Matang pada Waktunya

Percikan Iman – Kita mungkin sudah sering mendengar ungkapan “life begin at 40”. Padahal, mulai pada usia ini, kemampuan fisik setiap orang justru mulai menurun. Pun, beban hidup, justru sedang di puncak-puncaknya. Meski begitu, konon, mental dan pikiran manusia pada usia ini biasanya akan lebih matang. 

Memasuki usia 40, umumnnya, produksi hormon testosteron pada lelaki akan mengalami penurunan. Artinya, kaum lelaki akan mengalaman perlambatan pertumbuhan otot, laju metabolisme tubuh, kekuatan tulang, dan hasrat seksual. Yang tadinya bisa berpuluh menit tanpa jeda di lapangan futsal, kini lima menit pun sudah beruntung. Pun, sekalinya melakukan futsal, pegal-pegalnya masih terasa seminggu ke depan. 

Sedangkan pada kalangan perempuan, tanda-tandanya jelas, yakni mengalami menopause. Sedang pada lelaki akan mengalami penurunan gairah seksual. 

Menariknya, justru dalam kondisi penurunan tersebut, orang-orang pilihan Allah Swt. dilantik menjadi Nabi dan Rasul, kecuali Nabi Isa dan Yahya As. Termasuk, di dalamnya Rasulullah Muhammad Saw. Rupanya, justru pada usia inilah manusia mengalami kondisi puncak kestabilan secara mental sehingga lebih bijaksana, serta lebih teguh pendirian. Hal itu, ditunjang dengan kecenderungan untuk mendekatkan diri pada Allah Swt. 

Barangkali dengan mempertimbangkan perkembangan tersebutlah, mengapa undang-undang di negara kita menetapkan aturan 40 tahun sebagai ambang batas minimal untuk menjadi pemimpin daerah atau negara. Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu jo. Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 (hal. 58), seseorang untuk dapat menjadi presiden harus berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Kita tidak bisa menolak tua secara fisik. Meski kita menempuh upaya operasi plastik atau sedot lemak, tanda-tanda penuaan tetap saja tidak bisa ditutupi, yang bisa diupayakan sejauh ini hanya “dipudarkan” atau “diperlambat” (laju penurunannya). Ini pertanda sudah sunnatullah, bahwa jasad yang ada saat ini, sebagus apapun kita menjaganya, akan sirna juga. Lagipula, pada saatnya nanti, jasad itu akan kita tinggalkan, sementara wujud diri kita yang akan pulang, adalah jiwanya. 

Jika kita tinjau kembali surat Al-Fajr ayat 27, yang dipanggil oleh Allah Swt. bukanlah “insan”, “basyar”, atau “bani adam”, melainkan “nafs”. 

يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ

Hai, jiwa yang tenang!

Jasad hanya menunjang kehidupan kita, hanya selama di dunia. Namun, jiiwa yang ada di dalam diri kita akan hidup abadi. Beruntungnya, jika kita mampu membina jiwa kita dengan baik sehingga menjadi jiwa yang berbahagia, mendapatkan panggilan Allah Swt. untuk masuk dalam surga-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Al-Fajr ayat 28-30, 

ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚ

Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoi-Nya.

فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ

Masuklah ke golongan hamba-hamba-Ku,

وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ ࣖࣖ

masuklah ke surga-Ku.

Tidak sedikit juga orang yang justru “termakan” oleh kondisi fisiknya sehingga muncul perasaan lemah, keraguan soal kualitas hidup dan kebahagiaan mereka, hingga dalam beberapa kasus, sampai mengalami depresi. Ingatlah, meski rambut perlahan rontok, perut membuncit, paha membesar, Allah Swt. akan ganti dengan daya tarik yang berbeda.

Seiring mulai melemahnya tubuh kita, Allah Swt. justru menjadikan jiwa kita memiliki kecenderungan untuk mendekatkan diri pada-Nya. Itulah, modal besar untuk kita bisa memperbaiki akhlak kita. Akhlak, bukan hanya karena kebiasaan, namun juga karena pertolongan Allah Swt., kerena energi tanpa batas dari Allah Swt. 

Kalau kita perhatikan Sirah Nabi Muhammad Saw., menjelang pelantikan beliau sebagai Nabi, Allah Swt. jadikan hati beliau cenderung untuk mengasingkan diri. Dengan begitu, beliau bisa memikirkan perkara-perkara yang lebih besar, lebih intim dengan pencipta-Nya. 

Melalui Al-Qur’anul kariim, Allah Swt. telah menetapkan kriteria ideal ketika seseorang memasuki usia 40 tahun. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Al-Ahqaf ayat 15, 

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا ۗحَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۗوَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ 

Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandung dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah pula. Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan. Sehingga, apabila anak itu telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, ia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhoi. Berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai anak cucuku. Sesungguhnya, aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang Muslim.”

Secara umum, ketika seseorang memasuki usia 40 tahun, ia dapat memenuhi beberapa kriteria. Pertama, ia hendaknya sudah berada di puncak karir dalam hidupnya. Umumnya, memang seperti itu. Jika pun belum, maka sebagaimana disampaikan Elizabeth Hurlock, selama seseorang mempunyai keinginan kuat, maka pada sekitar usia itulah dia akan mencapainya. 

Setelah itu, hendaknya seseorang memperhatikan kehidupan generasi di atasnya, yakni orang tua dan juga keturunannya. Kepada orang tua, hendaknya ia tidak lagi merepotkan keduanya. Bahkan, kalau perlu, kita sudah mampu membantu kehidupannya jika diperlukan. Artinya, kemampuan finansial Anda sudah lebih dari cukup untuk keluarga kecil kita. Pun, kita perlu memperhatikan anak-anak kita yang mulai beranjak dewasa. Ingat, sikap kita pada orang tua menentukan bagaimana sikap anak-anak pada kita. 

Setelah itu, karena anak-anak sudah mulai dewasa, hendaknya kita memperhatikan pasangan kita. Kondisi menopouse yang dialami istri maupun klimakterik (penurunan gairah seksual) pada suami akan memicu rasa lemah atau malah kurang berharga. JIka tidak diantisipasi, kondisi tersebut, rentan terjadi perceraian. Maka, penting sebagai pasangan untuk saling menguatkan. Bisa jadi, suami memberikan uang lebih pada istri agar melakukan perawatan atau dengan sering-sering melakukan aktifitas bersama, terutama dalam ruang lingkup amal sholeh.

Jika istri sudah mendapatkan perhatian, selanjutnya kita bisa meluaskan perhatian pada masyarakat lebih luas. Mulai dari tetangga, bahkan negara. Walau boleh menjadi pemimpin negara ketika 40 tahun, namun alangkah baiknya jika Anda memulainya dari sekup pemerintahan terkecil. Perbanyak amal sholeh, gunakan pengalaman, serta hikmah yang Anda kumpulkan selama puluhan tahun untuk kemashlahatan lebih banyak orang. 

Terakhir, idealnya, pada usia ini seseorang memperbanyak taubat. Usia ini, merupakan masa yang pas untuk mulai banyak melihat ke belakang. Sementara, kehidupan Anda sudah setengahnya Anda jalani, sisa setengahnya lagi. Kita patut bertanya, menghitung apa saja yang sudah kita lakukan dan apakah, kita sudah siap menghadapi penutup hidup? Selama merintis karir, mungkin saja kita pernah melakukan sikut-menyikut, menyakiti hati kolega kita. Dalam berkeluarga, pasti kita pernah menyakiti pasangan kita. Inilah saat yang tepat untuk memperbaiki semuanya. 

Hanya, kematangan jiwa seseorang pada usia 40 tahun itu bukan kondisi yang otomatis diperoleh seiring dengan hari ulang tahunnya, melainkan melalui proses. Jika Anda masih berada pada usia di bawah 40, inilah saat yang tepat untuk memulai “investasi” sebelum tibanya usia yang menuntut kematangan Anda. Ingatlah, ketika Anda masuk usia 40 ini, kebiasaan yang Anda bangun sebelum memasukinya, akan sulit Anda ubah lagi. 

Sebagaimana yang disampaikan Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, “Menurut suatu pendapat, biasanya seseorang tidak berubah lagi dari kebiasaan yang dilakukannya bila mencapai usia empat puluh tahun.”

Namun, jika Anda baru sadar setelah memasuki usia 40 tahun, bersyukurlah. Itu hidayah taufiq dari Allah Swt. Anda sungguh beruntung. Ingatlah, siapa yang bersungguh-sungguh menuju Allah Swt. pasti akan ditunjukkan jalan. 

Wallahu a’lam bi shawwab

______

Tulisan ini, kami kembangkan berdasarkan materi yang disampaikan oleh guru kita, Dr. Aam Amirudin, M.Si. pada Majelis Percikan Iman (MPI) di Masjid Peradaban Arjasari, serial “Perjalanan Hidup; Fase-fase Kehidupan”, setiap Ahad sepanjang bulan September 2024 

Media Dakwah Percikan Iman

Media Dakwah Percikan Iman

Yayasan Percikan Iman | Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *