Melihat Jin dan Meramal Nasib

Silakan perhatikan ayat berikut.

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh seitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Q.S. Al’Araf/7: 27).

Pada ayat di atas ada kalimat

“. . . Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya bisa melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. . .” Imam Syafi’i berpendapat berdasarkan kalimat ayat ini bahwa manusia yang bukan nabi tidak dapat melihat jin dalam bentuk yang aslinya. Merujuk pada pendapat ini, bisa kita simpulkan bahwa kalau ada yang pernah melihat atau bisa melihat jin, sesungguhnya yang dilihat itu bukan bentuk aslinya tapi samarannya. Jin tersebut telah mengubah bentuk dirinya pada bentuk yang bukan aslinya.

Adapun tentang ramalan, sesungguhnya ada dua jenis ramalan. Pertama, ramalan yang berdasarkan pada analisis-analisis ilmiah atau melalui riset. Ramalan semacam ini disebut juga prediksi ilmiah. Kita diperbolehkan mempercayai prediksi ilmiah karena berlandaskan pada data dan fakta yang dianalisis secara rasional.

Misalnya ramalan cuaca, ramalan kelahiran bayi, ramalan penyakit, dll. Kedua, ramalan yang berlandaskan pada mistik. Ramalan semacam ini biasa dilakukan oleh para dukun, paranormal, atau ahli nujum. Biasanya mereka meramal hal-hal yang merupakan otoritas Allah, misalnya tentang jodoh, rizki, kebahagiaan ataupun kesengsaraan. Mekanisme kerjanya, biasanya mereka meminta bantuan jin. Kita diharamkan mempercayai ramalan semacam ini.

Hal ini berdasarkan pada keterangan berikut.
“Barangsiapa yang berkunjung kepada paranormal atau dukun, lalu bertanya sesuatu kepadanya dan dia membenarkannya, maka shalatnya tidak diterima oleh Allah selama 40 hari.” (H.R. Muslim dan Ahmad).

Muawiyah bin Hakam as-Sulaiman r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah! Pada zaman jahiliah kami biasa mendatangi peramal, bagaimana hukumnya?” Nabi saw. menjawab: Jangan! Jangan datangi lagi tukang ramal ! . . .” (H.R. Muslim).

Apabila ada orang yang mengaku sebagai kiai, ustadz, atau atribut-atribut lain untuk menarik simpati orang-orang agar datang berkunjung kepadanya dan bertanya tentang nasib, jodoh, rizki, dan lain-lain, maka haram hukumnya kita percaya kepada ramalannya karena mereka melakukan interfensi pada otoritas Allah swt. Bukankah Yang Maha Tahu urusan jodoh, rizki, keberuntungan dan kesengsaraan itu hanyalah Allah?

Mengapa kadang-kadang ramalan mereka benar? Karena dapat bisiakan jin. Perhatikan keterangan berikut. Aisyah r.a. menjelaskan bahwa banyak orang berdatangan kepada Rasulullah saw. menanyakan praktek paranormal. Lalu Nabi saw. menjawab: “Mereka itu tidak benar!” “Para shahabat bertanya pula, “Kadang-kadang apa yang paranormal katakan itu memang terjadi, bagaimana itu?”Jawab Rasullah saw., “Ucapan yang benar datang dari langit, lalu terdengar oleh jin, lalu dibisikkan oleh jin ke telinga para tukang ramal . . .” (H.R. Muslim).

Atas dasar keterangan tersebut, jelaslah bahwa haram hukumnya mempercayai yang namanya ramalan paranormal walaupun atributnya diganti dengan nama ustadz atau kiai. Kalau cara kerjanya seperti tukang ramal, tetap saja hukumnya haram untuk kita datangi, apalagi kita percayai, karena mereka telah berkolaborasi dengan jin dan perbuatan itu akan semakin menambah dosa. “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antaraa manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Q.S. Jin 72:6)

Ulama, kiai, atau ustadz yang benar adalah yang benar-benar hidupnya merujuk kepada aturan Allah dan Rasul-Nya, yaitu hanya meminta pertolongan kepada Allah dengan berikhtiar, bekerja keras, bersungguh-sungguh melakukan yang terbaik dengan berserah diri kepada-Nya, bukan dengan membuat ramalan-ramalan seperti halnya yang dilakukan paranormal.

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkaan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al Baqarah 2: 257)

Kesimpulannya. Pertama, Jin dalam bentuk yang asli tidak bisa dilihat oleh manusia biasa kecuali oleh para nabi dengan izin Allah. Kalau ada yang pernah atau bisa melihat jin, sesungguhnya itu bukanlah jin yang aslinya tapi samarannya. Kedua, kita haram mempercayai ramalan yang bersifat mistik, yaitu ramalannya paranormal atau dukun walaupun mereka beratribut Kiai atau ustadz. Namun kita diperbolehkan mempercayai ramalan atau prerdiksi ilmiah, karena ramalan seperti ini bertitik tolak dari data dan fakta yang dianalisis secara ilmiah.

Wallahu A’lam

Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Melihat Jin dan Meramal Nasib

Menurut para ahli hadits, Hadits Qudsi adalah setiap ucapan yang disandarkan kepada Allah swt. oleh Rasulullah saw. Karena itu, hadits qudsi sering diawali dengan kalimat “… dari Rasulullah saw. dari hadits yang beliau riwayatkan dari Tuhannya,…” atau “Rasulullah saw. bersabda, Allah swt berfirman,…”

Berikut ini salah satu contohnya, Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, Allah swt. berfirman, “Aku adalah menurut persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku bersamanya ketika ia menyebut-Ku. Jika ia menyebut-Ku dalam dirinya, Aku menyebutnya dalam diri-Ku. Ketika ia menyebut-Ku ditengah-tengah sekelompok orang, Aku menyebutnya ditengah-tengah kelompok yang lebih baik dari mereka (kelompok malaikat).” (H.R.Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, At Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Menurut para peneliti, hadits qudsi jumlahnya relatif sedikit. Syaikh Muhammad Al Madani menyebutkan jumlahnya sebanyak 863 hadits. menurut Lembaga Penelitian Al Quran dan Hadits Dewan Tinggi Agama Islam Mesir, 400 hadits, yang dihimpun dari Kutubus Sittah. Ini menunjukkan bahwa setiap peneliti punya cara penghitungan yang berbeda sehingga secara nominal jumlahnya berbeda.



Dari beberapa hasil penelitian, kita bisa membuat kisaran jumlah hadits qudsi yaitu sekitar 400 hingga 800 hadits. Terdapat perbedaan mendasar antara Al Qur’an dan Hadits Qudsi, yaitu:

(1) Kandungan isi [content] dan redaksional Al Qur’an merupakan firman Allah swt, (satu huruf pun tidak diubah oleh Rasulullah saw. saat menyampaikannya kepada ummat), sedangkan hadits qudsi kandungan isi [content] dari Allah sementara redaksionalnya dari Nabi saw.

(2) Dalam Al Qur’an dikenal istilah surat dan ayat, sementara dalam hadits qudsi tidak dikenal istilah tersebut.

(3) Ayat Al Qur’an bisa digunakan sebagai bacaan surat dalam shalat, sedangkan hadits qudsi tidak boleh dijadikan bacaan surat dalam shalat.

(4) Al Qur’an itu pasti shahih karena diriwayatkan secara mutawatir, sementara hadits qudsi ada yang shahih dan ada pula yang dhaif tergantung bagaimana kualitas para perawinya. Wallahu a’lam.
Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *