Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa ‘Alqamah pernah bertanya pada Ummul Mukminin (‘Aisyah r.a.) mengenai amalan Rasulullah Saw. “Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ‘Aisyah menjawab, ”Tidak. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (rutin dilakukan).”
Kisah tersebut menegaskan bahwa perbuatan baik (amal saleh) haruslah dilakukan secara berkesinambungan dan rutin. Pekerjaan yang ringan tapi dilakukan secara rutin jauh lebih baik daripada mengerjakan pekerjaan besar tapi bersifat temporer.
Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.” (H.R. Muslim). Meskipun sedikit, pekerjaan yang dilakukan terus-menerus akan membuahkan kebiasaan. Tentunya hadits tersebut menyuruh kita agar memiliki kebiasaan positif yang berasal dari pekerjaan atau amalan baik yang dilakukan secara kontinu.
Anda mungkin masih ingat saat pertama kali belajar menyetir mobil. Saat itu Anda mengatakan betapa susahnya mengendarai mobil di jalan. Rasa takut, khawatir, dan kadang tidak percaya diri berkecamuk dalam diri Anda. Namun, semua beban perasaan yang berkecamuk itu berangsur hilang seiring sering dan bertambahnya keahlian menyetir. Ketika sudah benar-benar ahli, Anda bisa berkendara dengan tenang dan santai, bahkan sambil mengobrol karena sudah terbiasa.
Kebiasaan yang kita lakukan setiap hari memengaruhi hampir setiap aspek kehidupan. Kesehatan yang kita miliki sekarangan ini buah dari kebiasaan hidup yang baik, seperti memakan hidangan yang sehat, tidur atau istirahat yang cukup, serta rutin berolahraga. Hubungan manusia dengan Tuhannya ditentukan oleh kebiasaannya dalam menjalankan ibadah. Hubungan antara Tuhan dan hamba (hablumminallah) akan terjalin dengan baik apabila sang hamba terbiasa melaksanakan shalat tepat waktu, mengamalkan ajaran Al-Quran, senang ke majelis ilmu, serta terbiasa dengan nasihat. Sementara itu, hubungan kita dengan orang-orang di sekitar (hablumminannas) ditentukan oleh kebiasaan sosial, misalnya cara kita hidup bertetangga.
Kebiasaan memegang peranan penting dalam penciptaan karakter dan kepribadian seseorang. Stephen R. Covey dalam karya terlarisnya, The 7 Habits of Highly Effective People, menyebutkan bahwa karakter kita pada dasarnya adalah gabungan dari kebiasaan-kebiasaan yang kita lakukan secara berulang. Lebih jauh, Covey memaparkan bahwa kebiasaan adalah faktor yang kuat dalam hidup kita. Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus setiap hari mengekspresikan karakter dalam diri yang akan menentukan efektivitas hidup kita.
Ada 3 hal yang harus dimiliki seseorang agar perilaku dan tindakannya bisa menjadi kebiasaan yang bisa mengefektifkan hidup. Ketiga hal tersebut adalah : memiliki pengetahuan tentang yang harus dilakukan dan mengapa hal tersebut harus dilakukan, memiliki keterampilan yaitu keahlian dalam melakukannya, dan memiliki motivasi yaitu keinginan untuk melakukannya secara kontinu. Ketiga unsur inilah yang menjadikan tindakan kita menjadi sebuah kebiasaan. Pada dasarnya, ketiga hal ini telah kita miliki. Pengetahuan, keterampilan, dan motivasi sudah ada semenjak kita anak-anak. Namun demikian, kita patut bertanya, “Apakah ketiga hal tersebut telah benar-benar melahirkan kebiasaan positif dalam diri kita?” Jangan-jangan, justru kebiasaan negatiflah yang selama ini membentuk diri kita. Kebiasaan bisa menjadikan kita sukses, tetapi kebiasaan juga bisa membuat kita hancur.
Dalam hidup, kita harus senantiasa mengambangkan kebiasaan positif semisal beribadah, berperilaku baik terhadap lingkungan sekitar, mengatur dan memerhatikan pola makan, menjaga kebugaran tubuh dengan berolahraga, dan lain sebagainya. Tentuya, kita harus senantiasa menjaga diri agar tidak melakukan kebiasaan negatif seperti sering berbuat dosa (kecil, terlebih yang besar), begadang, merokok, berbohong, menangguhkan pekerjaan, makan berlebihan, menyepelekan masalah, dan sebagainya.
Para ulama salaf mengatakan, “Tidak ada yang namanya dosa kecil apabila dilakukan dengan terus-menerus”. Hal ini menunjukkan bahwa perbuatan buruk (dosa), walaupun kecil, tapi kalau sudah mengendap dalam diri dan menjadi kebiasaan, akan menjadi malapetaka besar dalam kehidupan kita. Karakter buruk (dosa) dibentuk oleh kebiasaan buruk kita. Demikian pula karakter baik dibentuk oleh kebiasaan baik kita.
Aristoteles pernah mangatakan, “Diri kita menunjukkan apa yang sering kita lakukan. Jadi, kebaikan bukanlah sebuah tindakan, melainkan kebiasaan.” Jadi, kebiasaan baik atau burukkah yang selama ini membangun diri kita? Saatnya untuk kita merenunginya.
(Yogi P. Sugiar)
Rubrik HIKMAH : MAPI Mei 2011