MEMAHAMI FIQIH SHALAT DHUHA

Pentingnya shalat Dhuha bagi umat Islam bukanlah hal yang masih diragukan dan dipertanyakan lagi. Sedemikian pentingnya sampai-sampai Allah telah bersumpah dalam beberapa ayat Al-Quran dengan waktu dhuha, seperti dalam surat Asy-Syam.

Bahkan, di dalam Al-Quran juga terdapat sebuah surat yang bernama Adh-Dhuha. Yang perlu kita pahami adalah bahwa setiap kali Allah bersumpah atas nama sesuatu, maka pada sesuatu tersebut tentunya terdapat rahasia agung yang memiliki manfaat besar. Demikian pula ketika Allah bersumpah dengan atas nama dhuha.

Dalam sebuah doanya, Rasulullah Saw. senantiasa memohon kepada Allah, “Allahumma baarik ummatii fii bukuuriha” yang artinya adalah “Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada ummatku di waktu pagi.”

Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang aktif pada waktu pagi (Shubuh dan Dhuha) untuk berjuang mencari rezeki yang halal akan memperoleh limpahan barakah dari Allah Swt. Bagi orang-orang yang terlena dengan tidurnya hingga lupa melaksanakan shalat Shubuh dan yang bermalas-malasan melakukan shalat Dhuha, maka mereka tidak akan mendapatkan berkah pagi dari Allah Swt.

Sementara itu, bagi orang-orang yang aktif dan bangun di waktu pagi (waktu Subuh dan Dhuha) untuk beribadah kepada Allah dan mencari nafkah yang halal, mereka akan mendapatkan berkah.

Untuk mendapatkan keberkahan tersebut, diperlukan pengetahuan yang baik berkaitan dengan ilmu dan tata cara pelaksanaan ibadah pagi sehingga membuat diri lebih termotivasi. Berikut beberapa fiqih shalat Dhuha yang perlu Anda ketahui.

Waktu Shalat Dhuha

Dalam bahasa Arab, kata dhuha diartikan forenoon, pagi hari sebelum tengah hari. Maksudnya, ketika matahari mulai tampak terlihat jelas sebelum tengah hari. Para penerjemah Al-Quran sepakat bahwa dhuha diartikan waktu “matahari sepenggalahan naik” atau pagi hari yang panas. Mengenai kata dhuha diartikan sebagai “matahari sepenggalahan naik” terdapat dalam Q.S. Adh-Dhuha [93 ]: 1 dan Al-Araf [ 7]: 98.

Waktu sepengggalahan itu kira-kira 18 derajat ketinggian waktu di ufuk timur karena waktu tersebut bersamaan hilangnya waktu karahah (makruh mengerjakan shalat). Waktu karahah yang dimaksud di sini adalah rentang waktu yang memisahkan antara selesai shalat Shubuh dengan terbitnya matahari karena haram hukumnya melakukan shalat pada saat tepat matahari terbit.

Sementara itu, waktu yang paling utama untuk menunaikan shalat Dhuha adalah ketika terik matahari makin menyengat. Agar lebih aman, shalat Dhuha sebaiknya dilaksanakan mulai dari seperempat jam setelah terbitnya matahari sampai kurang seperempat sebelum waktu Dhuhur tiba (07.00-11.00 WIB). Waktu disesuaikan dengan perbedaan arah matahari di masing-masing wilayah.

Rakaat Shalat Dhuha

Tidak ada batasan pasti mengenai jumlah rakaat shalat Dhuha. Namun demikian, shalat Dhuha sekurang-kurangnya dilakukan dalam dua rakaat. Rasulullah biasa mengerjakan shalat Dhuha sebanyak dua, empat delapan, bahkan dua belas rakaat. Setiap dua rakaat ditutup dengan salam, sebagai mana disebutkan oleh hadits berikut.

“Dari Ummu Hani binti Abu Thalib, bahwasanya Rasululah pada yaumul fathi (penaklukan kota Mekkah) shalat sunat Dhuha delapan rakaat dan mengucapkan salam pada setiap rakaat.” (H.R. Abu Daud).

Begitu juga dengan hadits dari Aisyah r.a, “Rasulullah Saw. shalat Dhuha sebanyak empat rakaat dan menambah menurut kehendak Allah (menurut kehendaknya).” (H.R. Muslim dan Ahmad).

Dari jawaban Aisyah tersebut, diketahui bahwa Rasulullah suka menambah rakaat shalat Dhuha, namun biasanya empat rakaat. Penambahan rakaat shalat Dhuha ini tidak dijelaskan sampai berapa rakaat. Ini mengindikasikan bahwa tidak ada ketentuan maksimal dalam pelaksanaan shalat Dhuha.

Lakukan dengan Niat yang Ikhlas

Niat artinya sengaja, yaitu sengaja mengerjakan suatu ibadah karena Allah. Hakikat niat ada di dalam hati yang merupakan dorongan atau keinginan kuat untuk mengerjakan sesuatu. Niat tergambar dari rangkaian perbuatan yang dilakukan seseorang.

Suatu ibadah akan diterima oleh Allah bila dilandasi oleh niat ikhlas karena Allah, bukan karena terpaksa atau motivasi lainnya. Firman Allah Swt. menyebutkan,

“Padahal mereka hanya diperintahkan Allah dengan ikhlas menaati-Nya dalam (menjalankan) agama…” (Q.S. Al-Bayyinah [98 ]: 5)

Seseorang yang beribadah karena motivasi atau niat selain Allah, ibadahnya tidak akan berarti apa-apa. Ia hanya akan memperoleh yang diniatkannya itu. Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh segala perbuatan tergantung kepada niatnya, dan sungguh bagi setiap orang apa yang diniatkannya.” (H.R. Jama’ah dari Umar bin Khatab)

Bacaan Surat dan Doa dalam Shalat Dhuha

Mengenai bacaan, tidak ada keterangan dari Rasulullah mengenai surat tertentu yang harus dibaca ketika shalat Dhuha. Kita dipersilahkan membaca surat apa pun sesuai dengan kemampuan dan keinginan kita. Kita diperkenankan untuk membaca surat Asy-Syams, Adh-Dhuha, atau surat-surat lain yang menjadi favorit atau pilihan.

Allah berfirman, “…Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Quran…” (Q.S. Al-Muzzammil [73]: (20).

Tidak ditentukan bacaan doa yang harus dibaca setelah shalat Dhuha. Semua diserahkan kepada masing-masing pribadi untuk berdoa sesuai dengan keinginannya masing-masing. [Ali]

Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

slot mahjong
slot mahjong
slot pragmatic
gambolhoki
slot pragmatic