Definisi arti Kata Jihad berasal dari kata Al Jahd (ُالجَهْد) dengan difathahkan huruf jimnya yang bermakna kelelahan dan kesusahan atau dari Al Juhd (الجُهْدُ) dengan didhommahkan huruf jimnya yang bermakna kemampuan. Kalimat (بَلَغَ جُهْدَهُ) bermakna mengeluarkan kemampuannya.
Sehingga orang yang berjihad dijalan Allah adalah orang yang mencapai kelelahan karena Allah dan meninggikan kalimatNya yang menjadikannya sebagai cara dan jalan menuju surga.
Di balik jihad memerangi jiwa dan jihad dengan pedang, ada jihad hati yaitu jihad melawan syetan dan mencegah jiwa dari hawa nafsu dan syahwat yang diharamkan. Juga ada jihad dengan tangan dan lisan berupa amar ma’ruf nahi mungkar.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan jenis jihad ditinjau dari obyeknya dengan menyatakan bahwa jihad memiliki 4 tingkatan, yaitu
(1) jihad memerangi hawa nafsu,
(2) jihad memerangi syetan,
(3) jihad memerangi orang kafir dan
(4) jihad memerangi orang munafik. Namun dalam keterangan selanjutnya Ibnul Qayyim menambah dengan jihad melawan pelaku kezhaliman, bid’ah dan kemungkaran.
Dengan persyaratan tertentu, Jihad bisa diartikan sebagai perang fisik. Namun perlu difahami juga, jihad dalam konteks yang berbeda. Perang dalam hal ini bisa bermakna memerangi kebodohan, penyakit, kemiskinan, ketertinggalan, kezaliman para penguasa, ketidakadilan dan sebagainya.
Oleh karenanya, jihad mestinya dilakukan pada setiap saat, misalnya, jihad dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan budaya agar kualitas kehidupan umat Islam akan terpelihara, yang pada akhirnya mewujudkan kemajuan, keharmonisan kesejahteraan, dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Contoh implementasi jihad dalam as-Sunnah:
(1) Jihad berperang di jalan Allah
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللهِ وَاللهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ وَتَوَكَّلَ اللهُ لِلْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِهِ بِأَنْ يَتَوَفَّاهُ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ أَوْ يَرْجِعَهُ سَالِمًا مَعَ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ.
Telah bercerita kepada kami Abu Al-Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az-Zuhriy berkata telah bercerita kepadaku Sa’id bin Al-Musayyab bahwa Abu Hu rairah ra. berkata; “Aku mendengar Rasul saw.bersabda:”Perumpamaan seorang mujahid di jalan Allah, dan hanya Allah yang paling tahu siapa yang berjihad di jalan-Nya, seperti seorang yang melaksanakan puasa (shaum) dan berdiri (salat) terus menerus. H.R.al-Bukhari. No.2579.
Jihad dalam hadis di atas, dapat pula diartikan dengan berperang dengan jiwa dan hartanya melawan kemiskinan, kebodohan, penyakit, ketertinggalan dalam segala bidang
(2) Jihad menjalankan ibadah kepada Allah
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَلا نَغْزُو وَنُجَاهِدُ مَعَكُمْ فَقَالَ لَكِنَّ أَحْسَنَ الْجِهَادِ وَأَجْمَلَهُ الْحَجُّ حَجٌّ مَبْرُورٌ فَقَالَتْ عَائِشَةُ فَلا أَدَعُ الْحَجَّ بَعْدَ إِذْ سَمِعْتُ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dari ‘Aisyah Ummul Mukminin ra. berkata: “Wahai Rasul, apakah kami tidak boleh ikut berperang dan berjihad bersama kalian?”. Maka Beliau menjawab: “Akan tetapi (buat kalian) jihad yang paling baik dan paling sempurna adalah haji, yaitu haji mabrur”. Maka ‘Aisyah ra. berkata; ”Maka aku tidak pernah meninggalkan haji sejak aku mendengar keterangan ini dari Rasul saw.” H.R.al-Bukhari.No. 1728.
Sebaik-baik jihad kaum wanita: haji mabrur
عَنْ عَائِشَةَ بِنْتِ طَلْحَةَ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ أَفَلَا نُجَاهِدُ قَالَ لَا لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ.
Dari Aisyah binti Tholhah dari ‘Aisyah Ummul Muk minin ra. ia berkata: “Wahai Rasul, kami memandang bahwa jihad adalah sebaik-baiknya amal, maka apakah kami tidak boleh berjihad?” Beliau bersabda: “Tidak, namun sebaik-baik jihad bagi kalian (para wanita) adalah haji mabrur,” H.R.al-Bukhari. No. 1423.
Rasul saw dalam melaksanakan ibadah haji hanya sekali dalam seumur hidupnya, dan melaksanakan umrah sebanyak 4 kali. Namun Aisyah, setelah Rasul saw meninggal beliau melaksanakan ibadah haji setiap tahun hingga wafatnya, berdasarkan hadis riwayat al-bukhari no 1728 di atas.
Kendatipun demikian, pada masa pandemi covid-19 ini, bagi mereka yang sudah melaksanakan hajinya cukuplah sudah karena haji diwajibkan hanya sekali seumur hidup. Jadi uang ongkos untuk haji bisa digunakan untuk menolong mereka yang kekurangan, dengan pahalanya dikategorikan pada jihad di jalan Allah swt karena menyelamatkan kehidupan umat manusia, suatu amalan yang sangat mulia yang berkategori jihad fi sabilillah.
(3) Jihad menuntut ilmu
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَ فِي سَبِيلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ.
Dari Anas bin Malik dia berkata; Rasul saw. bersabda: “Barangsiapa keluar dalam rangka menuntut ilmu maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali.” H.R.at-Tirmizi. No. 2571.
(4) Jihad mengatakan yang benar di hadapan penguasa zalim
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata, “Rasul saw. bersabda:”Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim, atau pemimpin yang zalim.” H.R.Abu Dawud. No. 3781.
Boleh jadi, suatu negara atau negeri memiliki pemimpin, presiden atau kepala negara yang zalim, maka kewajiban umat Islam untuk menyampaikan kebenaran dan keadilan.
(5) Jihad berbakti pada orang tua
سَمِعْتُ أَبَا الْعَبَّاسِ الشَّاعِرَ وَكَانَ لَا يُتَّهَمُ فِي حَدِيثِهِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ.
Aku mendengar Abu Al-‘Abbas Asy-Sya’ir, dia adalah orang yang tidak buruk dalam hadis-hadis yang diriwayatkannya, berkata aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Amru ra. berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Nabi saw. lalu meminta izin untuk ikut berjihad. Maka Beliau bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Laki-laki itu menjawab: “Iya”. Maka Beliau berkata: ”Kepada keduanyalah kamu berjihad (berbakti)”. H.R.al-Bukhari. No. 2782.
Dalam hadis di atas memberikan pelajaran, agar umat Islam memperhatikan kedua orang tuanya. Jika keduanya masih hidup maka itu merupakan ladang amalnya untuk berbakti kepadanya, jadikan mereka berdua sebagai raja, agar rezeki kita juga seperti rezeki raja.
Jangan jadikan kedua orang tua sebagai pembantu, maka rezeki kita juga akan sebagai rezeki pembantu. Dengan berbakti kepada keduanya, diharapkan rahmat Allah swt akan turun kepada kita, perhatikanlah kehdupannya, sebagaimana mereka telah memperhatikan kita diwaktu kecil.
(6) Jihad melawan hawa nafsunya sendiri
أَنَّ عَمْرَو بْنَ مَالِكٍ الْجَنْبِيَّ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ فَضَالَةَ بْنَ عُبَيْدٍ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ كُلُّ مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلَّا الَّذِي مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنَّهُ يُنْمَى لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيَأْمَنُ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ وَسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ.
Bahwa Amru bin Malik Al-Janbi telah mendengar Fa dhalah bin Ubaid menceritakan dari Rasul saw., beliau bersabda: “Setiap mayit ditutup berdasarkan amalnya kecuali orang yang mati saat berjaga di jalan Allah, maka amalnya akan tetap berkembang hingga hari kiamat, dan ia akan aman dari fitnah Dajjal.” Aku mendengar Rasul saw. bersabda: “Mujahid adalah orang yang bisa melawan dirinya sendiri.” H.R.at-Tirmizi. No. 1546.
(7) Membantu janda dan orang-orang miskin termasuk jihad
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللهِ.
Abu Hurairah ra. dia berkata; Rasul saw. bersabda: “Orang yang membantu para janda dan orang-orang miskin seperti orang yang berjihad dijalan Allah.” H.R. al-Bukhari. No. 5548. Rasul saw menegaskan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ.
Dari Abu Hurairah dia berkata; “Rasul saw. bersabda: ‘Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah swt daripada orang mukmin yang lemah.” H.R. Muslim. No. 4816
Pada masa pandemi covid-19 saat ini adalah momen umat Islam berjihad membantu kaum dhuafa’, dan fakir-miskin, termasuk pada janda-janda miskin. Sebab mereka ini yang sangat merasakan betapa dahsyatnya dampak akibat covid-19 ini, ekonomi hancur, pekerjaan di PHK, sehingga penghasilan tidak menentu, pada saat seperti inilah kaum Muslimin yang memiliki kelebihan harta sangat dibutuhkan uluran tangannya, sehingga mereka dapat bertahan hidupnya setidak untuk makan sehari-hari. Berjihadlah sesuai dengan kemampuan kita, dengan pikiran, tenaga, dan harta. Untuk membantu saudara-saudara kita yang terkena dampak covid-19.
Allah swt akan mengganti seberapa pun yang kita infaqkan, sebab satu-satunya amal saleh atau ibadah yang langsung diganti oleh Allah swt adalah infaq, perhatikan Q.S.Saba/34:39:
قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (39)
Katakanlah: ”Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang di kehendaki-Nya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan/infakkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.”
sumber : Suara Muhammadiyah