Percikan Iman – Ketika Jerman menang, yang dikibarkan bendera pelangi. Luar biasanya, ketika Maroko menang, yang dikibarkan ialah bendera Palestina. Tak hanya itu, ketika mereka menang, mereka selebrasi dengan melakukan sujud syukur. Juga, salah satu pemain andalan Maroko, Sofiane Boufal langsung memeluk ibunya seketika memenangkan pertandingan.
Sahabat, inilah syi’ar. Bendera Palestina dikibarkan sebagai bentuk keprihatinan atas bangsa Palestina yang sampai hari ini masih dijajah. Sekitar 25 ribu penduduk Palestina di Gaza yang terkurung dalam penjara terbesar di dunia. Sujud merupakan simbol ketundukkan umat Islam pada Allah S.W.T. Kemudian, Ibu merupakan simbol kasih sayang tiada akhir.
Sepanjang sejarah sepak bola, baru kali ini, kita dapat menyaksikan sebentuk kesantunan dan itu disaksikan oleh seluruh dunia. Inilah dakwah dengan prestasi. Sampai-sampai orang yang mengaku tidak berkeyakinan mengeluarkan testimoni, “tak ada bentuk terima kasih yang lebih hebat, yang dapat dilakukan oleh umat manusia, melainkan dengan menempelkan dahinya di atas tanah.”
Kepala yang menjadi simbol kemuliaan manusia, dengan otak di dalamnya, ditempatkan sejajar dengan kaki di atas tanah. Terucap di bibir, rasa terima kasih pada Rabb Pencipta, Allah S.W.T. Inilah bentuk kerendahan hati di hadapan sang Pencipta.
Seorang manusia dipandang hebat karena isi kepalanya. Kemampuan seseorang berinovasi dalam teknologi, ketika dihadapkan pada Allah S.W.T. ia menjadi tak ada apa-apanya, sederajat dengan jari-jemari kaki.
Syi’ar akan tampak ketika punya power. Maroko, saat ini lolos ke 4 besar, berhasil mengalahkan tim-tim negara yang terkenal dengan bduaya sepak bolanya; Portugal, Spanyol takluk. Bersyi’arlah dengan prestasi, bersyi’arlah dengan power. Tak perlu menakut-nakuti atau menampakkan wajah sangar, cukup tunjukkan prestasi kita.
Maka, syi’ar itu identik dengan dakwah. Syi’ar itu tanda yang membuat Islam itu agung di mata manusia sehingga tertarik dengan ajaran Islam. Inilah yang dilakukan Sofiane Boufal, dalam aura kemenangan, ia menunjukkan pada dunia, bahwa di zaman ini, Ibu tetap harus dimuliakan. Sementara, di negara-negara berbudaya Barat atau sekuler, memuliakan ibu merupakan fenomena asing.
Itulah dakwah, yakni mengajak atau menyeru ke jalan Allah S.W.T. (kebenaran) dengan ilmu dan cara terbaik. Jadi, syi’ar itu bagian dari dakwah. Tak mungkin tim Maroko masuk ke empat besar tanpa ilmu tanpa skill yang memadai. Kemudian, kenapa pelaksanaan Pialah Dunia di Qatar? Itu karena “cuan” dan kemampuannya memadai.
Mari buka surat An-Nahl ayat 125
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Serulah manusia pada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pengajaran baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya, Tuhanmu, Allah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Allah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
Hikmah memiliki beberapa pengertian; ilmu yang mendalam dan ilmu yang diamalkan. Jadi, kalau ilmu belum diamalkan, itu belum hikmah, baru ilmu. Nabi Muhammad S.A.W. tidak pernah absen melaksanakan tahajjud. Itulah hikmah. Apa yang kita dapatkan di majelis taklim ialah ilmu. Jika kita berjuang mendirikannya, ilmu itu bertransformasi jadi hikmah.
Jadi, kalau mau mengajak (berdakwah), sampaikan dengan mengamalkannya lebih dulu dan dengan pengajaran yang baik.
Kemudian, dakwah itu tugas siapa? Mari kita buka surat Yusuf ayat 108
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ هٰذِهٖ سَبِيْلِيْٓ اَدْعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ ۗعَلٰى بَصِيْرَةٍ اَنَا۠ وَمَنِ اتَّبَعَنِيْ ۗوَسُبْحٰنَ اللّٰهِ وَمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Katakan, Muhammad, “Inilah jalan (agama)-ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajakmu kepada Allah dengan alasan jelas. Mahasuci Allah, aku tidak termasuk orang-orang musyrik.”
Aku di sini ialah Nabi Muhammad S.A.W., sementara “yang mengikuti” ialah kita semua. Artinya, kita semua berkewajiban mengajak atau berdakwah, asalkan dengan alasan yang jelas, tidak “mereun” dan “kayaknya”. Kita harus yakin kalau yang kita sampaikan itu benar.
Kemudian, berdakwah itu juga harus saling menguatkan, harus bersama-sama. Contohnya, MPI ini. MPI dapat terlaksana dengan kerja sama antara panitia dan hadirnya jama’ah. Gak ada yang hebat sendirian, semua memiliki peran. Setiap elemen yang terlibat dalam MPI ini punya peran.
Jadi, dakwah itu kewajiban bersama, namun harus dilakukan bersama-sama.
Mari buka surat At-Taubah ayat 71
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian lain. Mereka menyuruh berbuat yang ma‘ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.
Sahabat, dalam ayat ini, mari kita perhatikan penggalan ayat “..laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian lain. Mereka menyuruh berbuat yang ma‘ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar..”. Menyuruh pada ma’ruf dan mencegah munkar itu dakwah, sementara “laki-laki dan perempuan menjadi penolong bagi yang lain”, maksudnya, tolong menolong, saling menopang.
Ibu mengajak ibu-ibu lainnya datang ke MPI, itu merupakan sebentuk saling tolong menolong, saling menguatkan. Jadi, dakwah akan indah ketika saling menopang dan menguatkan. Sahabat yang jualan di bazar, itu juga penopang dakwah MPI. Jika tidak ada yang jualan, akan terjadi “kedaruratan”.
Kalau kita saling menguatkan, saling menopang, “..Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana”. Rahmat itu cinta Allah S.W.T. yang membuat dosa-dosa kita diampuni. Makannya ketika Nabi Adam A.S. bertaubat ada kalimat, “..warhamnaa..” Kalau dosa kita ingin diampuni, kudu saling menguatkan, saling menopang dalam dakwah.
Jadi, dakwah itu bukan kewajiban ustadz, ulama saja, tapi tugas kita semua. Yakni, dengan cara saling menopang, saling menguatkan sesuai dengan kemampuan kita. Contohnya, kita saling mengigatkan untuk menjaga kebersihan di Masjid. Itu sebentuk menopang atau meringankan pekerjaan para petugas kebersihan Masjid.
Jika dakwah itu ditinggalkan, jika syi’ar tidak dilaksanakan, apa yang akan terjadi? Ada tiga hal yang akan terjadi.
Tulisan merupakan resume materi utama pada Majelis Percikan Iman dengan tema “Syi’ar Kebaikan” yang disampaikan oleh guru kita, Ustadz Aam Amirudin pada Ahad (11/12/2022) di Masjid Peradaban Percikan Iman, Arjasari