Autopsi Anatimis adalah pembedahan mayat dengan tujuan menerapkan teori yang diperoleh mahasiswa kedokteran atau peserta didik kesehatan lainnya sebagai bahan praktikum tentang teori ilmu urai tubuh manusia (anatomi).
Autopsi Klinis adalah pembedahan terhadap mayat yang meninggal di rumah sakit setelah mendapat perawatan yang cukup dari para dokter. Pembedahan inidilakukan dengan tujuan mengetahui secara mendalam sifat perubahan suatu penyakit setelah dilakukan pengobatan secara intensif terlebih dahuluserta untuk mengetahui secara pasti jenis penyakit yang belum diketahui secara sempurna selama ia sakit.
Autopsy Forensik adalah pembedahan terhadap mayat yang bertujuan mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa yang terjadi, misalnya dugaan pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan lain-lain. Pembedahan seperti ini biasanya dilakukan atas permintaan pihak kepolisian atau kehakiman untuk memastikan sebab kematian seseorang. Hasil visum dokter (visum et repertum) ini akan mempengaruhi keputusan hakim dalam menentukan suatu perkara.
Secara garis besar, dalam hal ini ada dua pendapat.
Pendapat pertama menyatakan, semua jenis autopsy hukumnya haram.
Alasannya hadits berikut, Dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya mematahkan tulang mayat itu sama (dosanya) dangan mematahkannya pada waktu hidupnya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah, lihat Nailur Authar, jilid III, No. 1781)
Pendapat kedua menyatakan autopsi itu hukumnya mubah (boleh).
Alasannya, tujuan autopsi anatomis dan klinis sejalan dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan Rasulullah saw. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah saw. seraya bertanya, “Apakah kita harus berobat?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya hamba Allah. Berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit, yaitu penyakit tua.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad)
Rasulullah saw memerintahkan berobat dari segala penyakit, berarti secara implisit (tersirat) kita diperintahkan melakukan penelitian untuk menentukan jenis-jenis penyakit dan cara pengobantannya.
Autopsy anatomis dan klinis merupakan salah satu media atau perangkat penelitian uantuk mengembangkan keahlian dalam bidang pengobatan. Tujuan autopsy forensic sejalan dengan prisip Islam untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dalam penetapan hukum, sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…” (QS. An-Nisa 4:58)
Seorang hakim wajib memutuskan suatu perkara hukum secara benar dan adil. Untuk dapat menentukan hukum secara benar dan adil diperlukan bukti-bukti yang sah dan akurat. Autopsy forensic merupakan salah satu cara atau media untuk menemukan bukti. Mencermati alasan-alasan yang dikemukakan di atas, bisa disimpulkan bahwa autopsy anatomis, klinis dan forensic hukumnya mubah (boleh) karena tujuannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Adapun bedah mayat yang dilakukan tanpa tujuan yang benar, hukumnya haram sebagaimana dijelaskan keterangannya oleh pendapat pertama. Wallahu a’lam.