Allah menciptakan satu lisan dengan lidahnya dan dua telinga bukan karena kebetulan. Manusia jika ingin bijak, maka diharuskan banyak mendengar dan efektif dalam berbicara bukan malah sebaliknya. Terlalu banyak bicara dan susah/enggan jika disuruh mendengar.
Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan lisannya (lidah) yang begitu fasih berbicara. Bahkan tak sedikit orang yang belajar khusus agar memiliki kemampuan bicara yang bagus. Lisan memang karunia Allah yang demikian besar. Dan ia harus selalu disyukuri dengan sebenar-benarnya. Caranya adalah dengan menggunakan lisan untuk bicara yang baik atau diam. Bukan dengan mengumbar pembicaraan semau sendiri.
“Tiada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaaf [50]: 18)
Lidah tidak bertulang. Petatah itu menggambarkan bagaimana lidah bisa membawa si pemiliknya menuju pintu surga atau menuju pintu neraka. Bahaya yang ditimbulkan oleh lidah sangat besar, dan petaka yang bermula darinya juga luar biasa. Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Pernah memegang lidahnya sambil menangis dan berkata, “Inilah yang mendatangkan berbagai bencana padaku.”
Lidah memiliki banyak “penyakit” yang bisa membawa pemiliknya mendapatkan malapetakan seperti perkataan dusta, gosip, adu domba, perkataan kasar, mencela, perkataan kotor, kesaksian palsu, kata-kata laknat, cemoohan, merendahkan orang lain, dan sebagainya. Karena itu tidak aneh jika banyak perkataan yang menghantarkan pelakunya ke neraka, lantaran ia tidak bisa mengontrol lidahnya, dan membiarkan kata-katanya liar.
Lidah laksana binatang buas yang amat berbahaya, ular berbisa, dan api yang meluap-luap. Ibnu Abbas ra, pernah berkata kepada lidahnya sendiri, “Wahai lidah, katakanlah yang baik niscaya engkau akan meraih kebaikan. Atau diamlah, niscaya engkau akan selamat. Semoga Allah merahmati seorang muslim yang menahan lidahnya dari kehinaan, mengikatnya dari gosip, mencegahnya dari ucapan sia-sia, dan menahannya dari kata-kata yang diharamkan.”
Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada Mu’adz ra. sambil memegang lidah, “Tahanlah ini!” Mu’adz berkata, “Apakah kami akan disiksa karena apa yang kami ucapkan, wahai Rasulullah?” “Ibumu akan kehilangan dirimu wahai Muadz. Tidaklah wajah orang-orang itu dilemparkan ke dalam api neraka melainkan karena hasil perbuatan lidah mereka.” (HR Tirmidzi dan Ahmad)
Namun begitu, lidah juga merupakan sarana menuju kebaikan dan bisa mengantarkan pemiliknya ke pintu surga. Maka, alangkah damainya orang yang senantiasa berzikir, memohon ampun, memuji, bertasbih, bersyukur, dan bertobat kepada Allah dengan lidahnya. Dan alangkah malangnya orang yang mengoyak kehormatan manusia, menodai kesucian, serta mendongkel nilai-nilai kebenaran.
Semoga Allah merahmati orang yang berhati-hati dengan segala ucapannya, mengatur lirikan-lirikan matanya, menghaluskan tutur katanya, dan menimbang-nimbang dahulu apa yang akan diucapkan. Allah SWT berfirman, “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf [50] : 18)
Dalam hadisnya, Rasulullah SAW juga selalu mengingatkan umatnya untuk selalu menjaga kehormatan lidahnya dalam berbicara. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang terletak di antara dua rahangnya (lidah), dan apa yang terletak di antara dua pahanya (kemaluan), maka aku akan menjamin untuknya surga.” HR Bukhari dari Sahl bin Sa’ad.
Patut kita sadari, melatih jiwa kita untuk selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan yang dianjurkan Allah SWT dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Ya Allah, kami memohon pada-Mu agar kami memiliki lidah-lidah yang jujur dan hati yang bersih.
Lebih baik DIAM daripada “Tidak Diam” tapi tidak bisa mengendalikan lidahnya.