi merupakan istilah yang mengacu pada alat ukur atau kompas. Seiring waktu, karena per pada alat berat badan memuai, maka ukuran tubuh yang ditampilkan bisa jadi tidak sesuai. Di rumah kita, bisa jadi berat badan kita 56 kg, namun berbeda saat di puskesmas, jadi 65 kg. Bisa jadi, salah satunya ada yang rusak per-nya. Maka, perlu dilakukan kalibrasi, disesuaikan lagi meterannya agar ada di angka nol. 

Ketika timbangan rusak, maka kita akan memperoleh informasi yang salah. Akibatnya, bisa jadi kita terlena, berhenti diet, dan pada akhirnya kebablasan mengonsumsi makanan. 

Itu baru timbangan badan, apa kabar jika tujuan kita yang mulai ngaco? Maka, sudahkah aktifitas kita terarah pada tujuan yang benar.

Sebelum kita membahas apa tujuan kita yang sebenarnya, mari kita kenali manfaat tujuan dalam hidup kita. 

Pertama, tujuan membuat kita fokus. Menurut laporan Code Of Living, seseorang mempunyai berbagai potensi dalam hidupnya. Namun, jika tidak memiliki tujuan yang jelas, hal tersebut akan terasa sia-sia. Seperti halnya menembak tanpa diberi target sehingga bingung menentukan arah tembakan.

Kedua, tujuan membuat kita dapat mengukur progress pencapaian. Menetapkan tujuan dengan tolok ukur yang jelas akan sangat membantu untuk mengukur bagaimana kemajuan dari proses yang tengah dilakukan.

Ketiga, tujuan dapat memotivasi diri. Tujuan yang jelas akan membantu memotivasi diri sendiri untuk memperjuangkan mimpi-mimpi atau keinginan yang terpendam. Tujuan yang jelas akan membantu mengingatkan pada hal-hal yang disukai sehingga dapat mengalihkan fokus dari hambatan negatif.

Terakhir, tujuan dapat mendorong potensi diri hingga maksimal. Memiliki tujuan yang jelas akan sangat membantu untuk mencapai potensi tertinggi. Tanpa adanya tujuan, diri kita akan melakukan aktivitas yang berada di zona nyaman setiap harinya.

Selanjutnya, mari kita mulai kalibrasi tujuan kita. Selaku orang beriman, tentu kita yakin, yang paling berhak menentukan tujuan dalam hidup kita, tiada lain adalah pencipta kita, Allah Swt. Semua petunjuk-Nya, terangkum dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya, Muhammad Saw. Maka, mari kita buka kembali Al-Qur’an untuk mengetahui, apa tujuan Allah Swt. menghadirkan diri kita dalam kehidupan dunia ini.

Yang pertama, sekaligus yang merangkum semua aspek kegiatan dalam kehidupan kita atau dapat dikatakan tujuan besar. Mari kita merujuk pada Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56, tujuan Allah Swt. menciptakan kita adalah untuk beribadah pada-Nya, 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku

Tujuan untuk beribadah, tunduk patuh pada ketentuan-Nya dengan segala kehendak dan perintah-Nya adalah tujuan hidup kita di dunia. Maka, kita harus memastikan, apapun yang kita yakini, pilihan sikap kita, juga segala perbuatan dan tindakan kita harus dipastikan, tidak keluar dari ruang lingkup ini, yakni bernilai ibadah pada Allah Swt. Apakah yang sifatnya langsung pada-Nya, maupun dalam ragam interaksi kita dengan makhluk-makhluk-Nya. 

Selanjutnya, tujuan menengah kita hidup di dunia adalah menjadi khalifah di muka bumi alias mewakili Allah Swt. dalam mengelola bumi. Bermodalkan akal, yang tidak diberikan kecuali pada kita, manusia, kita diciptakan oleh-Nya, untuk mengelola bumi; menggunakan semestinya dan merawatnya sehingga menjadi maslahat untuk kita dapat nyaman beribadah pada-Nya. 

Tujuan ini, terangkum dalam Qur’an, surat Al-Baqarah, ayat 30. Allah Swt. berfirman, 

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

Ingatlah, ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menciptakan makhluk yang merusak dan menumpahkan darah di sana, padahal kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Allah berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui hal yang tidak kamu ketahui.”Selanjutnya, adalah tujuan teknis dalam kehidupan kita, yakni menjadi penggerak dan pemberi contoh dalam kebaikan. Kita bicara dan memulai. Contohnya, menjadi contoh dalam menjaga kebersihan di lingkungan kita. Sebagaimana tercantum dalam Qur’an, surat Fushilat ayat 33.

وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ 

Orang paling baik perkataannya adalah orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan serta berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”

Semua tujuan tersebut, kemudian harus dibingkai dengan ingin meraih cinta Allah Swt. Bingkai, layaknya bingkai lukisan, dapat menentukan seberapa berharga sebuah lukisan. Bingkai ini dapat kita temukan dalam Qur’an surat Al-An’an, ayat 162. Allah Swt. berfirman, 

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

Katakan (Muhammad), “Sesungguhnya, salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.

Sahabat, mari kita kalibrasi kembali tujuan hidup kita. Ingat, dunia kita sementara. Ikhtiar sepenuh jiwa, konsumsi secukupnya. Kalau Allah Swt. lebihkan pemberian lebih dari yang kita butuhkan, ingat, bisa jadi ada jatah orang lain pada harta Anda. Salurkan lewat infak dan sedekah.

Wallahu a’lam bi shawwab

_______

Tulisan ini, kami kembangkan berdasarkan materi yang disampaikan oleh guru kita, Dr. Aam Amirudin, M.Si. pada Majelis Percikan Iman (MPI) setiap Ahad, di Masjid Peradaban Percikan Iman Arjasari selama bulan Juli 2024

Media Dakwah Percikan Iman

Media Dakwah Percikan Iman

Yayasan Percikan Iman | Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

slot mahjong
slot mahjong
slot pragmatic
gambolhoki
slot pragmatic