Percikan Iman – “Tua itu nasib, dewasa itu pilihan,” begitu lazim kita temukan terkait kedewasaan. Maksudnya, laju penuaan secara fisik tak bisa dibendung, melainkan hanya bisa kita perlambat lajunya. Namun, tidak dengan jiwa kita yang merupakan esensi diri kita dan akan hidup abadi di akhirat nanti. Kematangannya tergantung dari upaya sendiri. Beruntungnya kita, Islam memberikan panduan yang proporsional soal bagaimana kita bisa mematangkan jiwa kita.
Kita meyakini, bahwa Allah Swt. sudah menetapkan jatah hidup setiap orang, termasuk umur dan ajal seseorang. Ada yang meninggal ketika baru beberapa jam lahir ke dunia. Ada juga yang Allah Swt. panjangkan usianya, bahkan sampai beratus tahun. Beruntungnya jika seseorang Allah Swt. kehendaki panjang umurnya, yang dengan umurnya tersebut, ia dapat memperbanyak amal sholeh, baik dengan ibadah pada Allah Swt. maupun melalui sesama. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Al Hajj, ayat 5, Allah Swt. berfirman,
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَاِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَّغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْۗ وَنُقِرُّ فِى الْاَرْحَامِ مَا نَشَاۤءُ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوْٓا اَشُدَّكُمْۚ وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّتَوَفّٰى وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّرَدُّ اِلٰٓى اَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْۢ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْـًٔاۗ وَتَرَى الْاَرْضَ هَامِدَةً فَاِذَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاۤءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَاَنْۢبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍۢ بَهِيْجٍ
Hai, manusia! Jika kamu meragukan Hari Kebangkitan, sesungguhnya Kami telah menjadikanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu. Kami tetapkan kamu dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan. Kemudian, Kami keluarkan kamu sebagai bayi dan berangsur-angsur sampai usia dewasa. Di antara kamu ada yang diwafatkan dan ada pula yang sampai usia lanjut (pikun) sehingga ia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Kamu lihat bumi ini kering. Jika Kami turunkan air hujan di atasnya, bumi menjadi hidup dan subur serta menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah.
Dalam rentang baru lahir hingga nanti kembali pada Allah Swt., setiap manusia akan melalui beberapa fase penting. Al-Qur’an sudah memberikan panduan lengkap agar kita dapat mengoptimalkan setiap fase penting tersebut. Salah satu fase penting yang akan dilalui seseorang itu ialah usia 40 tahun, di mana para ilmuwan psikologi mendefinisikannya sebagai dewasa madya. Usia, di mana fisik seseorang secara bertahap akan mengalami penurunan fungsi dan kekuatan. Namun, di usia ini pula, umumnya seseorang matang secara mental atau kejiwaan.
Hanya, dewasa secara mental itu bukan capaian yang otomatis, melainkan perlu dipersiapkan. Imam Ibnu Katsir mengatakan, jika seseorang sudah memasuki fase ini, maka karakter yang sudah terbangun pada diri seseorang itu tidak akan berubah lagi. Beruntungya, jika sebelum memasuki “pintu gerbang” ini, seseorang sudah menanam ragam kebiasaan baik, baik untuk kesehatan fisik maupun jiwanya. Yang perlu kita perhatikan, justru tantangan hidup pada saat kita memasuki dunia ini, justru semakin hebat. Ingat, memasuki usia 40 belum masanya pensiun, justru di sinilah kita “memulai”.
Mari kita teladan terbaik, Rasulullah Saw., bagaimana beliau dilantik menjadi Nabi dan Rasul justru pada usia 40 tahun. Ketika fisik beliau memasuki fase penurunan, justru beliau menghadapi tantangan yang menuntut beliau mempertaruhkan semua yang beliau punya, baik harta maupun nyawa, termasuk kehormatan serta kenyamanan hidup yang beliau nikmati selama ini. Bahkan, pada usia 55 tahun, beliau harus memimpin peperangan paling legendaris dalam sejarah, yakni perang Badar Kubro.
Jadi, menurunnya fungsi fisik dan kekuatan pada usia 40 itu bukan pembenaran bahwa kita boleh pensiun, apalagi jika seseorang sudah financial freedom. Dalam perlombaan lari, inilah momen menjelang finish, di mana seorang atlet justru dituntut meningkatkan kecepatannya demi meraih podium. Inilah momen terbaik untuk mempertaruhkan apa yang kita sudah kumpulkan selama ini untuk menjadi “pemenang” di akhirat nanti, sampai garis “finish” dalam kondisi husnul khatimah.
Maka, agar kita mampu menghadapi tuntutan pada usia “emas” tersebut, hendaknya kita berinvestasi jauh-jauh hari sebelum tibanya masa itu. Salah satunya yang harus kita persiapkan adalah kondisi fisik kita. Gambaran kodisi fisik kita pada usia 40 tahun adalah manifestasi dari gaya hidup yang dijalaninya, apakah sehat atau tidak. Tubuh yang sehat dimulai dari memperhatikan pola makan. Dalam hal ini, Islam sudah memberikan perhatian yang jelas, dengan menghimbau umatnya agar menjauhi yang haram dan hanya mengonsumsi yang halal lagi bermanfaat bagi tubuh, serta tidak berlebihan.
Sebagai mukmin kita meyakini, menjauhi yang haram dan mengomsumsi hanya yang Allah Swt. halalkan sebagai bentuk ibadah. Kita pun meyakini bahwa semua makanan-minuman yang Allah Swt. halalkan itu baik bagi tubuh dan jiwa kita. Artinya, ketika kita mengupayakan makanan-minuman yang halal lagi bermanfaat bagi tubuh kita dan keluarga adalah sebentuk ibadah. Allah Swt. berfirman dalam Qur’an, surat Al-Baqarah, ayat 168,
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Hai, manusia! Makanlah makanan yang halal dan baik yang terdapat di bumi serta jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya, setan itu musuh yang nyata bagimu.
Bahkan secara spesifik, pada orang beriman, Allah Swt. memerintahkan agar memakan hanya yang bermanfaat. Yang halal belum tentu bermanfaat, malah tidak mengandung manfaat apa-apa bagi tubuh, bahkan bisa mudharat jika dikonsumsi melewati ambang batas. Biasanya makanan ini, makanan yang sifatnya instan, artinya sudah melalui beberapa proses pengolahan, bahkan membubuhkan beberapa bahan kimia. Salah satunya, adalah makanan minuman yang mengandung gula di luar ambang batas. Maka, Allah Swt. kalau kita mau diakui sebagai orang yang beriman pada Allah Swt. hendaknya kita berupaya hanya makan yang mengandung manfaat atau baik bagi tubuh, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Al-Baqarah ayat 172,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
Hai, orang-orang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu hanya menyembah-Nya.
Biasanya, makanan itu baik atau buruk, juga dipengaruhi oleh pola konsumsinya. Jika berllebihan, meskipun halal, bisa jadi tidak thayyib lantaran tidak proporsional, bisa jadi kekurangan atau berlebihan. Namun, umumnya, yang berbahaya itu adalah ketika berlebihan. Sedang yang kekurangan, biasanya berkaitan dengan daya beli. Maka, Allah Swt. juga menghimbau agar hendaknya kita tidak berlebihan dalam makan, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Al-A’raf ayat 31,
۞ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ
Hai, anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.
Selanjutnya, agar tubuh bugar, kita juga perlu memberikan fisik kita fitrahnya, yakni untuk digunakan. Realitanya, setiap orang punya tuntutan peran yang berbeda-beda, khususnya mereka yang berperan di ruang-ruang kerja ber-AC. Akibatnya, kurang-gerak mengakibatkan tubuhnya kurang terlatih dan lemah. Maka, penting bagi kita untuk mengaggarkan waktu untuk berolah raga.
Setelah olah raga, tentunya tidur. Allah Swt. telah mengatur, dengan adanya konsep siklus sirkadian, yakni siklus hidup beradasarkan edar matahari. Allah Swt. menciptakan siang dan malam dengan fungsi yang spesifik. Siang untuk mencari penghidupan, sedang malam untuk beristirahat. Seandainya kita menjalani hidup sesuai fitrah, yakinlah, tubuh dan jiwa kita akan sehat. Sebaliknya, kalau kita malah menggunakan malam untuk begadang, sedang siang untuk berleha-leha, seseorang akan menuainya pada usia 40 tahun, bahkan bisa jadi sebelum itu. Dalam Qur’an, surat Al-Qashas ayat 73, Allah Swt. berfirman,
وَمِنْ رَّحْمَتِهٖ جَعَلَ لَكُمُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوْا فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Karena rahmat Allah, Allah menjadikan untukmu malam dan siang agar kamu beristirahat pada malam hari dan mencari sebagian karunia-Nya pada siang hari dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.
Yakinlah, dengan kita mengikuti pola hidup sehat, sesuai dengan Sunnah-Nya, niscaya, tubuh kita akan sehat dan menunjang kita beramal sholeh meski sudah memasuki usia 40 tahun.
Selanjutnya, agar diri kita matang pada usia 40 tahun, hendaknya kita membangun disiplin mendekatkan diri pada Allah Swt., salah satunya dengan membangun pola hidup dengan mengacu pada waktu sholat. Sholat, merupakan waktu spesial sehingga jiwa dan raga kita dapat “beristirahat”, sekaligus membersihkan jiwa dari segala kotoran dosa maupun kemelekatan yang berlebihan pada dunia. Maka, mari kita perhatikan waktu-waktu sholat kita. Dalam Qur’an, surat An-Nisa ayat 103, Allah Swt. berfirman,
فَاِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلٰوةَ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِكُمْ ۚ فَاِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ ۚ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan salatmu, ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk, dan berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, laksanakanlah salat seperti biasa. Sesungguhnya, salat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang beriman.
Selanjutnya, hendaknya kita mendawamkan do’a, Nabi Ibrahim As. sebagaimana tertuang dalam Qur’an surat As-Syu’ara ayat 83-85,
رَبِّ هَبْ لِيْ حُكْمًا وَّاَلْحِقْنِيْ بِالصّٰلِحِيْنَ ۙ
Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, berikan ilmu kepadaku dan masukkan aku ke golongan orang-orang saleh,
وَاجْعَلْ لِّيْ لِسَانَ صِدْقٍ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۙ
jadikan aku buah tutur yang baik bagi orang-orang setelahku,
وَاجْعَلْنِيْ مِنْ وَّرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيْمِ ۙ
jadikan aku orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan,
Do’a, selain sebagai bentuk meminta pertolongan pada Allah Swt., juga merupakan upaya mengkalibarsi tujuan kita. Tubuh sehat, jiwa yang bersih takkan bernilai jika tidak kita optimalkan untuk mencapai tujuan. Salah satu tujuan yang bisa kita canangkan adalah menjadikan diri kita sebagai orang yang bermanfaat sekaligus berkesan baik bagi orang-orang yang ada di sekitar kita selama kita hidup sehingga menjadi kenangan sekaligus jembatan do’a, terutama bagi anak-anak kita sepeninggal kita nantinya
Wallahu a’lam bi shawwab
______
Tulisan ini, kami kembangkan berdasarkan materi yang disampaikan oleh guru kita, Dr. Aam Amirudin, M.Si. pada Majelis Percikan Iman (MPI) di Masjid Peradaban Arjasari, serial “Perjalanan Hidup; Fase-fase Kehidupan”, setiap Ahad sepanjang bulan September 2024