Melanggengkan Kebahagiaan Rumah Tangga Dengan Sabar dan Syukur

Percikan Iman – Seyogyanya, siapapun berharap jika kehidupannya diliputi dengan kesenangan dengan hadirnya pasangan sholeh, rumah yang memadai, dan kendaraan yang nyaman. Namun, nyatanya, semua itu bukan jaminan seseorang memperoleh kebahagiaan yang hakiki. Malah, bisa jadi yang tidak memperolehnya justru yang meraih kebahagiaan yang langgeng. 

Pada dasarnya, mendapatkan pasangan yang sholeh merupakan anugerah Allah Swt. yang bisa diikhtiarkan. Hanya, tetap saja, sesholehah-sholehahnya istri, se-sholeh-sholehnya suami, ada saja “kekurangannya”; kadang tetap bikin kecewa. Pun, rumah dan kendaraan, keduanya anugerah dari Allah Swt. ada kalanya, sebagus-bagusnya rumah dan kendaraan, jadi terasa usang juga. 

Artinya, betul pasangan sholeh, kendaraan, dan rumah bisa menyenangkan seseorang yang mendapatkannya, hanya belum tentu membahagiakan dirinya atau membuatnya meraih kebahagiaan hakiki. Kebahagiaan itu lahir dari penyikapan yang benar atas kondisi dan situasi. Di antaranya, memunculkan sikap syukur dan sabar. 

Mari kita tengok kembali, apa itu kebahagiaan hakiki bagi sebuah keluarga. Menurut Al-Qur’an, kebahagiaan hakiki keluarga adalah ketika seluruh anggota keluarga bisa kembali berkumpul di surga, baik dengan pasangan, maupun dengan anak keturunan. Dalam Qur’an, surat Ar-Ra’du ayat 23, Allah Swt. berfirman, 

جَنّٰتُ عَدْنٍ يَّدْخُلُوْنَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ اٰبَاۤىِٕهِمْ وَاَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيّٰتِهِمْ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ يَدْخُلُوْنَ عَلَيْهِمْ مِّنْ كُلِّ بَابٍۚ 

yaitu Surga ‘Adn. Mereka masuk ke dalamnya bersama orang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya, sedangkan para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, 

Hanya untuk mendapatkan semua itu, realita kehidupan dunia pada dasarnya adalah ujian. Meski memiliki istri sholehah, suami sholeh, eh anaknya nakal atau mertua menyebalkan. Rumahnya udah bagus, eh tetangganya julid. Ujian akan selalu mewarnai kehidupan setiap orang, baik sebagai istri, suami, orang tua, atau anak. 

Ingatlah, jangankan kita, Nabi saja tak lepas dari ujian dari orang dalam, yakni Nabi Nuh As. dan Nabi Luth As. Keduanya memiliki pasangan dan anak yang justru menentang ajaran yang mereka bawa. Sebaliknya, ada juga kombinasi pasangan di mana yang sholeh itu istrinya, sedang suaminya adalah pemimpin kekufuran, yakni pasangan Asiah dan Fir’aun. Profilnya dapat kita lihat sekilas dalam Qur’an surat At-Tahrim ayat 10-11. Allah Swt. berfirman, 

ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوا امْرَاَتَ نُوْحٍ وَّامْرَاَتَ لُوْطٍۗ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتٰهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا وَّقِيْلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِيْنَ 

Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Luţ.Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. Tetapi, kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari siksaan Allah dan dikatakan kepada kedua istri itu, “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk neraka.”

وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا امْرَاَتَ فِرْعَوْنَۘ اِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَنَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهٖ وَنَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَۙ 

Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang beriman, istri Fir‘aun, ketika ia berdoa, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum zalim,”

Seorang Nabi saja tak luput dari kemungkinan memiliki pasangan yang kufur, apalagi kita. Pantas, jika ada kalanya pasangan kita tak sejalan dengan pikiran atau standar yang kita miliki. Di sini, kesabaran harus kita kemukakan. Ketika kita sabar, maka terbuka peluang untuk kemudian pasangan atau anak kita terbuka hatinya sehingga masuk keimanan dalam hatinya. Ketika keimanan sudah masuk, terbukalah peluang pasangan dan istri menjadi orang-orang yang akan membersamai kita di surga. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an surat Ar-Ra’du ayat 24.

سَلٰمٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِۗ 

sambil mengucapkan, “Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.” Alangkah nikmatnya tempat kembali seperti itu.

Dari ayat tersebut, kita mengetahui bahwa kesabaran adalah pondasi agar setiap orang dalam surga dapat kembali berkumpul di surga. Sabar, baik sebagai suami pada istri maupun sebaliknya atau orang tua pada anak pun sebaliknya.

Ada kalanya, ujian rumah tangga juga datang dalam aspek ekonomi. Misalnya, pada saar awal menikah, di mana suami yang bertugas mencari nafkah masih merintis bisnis atau karirnya. Maka, sebagai pasangan kita harus ingat bahwa Allah Swt. mempergilirkan situasi dan kondisi pada setiap orang sebagai bentuk ujian pada mereka. Dalam Qur’an, surat Al-Isra’ ayat 30-31, Allah Swt. berfirman, 

اِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗاِنَّهٗ كَانَ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرًاۢ بَصِيْرًا ࣖ

Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki dan membatasinya kepada orang yang dikehendaki-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya.

Jangan sampai, karena sedang sempit secara ekonomi, terus seseorang sampai kepikiran membunuh anaknya. Dalam ayat berikutnya, Allah Swt. memberikan peringatan agar jangan sampai orang tua berputus asa dengan kondisi Ekonomi yang menghimpit mereka, sampai-sampai berpikir membunuh anaknya. Allah Swt. berfirman dalam Qur’an, surat Al-Isra’ ayat 31,

وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا 

Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh dosa besar.

Barangkali, Anda bertanya-tanya, “apakah mungkin ada orang tua yang setega itu?” Begitulah kenyataanya. Belakangan, beredar berita, orang tua yang tega membunuh anaknya lantaran khawatir anaknya hidup miskin. Padahal Allah Swt. sudah menjamin rizki setiap insan. 

Sebaliknya, ketika Allah Swt. menakdirkan kita mendapatkan pasangan sholeh, rupawan, bahkan hartawan, hendaknya kita mampu bersyukur. Anugerah dari Allah Swt. takkan menguntungkan sedikitpun bagi kita tanpa syukur. Jangan sampai seseorang sampai menyia-nyiakannya dengan berbuat zhalim, misal melakukan KDRT pada pasangan atau tidak memberikan pengasuhan dan pendidikan yang layak bagi anak. Ingatlah peringatan dari Allah Swt. dalam Qur’an, surat Ibrahim ayat 7, 

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ 

Ingatlah, ketika Tuhanmu memberitahukan, “Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, pasti azab-Ku sangat berat.”

Bersyukur ini merupakan salah satu bentuk ibadah, yang dengan kita melakukannya, maka kita dapat mendekat pada Allah Swt. Sedangkan musuh kita, setan tidak suka dengan itu. Artinya, akan ada godaan atau rintangan dalam melakukannya. Secantik-cantiknya pasangan, sekaya-kaya-nya pasangan, ada saja kurangnya. Yang cantik, ternyata cerewet. Suami yang kaya ternyata sudah tua. Itulah tugas setan, yakni menjadikan apa yang baik terlihat buruk, yang buruk terlihat sebaliknya. Dalam Qur’an surat An-Nahl ayat 63, Allah Swt. berfirman, 

تَاللّٰهِ لَقَدْ اَرْسَلْنَآ اِلٰٓى اُمَمٍ مِّنْ قَبْلِكَ فَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطٰنُ اَعْمَالَهُمْ فَهُوَ وَلِيُّهُمُ الْيَوْمَ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ 

Demi Allah, sungguh Kami telah mengutus rasul-rasul kepada umat-umat sebelum kamu (Muhammad). Namun, setan menjadikan perbuatan buruk mereka terasa indah sehingga setan menjadi pemimpin mereka pada hari ini dan mereka akan mendapat azab yang sangat pedih.

Agar kita mampu menumbuhkan sikap sabar dan syukur, maka kita membutuhkan cara pandang yang benar sebagai pondasi. Ketahuilah, pasangan maupun anak bukan hanya anugerah dari Allah Swt. Benar, bersama pasangan, kita dapat bersenang-senang. Pun, dengan anak-anak. 

Hanya, di balik kesenangan itu, Allah Swt. juga menyertakan tanggung jawab. Itulah kenyataan yang harus kita terima. Maka, penting untuk kita memandang anak dan pasangan sebagai amanah dari Allah Swt. Agar kita mendapatkan cara pandang yang benar, pondasinya adalah iman. Pantaslah, keluarga yang berpeluang kembali di surga adalah keluarga yang beriman pada Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat At-Thur ayat 21

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ اَلَتْنٰهُمْ مِّنْ عَمَلِهِمْ مِّنْ شَيْءٍۚ كُلُّ امْرِئٍ ۢبِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ 

Orang-orang beriman dan anak cucu mereka yang mengikutinya dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucunya di dalam surga. Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal kebajikan mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.

Media Dakwah Percikan Iman

Media Dakwah Percikan Iman

Yayasan Percikan Iman | Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

slot mahjong
slot mahjong
slot pragmatic
gambolhoki
slot pragmatic