Alhamdulillah Sahabat Percikan Iman, bulan syawal telah tiba. Bulan istimewa dikarenakan dimasuki setelah melewati bulan Ramadhan. Selama 29/30 hari ditempa oleh shaum, sedekah dan ibadah, tidak hanya ditempa untuk mengatur memakan yang halal tetapi juga melatih diri mengendalikan hawa nafsu untuk disalurkan kepda hal kebaikan dan bermanfaat. Subhanallah, tak ada atmosfir religious paling hebat selain bulan Ramadhan bahkan Allah sendiri yang menilai dan memberi pahala bagi pelaku ibdahnya.
“Setiap amalan anak Adam adalah untuk dirinya sendiri kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk aku (Allah) dan akulah yang langsung membalasnya.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Hari Raya Idul Fitri sebagai hari kemenangan dan kebesaran umat Islam telah pergi meninggalkan kita semua. Setelah sebulan lamanya umat Islam ditempa dan diuji tingkat keimanan dan ketakwaan yang dibalas Allah SWT oleh pahala yang berlipat-lipat dan pengampunan dosa, kini bulan sejuta hikmah dan anugerah itu pun telah berlalu.
Pertanyaannya, masihkah tingkat keimanan kita pada bulan-bulan berikutnya selevel dengan saat beribadah puasa pada bulan Ramadhan? Dalam tinjauan terminologi, kata “idul fitri” mengandung dua makna.
Pertama, kembali kepada keadaan umat Islam dihalalkan makan dan minum pada siang hari.
Kedua, kembali kepada fitrah manusia yang suci setelah sebulan lamanya diuji iman dan takwanya. Ila al-fitroti min al-a’idin wa anil hawa wa as-syayatin min al-fi’zin. Artinya, kita kembali kepada fitrah (suci) dan kita telah menang dari hawa nafsu dan setan.
Hari Raya Idul Fitri mencerminkan tiga sikap yang mesti dimiliki setiap Muslim.
Pertama, mempertahankan nilai-nilai kesucian yang diraih umat Islam pada hari fitri. Berlalunya momentum puasa hendaknya tidak dijadikan sebagai kembalinya manusia ke kebiasaan dan perilaku yang jauh dari perintah Allah atau malah dekat dengan segala larangan-Nya.
Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran ayat 102,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.
Kedua, berharap bahwa Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa umat Islam yang telah lalu dan meminta selalu dibimbing agar dijauhkan dari perbuatan dosa pada kemudian hari. Allah akan mengampuni segala dosa kaum Muslim yang pada bulan Ramadhan melaksanakan ibadah puasa dan derivasinya secara bersungguh-sungguh.
Ketiga, hendaknya melakukan evaluasi dan kontemplasi diri bahwa ibadah puasa kita sudah sesuai dengan apa yang diharapkan Allah SWT. Jangan sampai kita seperti yang disabdakan Nabi SAW, “Banyak sekali orang yang berpuasa, yang puasanya sekadar menahan lapar dan dahaga.”
Dengan berakhirnya Ramadhan, bukan berarti kita mengendorkan kualitas dan kuantitas ibadah kita kepada Allah. Sebaliknya, “sekolah” Ramadhan yang telah berlalu sepatutnya dijadikan sebagai wahana pembelajaran untuk semakin meningkatkan kadar ibadah kita.
Mari, kita sama-sama meraih kemenangan Ramadhan pada Idul Fitri 1434 H. Isi lembaran baru dalam keseharian kita dengan identitas baru sebagai orang yang bertakwa.
Kita bisa memulainya dengan berpuasa 6 hari di bulan Syawal. Seperti diriwayatkan Abu Aiyub al-Anshari, Nabi Saw bersabda, barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan diiringi dengan enam hari bulan Syawal, seolah-olah ia telah berpuasa sepanjang masa. Kita tentunya tak bisa menahan Ramadhan selalu bersama kita, tapi semangat Ramadhan sudah semestinya terus kita pelihara.
عَنْ اَبِىْ اَيُّوْبَ اْلاَنْصَارِيِّ: اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ اَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ. مسلم
Dari Abu Ayyub Al-Anshari, ia berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa puasa Ramadlan lalu ia iringi dengan puasa enam hari dari Syawwal, adalah (pahalanya) itu seperti puasa setahun”. [HSR. Muslim]
قَالَ النَّبِيُّ ص: مَنْ صَامَ سِتَّةَ اَيَّامٍ بَعْدَ اْلفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَّةِ مَنْ جَاءَ بِاْلحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ اَمْثَالِهَا. ابن ماجه
Bersabda Nabi SAW, “Barangsiapa puasa enam hari sesudah Hari Raya ‘Iedul Fithri, adalah (serupa) sempurna setahun (karena) barangsiapa mengerjakan kebaikan, maka ia mendapat pahala sepuluh kali ganda”. [HR. Ibnu Majah]
Semoga Allah Limpahkan Kekuatan lebih kepada diri kita, agar mampu melanjutkan semangat dan kelebihan-kelebihan yang kita lakukan di ikan Ramadhan.
تَقَبَّلَ اللَّهُ وَمِنْكُمْ
‘Taqobbalallahu minna wa minkum’
Semoga Allah menerima Alaman Kita Semua!..