Percikan Iman – Setelah keluarga, yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita adalah kerabat dan sejawat. Mereka adalah keluarga besar, tetangga, teman kerja, teman sesama hobi, atau teman sesama profesi. Allah Swt. menakdirkan mereka menjadi kerabat dan sejawat kita sebagai sarana untuk kita dapat mendulang makna dari setiap interaksi yang kita lakukan dengan mereka. Karena itu, Islam memberikan perhatian dengan memberikan kita ketentuan agar koneksi yang terbangun bisa baik dan bermanfaat.
Yang pertama, siapa saja dalam lingkungan kita yang patut menjadi prioritas untuk kita bangun koneksi. Mereka Allah Swt. sebutkan dalam Qur’an surat An-Nisa ayat 36, Allah Swt. berfirman,
۞ وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ
Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan apa pun. Berbuatbaiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang sombong dan membanggakan diri,
Yang dimaksud dengan teman sejawat pada ayat itu termasuk mereka yang memiliki hobi yang sama, teman se-profesi, atau teman satu komunitas, juga organisasi. Termasuk di dalamnya kolega kita di kantor. Mereka adalah orang-orang yang termasuk ke dalam golongan yang harus kita jaga dengan cara kita berbuat baik pada mereka, termasuk di dalamnya jangan sampai kita menyakiti mereka dengan sikap menyombongkan diri atau pamer.
Kenyataanya, misal ketika kita kumpul keluarga besar misalnya, malah menjadi ajang saling pamer. Pamer soal sudah punya rumah baru-kah, mobil baru, atau pencapaian dalam karir juga pendidikan. Allah Swt. menegaskan, “Sesungguhnya, Allah tidak menyukai..”. Allah Swt. tidak suka, pun manusia. Bentuk perbuatan baik pada kerabat maupun sejawat tentu banyak bentuknya. Namun, yang paling pokok terangkum dalam Qur’an, surat Fushilat ayat 33-35, yakni dengan kita menjaga perkataan kita pada saudara kita. Allah Swt berfirman,
وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Orang paling baik perkataannya adalah orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan serta berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗاِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ
Kebaikan tidak sama dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik sehingga orang yang memusuhimu akan seperti teman setia.
وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا الَّذِيْنَ صَبَرُوْاۚ وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا ذُوْ حَظٍّ عَظِيْمٍ
Sifat-sifat yang baik tidak akan dianugerahkan, kecuali kepada orang-orang sabar dan orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
Dari ayat tersebut kita dapat mengetahui, untuk membangun hubungan baik dengan kerabat dan sejawat yang paling utama ialah saling memotivasi pada kebaikan. Ketika teman kita yang biasa datang pengajian sedang malas atau lemah, kuatkan. Ajak ia, ingatkan dia betapa kita membutuhkan datang ke majelis ilmu untuk menutrisi jiwa dan ragam keutamaan lain yang Allah Swt. janjikan di dalamnya. Jangan malah sebailiknya, ketika teman kita selangkah berhijrah, malah dijatuhkan semangatnya dengan cie-cie-in.
Namun, ketika kita mengajak teman kita pada kebaikan, nyatanya tak selalu bersambut baik. Ada kalanya dia tak acuh. Diajak sholat, dia malah bilang, “Sok aja duluan..”. Malah kadang diiringi canda, “Nitip salam nya ka Allah..”. Atau ada juga teman yang misalnya masih merokok, terus Anda ingatkan, dia malah mencemooh, “Udah laah, urus aja kamu sendiri..”.
Ketika niat baik, kita sampaikan dengan cara terbaik, tentu kita berharap mendapatkan respon yang baik pula. Nyatanya, tak selalu berbanding lurus dengan apa yang kita harapkan. Di saat itu, mungkin Anda kecewa. Namun, Allah Swt. menguatkan kita pada ayat berikutnya, ayat 34, yakni “menolak kejahatan dengan yang lebih baik..”. Ditolak dengan cara kasar memang menyakitkan, namun ketika kita bersabar menghadapinya, pasti suatu saat nanti dia akan berbalik menjadi “teman paling setia”.
Maka, jangan Anda tinggalkan, apalagi malah Anda balas dengan luapan amarah yang justru malah membuatnya menjauh dari Anda. Tetaplah bergaul dengan baik dan kalau ada kesempatan, misal ketika masuk waktu shalat, tunjukkan kalau Anda pergi untuk shalat. Sedikit demi sedikit, yakinlah dia akan membutuhkannya juga.
Betul kita harus bersabar bergaul dengan teman kita. Namun, ada satu masa juga di mana kita mau tak mau harus menjauhinya. Yakni, ketika teman kita justru semakin jauh terjerumus dalam perbuatan buruk. Mengapa begitu? Tidak lain agar jangan sampai justru kita malah yang tertarik olehnya. Pun dalam kondisi kita berada dalam lingkungan baru, kita juga harus memperhatikan mana orang yang bisa menjadi teman atau sekadar kenalan. Rasulullah Saw. memperingatkan kita bahwa kualitas keagamaan seseorang itu bisa terlihat dari dengan siapa dia berteman akrab.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw. bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
Jangan biarkan diri Anda terlalu dekat dengan pelaku dosa atau maksiat. Kalau seseorang terlalu akrab dengan seorang penjudi, meski awalnya teguh tidak berjudi, lama-lama bisa ikut-ikutan juga. Yang awalnya kita terbiasa hidup sehat, lama-lama bisa bergeser juga. Kalau sekadar berubah pola hidup, bisa jadi masih termaafkan. Namun, jika sikap atau perilaku kita yang berubah itu berimplikasi pada nasib di akhirat, itu yang paling penting untuk kita perhatikan.
Dalam sebuah hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Kalau Anda terlanjur dekat dengan seorang teman, terus dia makin jauh terjerumus dalam kemaksiatan, Anda pun sudah mengingatkan tapi dia tidak acuh, malah makin anteng. Kalau sudah ada dalam kondisi tersebut, tidak ada salahnya jika Anda sedikit-sedikit menjaga jarak dengannya. Pada akhirnya, keselamatan kita di akhirat jauh lebih penting. Anda jauhi sembari diam-diam tetap mendo’akan yang terbaik bagi teman Anda. Siapa tahu, di tengah perjalanan hidupnya, terbuka hati sehingga hidayah masuk padanya.
Dalam Qur’an, surat Al-Muzammmil ayat 10, Allah Swt. berfirman,
وَاصْبِرْ عَلٰى مَا يَقُوْلُوْنَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيْلًا
Bersabarlah terhadap ucapan mereka dan tinggalkan mereka dengan cara yang baik.
Setelah Anda menghindari teman yang buruk, selanjutnya, carilah teman yang baik. Teman yang bisa saling mengingatkan Anda dan mau diingatkan ke jalan yang benar. “Benar” di sini melingkupi benar pikirannya, benar omongannya, benar sikap dan perilakunya. Allah Swt. berfirman dalam Qur’an surat At-Taubah ayat 119,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ
Hai, orang-orang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang benar.
Jika Anda sudah mendapatkan teman karib yang benar, jagalah ia dengan sebaik-baiknya dengan melatih diri memiliki empat sifat baik, yakni hayyin, layyin, qarib, dan sahlin.
ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻣَﺴْﻌُﻮﺩٍ، ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ،ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﻻَ ﺃُﺧْﺒِﺮُﻛُﻢْ ﺑِﻤَﻦْ ﺗُﺤَﺮَّﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ؟ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ : ﺑَﻠَﻰ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻗَﺎﻝَ : ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻫَﻴِّﻦٍ، ﻟَﻴِّﻦٍ، ﻗَﺮِﻳﺐٍ، ﺳَﻬْﻞٍ
Dari Ibnu Ma’ud Ra., dari Nabi Muhammad Saw. “Maukah kalian aku tunjukkan orang yang Haram baginya tersentuh api neraka?” Para sahabat berkata, “Mau, wahai Rasulallah!” Beliau menjawab: “(yang Haram tersentuh api neraka adalah) orang yang Hayyin, Layyin, Qarib, Sahl.” (H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Hiban).
Selanjutnya, jaga pula dengan ragam mu’amalah baik,
Wallahu a’lam bi shawwab
___
Tulisan ini, kami kembangkan berdasarkan materi yang disampaikan oleh guru kita, Dr. Aam Amirudin, M.Si. pada Majelis Percikan Iman (MPI) setiap Ahad, di Masjid Peradaban Percikan Iman Arjasari selama bulan Juli – Agustus 2024