Menghadapi Obrolan Seks

Islam sangat melarang perkataan kotor, jorok, melaknat, dan ucapan-ucapan lain yang membuat orang lain tidak nyaman mendengarnya atau bahkan merasa tersinggung.

Larangan tersebut berlaku untuk semua kalangan (tua, atau muda, laki-laki atau perempuan, bujangan atau sudah menikah), apalagi jika hal tersebut dilakukan dalam nuansa ibadah seperti shaum dan haji. Allah berfirman, “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats[123], berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.” (Q.S Al Baqarah[2]:197).

Selain itu Rasulullah bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian bangun dalam keadaan berpuasa, maka janganlah ia berbicara jorok dan kotor, maka hendaklah ia berkata, ‘Aku sedang shaum, aku sedang shaum” (H.R Muslim)

Kalau dicermati, larangan tersebut di atas semata-mata demi menjaga hubungan yang baik dengan lingkungan social. Tidak jarang, terjadinya perkelahian, tawuran, bahkan peperangan yang menyebabkan kerusakan dan kekacauan, diakibatkan ulah lidah (perkataan) yang tidak bertanggung jawab.

Karena itu, dalam banyak keterangan ayat dan hadits, Islam memerintahkan menjaga lisan dan perkataan. Selayaknya lisan dijadikan sarana untuk berkata yang baik dan sopan. Rasul bersabda, “Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan (kalau tidak bisa berkata yang baik) maka diamlah” (H.R.Bukhari)

Perlu juga diketahui bahwa mengatakan sesuatu yang bersifat pribadi (seperti hubungan seks suami istri) kepada orang lain merupakan sesuatu yang sangat dibenci dalam Islam. Perbincangan tersebut diperbolehkan hanya bila terjadi persoalan yang mengganggu keharmonisan keduanya dan hal tersebut didiskusikan dengan orang-orang tertentu dalam rangka konsultasi dan meminta solusi terbaik dari ahli di bidangnya.

Bagaimana jika kita kebetulan berada di tengah-tengah mereka yang berkata jorok dan mengumbar masalah pribadi seperti hubungan seks? Dalam keadaan apapun, kita diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya untuk mengubah kemungkaran yang ada dihadapan kita. Nila ada kemampuan, mengubah kemungkaran dapat dilakukan dengan jalan kekuasaan dan perkataan. Jika tidak mampu maka setida-tidaknya lakukanlah (mengubah kemunkaran dengan hati (doa) semoga mereka diberi kesadaran akan kesalahan yang mereka lakukan.

Jika kita berada di kumpulan orang-orang yang suka berkata jorok, maka pertama-tama berilah nasehat agar meninggalkan perbuatan tersebut. Jika tidak mau berubah, maka tinggalkanlah mereka karena yang demikian itu termasuk kesempurnaan dalam mengingkari perbuatan munkar.

Waallahu’alam bishawab.

Referensi :
– Majalah PI (MaPI) Agustus 2009

Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Menghadapi Obrolan Seks

Abul Hasan Al-Fusyandi, seorang tabi’in yang hidup sezaman dengan Hasan Al-Bisri (w. 110H./728 M.) mengatakan: “ Pada zaman Rasulullah saw., tasawuf ada realitasnya, tetapi tidak ada namanya. Dan sekarang, ia hanyalah sekedar nama, tetapi tidak ada realitasnya.”

Pernyataan ulama dari kalangan tabi’in ini bisa menjadi acuan untuk menjawab pertanyaan Anda. Memang benar, tidak ada istilah tasawuf pada zaman Rasulullah saw. Namun, realitasnya ada dalam kehidupan dan ajaran Rasul saw. seperti sikap Zuhud, Qona’ah, Taubat, Ridha, Shabar, dll. Nah, kumpulan dari sikap-sikap mulia seperti ini dirangkum dalam sebuah nama yaitu Tasawuf.

Seperti dalam perkuliahan, ada yang disebut Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Budaya Dasar, dll. Nah, kumpulan materi perkuliahan ini kemudian disebut MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum). Oleh sebab itu, ketika Imam Ahmad menulis buku tentang tasawuf, beliau tidak memberi nama kitab itu dengan Kitaab At-Tasawuf. Akan tetapi, beliau memberi nama kitab itu dengan Kitaab Az-Zuhud (Kitab tentang Zuhud).

Kalau kita cermati isi kitab tersebut, hampir seluruh isinya membicarakan persoalan-persoalan yang ada dalam kajian tasawuf. Jadi, kita tidak perlu mempersoalkan nama, yang penting realitas atau substansinya. Dalam mengarungi hidup, kita harus punya jiwa zuhud, qana’ah, taubat, muraqabatullah, ‘iffah, dll.

Anda boleh (tidak termasuk bid’ah) memberi nama untuk sederet istilah itu dengan nama Tasawuf. Namun kalau Anda tidak suka dengan istilah Tasawuf dengan alasan istilah tersebut tidak dipakai pada zaman Rasulullah saw., pakai saja istilah lain seperti yang digunakan Imam Ahmad yaitu ilmu Zuhud.

Yang pasti, materi yang di bahas dalam ilmu zuhud dan ilmu tasawuf substansinya sama, yang berbeda hanyalah masalah nama. Apalah arti sebuah nama, yang penting substansinya! Adapaun makna Tasawuf, kita bisa lacak dari asal-usulnya.

Para ahli mengatakan bahwa:
1. Tasawuf berasal dari kata “As-suuf” artinya bulu atau kain wol yang kasar. Kemudian kata As-Suuf diberi akhiran “ya” (As-Suufiya) yang dinisbahkan kepada orang yang suka memakai pakaian yang terbuat dari bulu binatang sebagai lambang kesederhanaan. Lawan pakaian sutera yang merupakan simbol kemewahan. Kemudian seseorang yang lebih mengutamakan kesederhanaan disebut Sufi.

2. Tasawuf berasal dari kata Ahl-Shuffah yaitu sekelompok shahabat miskin yang hijrah ke Madinah dan tidak memperoleh tempat tinggal. Sehingga Rasulullah saw. menempatkan mereka di serambi masjid. Tempat itu dinamakan Suffah, sedangkan para penghuninya disebut Ahl-Shuffah. Dari kata Suffah inilah lahir kata Tasawuf.

3. Tasawuf berasal dari bahasa Yunani, yaitu Theosophos. Theo artinya Tuhan dan Sophos artinya hikmah. Dengan demikian Tasawuf berarti hikmah ketuhanan. Pada umumya yang berpendapat demikian adalah para orientalis.

Dalam perkembangan berikutnya, para ahli memberikan banyak definisi mengenai hal ini, sehingga Annemarie Schimmel mengatakan, sulit mendefinisikan tasawuf secara komprehensif, karena kita hanya bisa menyentuh salah satu aspeknya saja. Walaupun susah mencari makna yang komprehensif, namun kita perlu mengutip salah satu pengertian tasawuf yang disampaikan seorang tokoh sufi modern yaitu Al-Junaid Al-Baghdadi (w. 289 H.) yang menyebutkan, “Tasawuf adalah riyadhah (latihan) membebaskan hati dari hayawaniyyah (sifat yang menyamai binatang) dan menguasai sifat basyariah (kemanusiaan) untuk memberikan tempat bagi sifat-sifat kerohanian yang suci, berpegang pada ilmu dan kebenaran, dan benar-benar menepati janji terhadap Allah swt. dan mengikuti sunah Rasululullah saw.” Mencermati definisi ini, bisa kita simpulkan bahwa tasawuf adalah latihan untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat kebinatangan dan mengisinya dengan akhlak mulia melalui pelaksanaan ajaran agama yang benar dengan mengikuti apa yang disunahkan Rasulullah saw. Wallahu A’lam.
Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

slot mahjong
slot mahjong
slot pragmatic
gambolhoki
slot pragmatic