Percikan Iman – Tentu kita akan sangat sedih jika membayangkan, ada anggota keluarga kita berebut harta warisan sepeninggal kita. Tak sanggup membayangkannya jika mereka malah saling berebut. Padahal sejatinya harta merupakan milik Allah S.W.T. dan Ia telah menetapkan ketentuan yang jelas bagaimana pembagian harta warisan.
Sahabat, sejatinya harta kita, baik dalam bentuk barang, aset, maupun uang merupakan amanah dari Allah S.W.T. Dia-lah pemilik sejati dari harta kita. Sudah sewajarnya, jika kita harus mengelola harta tersebut sesuai dengan ketentuan yang sudah ia tetapkan.
Mengutip Journal of Islamic Studies, terdapat 70 ayat Al-Qur’an yang membahas ekonomi, 10 ayat soal hubungan kaya dan miskin. Jumlah ayat ini lebih banyak ketimbang pembahasan soal kriminal (30 ayat) dan pengadilan (13 ayat).
Penulis mengomentari, jika jumlah tersebut menunjukkan kemakmuran materil individu dan keluarga merupakan syarat penting terwujudnya masyarakat yang baik. Jika hubungan ekonomi antar anggota masyarakat tidak teratur, maka akan menjadi masyarakat yang kacau dan lemah.
Dalam satu hadits, baginda Rasulullah S.A.W. bersabda:
لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ (رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالتِّرْمِذِيُّ)
Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai 4 hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan. (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).
Lewat hadits ini, Rasulullah S.A.W. sedang mengajari kita jika harta bukan hanya berdimensi duniawi, namun juga ukhrawi. Salah kaprah jika ada orang yang tak mau membicarakan uang di masjid lantaran itu perkara duniawi. Jika soal harta tidak pernah kita bahas di masjid-masjid, lantas, bagaimana kita dapat menjawab pertanyaan dari Allah S.W.T. di yaumil hisab nanti.
Bahkan, salah satu rukun Islam terkait erat dengan harta, yakni zakat. Dalam ranah transaksi Allah S.W.T. mengatur bagaimana pinjam meminjam, bagaimana berinvestasi, bekerja sama dalam bisnis. Itu adalah pengaturan harta selama kita masih hidup.
Lantas, ketika kita harus kembali pada Allah S.W.T. di kemanakan harta itu? Allah S.W.T. pun sudah menetapkan ketentuannya yang jelas. Adalah hibah, wasiat, dan waris (faraidh). Pada ketiga cara tersebut, Allah S.W.T. telah menetapkan jumlah-jumlahny. Namun, dalam hal faraidh, Allah S.W.T. telah menetapkan jumlah-jumlah untuk para ahli waris.
Karena ketentuannya sudah jelas, maka menerapkannya merupakan kewajiban. Artinya, akan ada konsekuensi yang tegas jika tidak melaksanakannya. Terutama, bagi mereka yang dengan sebagaja melanggar padah dia sudah tahu ketetapan-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهٗ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَاۖ وَلَهٗ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ ࣖ
Siapa pun yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar batas-batas hukum-Nya, pasti Allah memasukkannya ke api neraka. Ia kekal di dalamnya dan akan mendapat azab yang menghinakan. (QS. An-Nisa’:14)
Ayat tersebut menutup rentetan ayat-ayat yang membahas warisan yang dimulai dengan tujuan waris, yakni membina generasi yang kuat (sejahtera). Pada ayat sebelumnya, yakni ayat 13, Allah S.W.T. menegaskan jika ketentuan pembagian warisan ini merupakan hudud.
Hudud ialah ketetapan yang melanggarnya ditetapkan sebagai dosa besar. Bahkan, akan mendapat siksa api neraka.
Al-Imam Al-Qurtubi di dalam tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Quran menyebutkan, ada dua macam maksiat. Pertama ialah maksiat yang tidak berdampak kepada kekafiran. Kedua ialah maksiat yang berdampak kekafiran.
Ustadz Ahmad Sarwat, dalam salah satu artikelnya berpendapat, ketentuan Allah dalam hukum mawaris ini termasuk jenis yang kedua, yaitu yang berakibat kepada kekafiran. Sebab yang berada abadi di dalam neraka hanya orang-orang yang kafir saja.
“Tidak seperti pelaku dosa lainnya, mereka yang tidak membagi warisan sebagaimana yang telah ditetapkan Allah SWT tidak akan dikeluarkan lagi dari dalamnya, karena mereka telah dipastikan akan kekal selamanya di dalam neraka sambil terus menerus disiksa dengan siksaan yang menghinakan,” tegas Ustadz Ahmad Sarwat.
Tahukah sahabat, salah satu perbedaan siksa bagi seorang muslim dan kafir ialah pada keabadiannya. Orang kafir akan kekal, sementara seorang muslim, suatu saat berpeluang akan Allah S.W.T. angkat dan dimasukkan dalam surga.
Ustadz Ahmad Sarwat bekomentar, jika ayat ini menunjukkan anomali. Allah S.W.T. mengancam seorang muslim yang tidak mau menjalankan aturan hukum waris akan kekal di dalam neraka.
Ini siksaan khas buat orang kafir. Secara hukum, pelakunya masih tetap dianggap muslim. Artinya, ketika ia meninggal, kita tetap memperlakukan secara Islam. Dia tetap kita mandikan, kafani, shalatkan, dan kita kuburkan di lokasi pekuburan milik umat Islam.
“Artinya,” terang Ahmad Sarwat, “secara hukum kita tidak memposisikan orang yang menentang hukum Allah ini sebagai orang kafir. Akan tetapi, di akhirat nanti, ternyata hukumannya mirip dengan hukuman buat orang kafir, yaitu kekal di dalam neraka selama-lamanya. Sungguh ancaman Allah SWT ini sangat merisaukan hati kita.”
Sahabat, ancaman neraka jahannam sudah cukup sebagai motivasi bagi seorang mukmin. Mari selamatkan keluarga kita dari neraka jahannam, jangan sampai anak kita atau anggota keluarga kita sampai melalaikan ketentuan Allah S.W.T. ini.
Ajak anak-keturunan kita, anggota keluarga kita mempelajari ilmu faraidh. Dengan begitu, tandaslah kewajiban kita atas amanah harta yang Allah S.W.T. titipkan. Dengan begitu, semoga Allah S.W.T. menjaga keluarga kita dari pertikaian di dunia, malah sejahtera kehidupannya seraya terhormat. DI akhirat, mereka selamat dan kembali berkumpul di surga-Nya.
Untuk konsultasi atau pelatihan waris, silahkan hubungi guru kami, Ustadz Ayat Priyatna Muhlis di nomor 0812-2002-2782
Referensi
-
- Jurnal Khatulistiwa – Journal Of Islamic Studies Volume 3 Nomor 1 Maret 2013, “Harta dalam Perspektif Al-Qur’an” Oleh: Dahlia Haliah Ma’u (Dosen Fakultas Syari’ah STAIN Manado)
- rumahfiqih.com, Konsultasi Fiqih, “Mengapa Kita Wajib Belajar Ilmu Waris”