Percikan Iman — Apa yang Anda bayangkan ketika mendengar istilah “remaja”? Kenakalan, pergaulan, bullying, tawuran, pacaran, itulah setidaknya yang kami temukan saat mengetikkan kata kunci “remaja”. Apalagi jika dikaitkan dengan penggunaan media sosial, tentu akan lebih banyak sisi negatif yang terungkap.
Masa remaja, merupakan usia “tanggung” yang umumnya dialami mereka pada rentang usia 12-18 tahun. Penulis “Psikologi Perkembangan”, Elizabeth Bergner Hurlock, mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan antara masa kanak-kanak mejadi dewasa.
Pada fase ini, para remaja “mencari indentitas”. Mengutip Erikson (42), Hurlock mengatakan identitas diri yang dicari remaja ialah usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau dewasa. Secara keseluruhan, apakah dia akan berhasil atau gagal?
Selama fase pubertas atau Islam mengistilahkannya dengan baligh, mereka mengalami perubahan yang drastis. Organ seksualnya mulai berfungsi, kemudian memicu beragam hormon, yang pada akhirnya menimbulkan banyak rasa “kurang nyaman”. Masalahnya, jika para remaja ini, tidak memiliki bekal soal identitas diri mereka, mereka akan “strugle” melalui kondisi ini.
Ketika dorongan nafsu mulai berfungsi, sementara akal tidak pernah diisi dengan panduan untuk mengendalikannya, wajarlah jika para remaja ini akhirnya terjebak pada perilaku “nakal”. Bagaimanapun juga, nafsu itu ibarat generator, sedangkan akal adalah pengendalinya. Ketika kontrolnya tidak berfungsi, sementara gas jalan terus, akibatnya “nabrak sini-nabrak sana”.
Beruntungnya sebagai orang Islam, Allah Swt. menurunkan kita ke dunia berikut “manual book”-nya, yakni Al-Qur’anul Kariim dan Sunnah Nabi. Di dalamnya kita dapat menemukan peta kehidupan yang manusia tempuh. Di dalamnya, kita dapat menemukan soall siapa diri kita, baik sebagai personal yakni “Abdullah”, dan juga dalam relasi alam semesta, yakni sebagi “khalifah”. Identitas jelas, misinya pun jelas.
Di sinilah pentingnya kita mengetahui soal fase-fase kehidupan manusia. Dengan begitu, kita dapat mengokohkan identitas diri kita. Pun, selaku orang tua, kita juga dapat mempersiapkan bekal bagi anak-anak sehingga ketika mereka mengalami pubertas atau baligh, identitas mereka jelas dan siap menjalani peran yang Allah Swt telah gariskan dalam ruang lingkup sebagai khalifah di muka bumi.
Di dalam Al-Qur’an, kita dapat menemukan, bahwa setiap insan itu melalui beberapa fase kehidupan, mulai ia di alam ruh, kemudian alam rahim, kemudian lahirlah ia ke dunia yang fana. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Al-Hajj ayat 5,
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَاِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَّغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْۗ وَنُقِرُّ فِى الْاَرْحَامِ مَا نَشَاۤءُ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوْٓا اَشُدَّكُمْۚ وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّتَوَفّٰى وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّرَدُّ اِلٰٓى اَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْۢ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْـًٔاۗ وَتَرَى الْاَرْضَ هَامِدَةً فَاِذَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاۤءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَاَنْۢبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍۢ بَهِيْجٍ
Hai, manusia! Jika kamu meragukan Hari Kebangkitan, sesungguhnya Kami telah menjadikanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu. Kami tetapkan kamu dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan. Kemudian, Kami keluarkan kamu sebagai bayi dan berangsur-angsur sampai usia dewasa. Di antara kamu ada yang diwafatkan dan ada pula yang sampai usia lanjut (pikun) sehingga ia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Kamu lihat bumi ini kering. Jika Kami turunkan air hujan di atasnya, bumi menjadi hidup dan subur serta menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah.
Sebagaimana disampaikan dalam ayat tersebut, tidak semua manusia akan melalui setiap etape kehidupan. Ada kalanya, bayi yang baru lahir meninggal dunia. Di sini, kita diajarkan agar tidak terlena dengan kehidupan dunia dan mengisinya dengan aktivitas yang bernilai ibadah. Untuk itu, selaku orang tua, Allah Swt. telah memberikan tuntunan mendidik anak, bahkan sejak belia.
Dalam rentang usia belia hingga menjelang dewasa, yang ditekankan untuk kita tanamkan pada anak-anak kita adalah aqidah dan ibadah. Sebagaimana kita dapat lihat dalam Qur’an surat Luqman ayat 13 – 19, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
Ingatlah, ketika Lukman memberi pelajaran kepada anaknya dengan berkata, “Hai, Anakku! Janganlah menyekutukan Allah. Sesungguhnya, menyekutukan Allah itu kezaliman yang besar.”
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan yang sangat lemah dan menyapihnya dalam usia dua tahun.683 Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada-Ku, kamu kembali.
وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖوَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ada ilmunya, janganlah kamu menaati keduanya. Tetapi, bergaullah secara baik dengan keduanya di dunia dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian, hanya kepada-Ku tempat kembalimu. Lalu, akan Kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan
يٰبُنَيَّ اِنَّهَآ اِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِيْ صَخْرَةٍ اَوْ فِى السَّمٰوٰتِ اَوْ فِى الْاَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَطِيْفٌ خَبِيْرٌ
Lukman berkata, “Hai, Anakku! Sungguh, jika ada suatu perbuatan seberat biji sawi yang berada dalam batu, di langit, atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya balasan. Sesungguhnya, Allah Mahahalus, Mahateliti.
يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ
Hai, Anakku! Laksanakan salat, ajak manusia melakukan perbuatan baik, cegah mereka dari perbuatan mungkar, dan bersabarlah terhadap ujian yang menimpamu. Sungguh, perkara itu sangat penting.
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
Jangan kamu memalingkan wajah dari manusia karena sombong dan jangan berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang sombong dan membanggakan diri.
وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ ࣖ
Rendahkanlah hatimu saat berjalan dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya, seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Jika ajaran tersebut berhasil terinstall pada anak-anak kita, Insya Allah, ketika mereka memasuki fase pubertas, mereka tak perlu mengalami fase “keguncangan” remaja. Fase kebingungan yang jika tak segera diatasi, maka terus terkatung-katung hingga pada usia dewasanya, meksipun sukses berhasil diraih, takkan ada nilainya yang akhirnya, hiupnya pun terasa hampa.
Sebaliknya, jika kokoh identitas anak, maka mereka akan tumbuh menjadi “pohon” rindang, yang memberikan keteduhan pada sekitarnya, memberikan manfaat berupa oksigen, dan manisnya karya mereka. Inilah khalifah di muka bumi. Dalam hal ini, selaku orang tua, tugas kita adalah mengarahkan agar bibit terbaik itu tumbuh dengan baik dengan sejuknya kasih sayang, dan pengarahan saat mereka menghadapi panasnya ujian.