Percikan Iman – Pernahkah Anda berpikir, “kenapa saya lahir dari rahim seseorang yang menjadi ibuku saat ini?” atau pernahkah Anda berpikir, “kenapa saya lahir di Indonesia dan besar di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto hingga kini Jokowi”? Kami yakin, Anda takkan menemukan jawabannya, kecuali “sudah takdir Allah Swt.” Karena kita lahir dengan kehendak Allah Swt. semata-mata, sepantasnya, kita mengikuti setiap ketentuan-Nya.
Allah Swt, adalah pencipta semua yang ada di berbagai dimensi alam, termasuk alam semesta. Maka, semua yang diciptakan-Nya adalah “makhluk”, hanya Allah Swt. Sang maha Pencipta. Maka, selaku Makhluk yang lahir dengan kehendak-Nya, kita sebenarnya tak ada sedikitpun kewenangan untuk menentukan, kecuali sebatas “aturan” yang Ia tetapkan sebelumnya, termasuk untuk menyingkirkan semua Pencipta dan Sesembahan, kecuali Allah Swt.
Untuk itu, kita berikrar, “tiada tuhan selain Allah Swt. dan Nabi Muhammad Saw. adalah utusan-Nya”. Allah Swt. adalah satu-satunya zat yang wajib disembah, dan Rasulullah Muhammad Saw. adalah satu-satunya yang bisa diikuti soal cara bagaimana menyembahnya. Beribadah atau menyembah pada Allah Swt. adalah satu-satunya alasan Allah Swt. menghadirkan di dunia. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, Az Zariyat ayat 56,
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
Lantas, bagaimana cara kita beribadah pada Allah Swt.? Mari kita telaah kembali apa definisi ibadah. Menurut para ulama, ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Swt., baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin.
Allah Swt Maha Rahman sehingga memberi modal setiap makhluk-Nya untuk menjalankan apa yang menjadi tugas hamba-Nya, yakni beribadah pada-Nya. Allah Swt. memberi kita ruh, akal, dan jasad. Tugas kita adalah mengoptimalkan semua pemberian tersebut untuk menyembah-Nya.
Ibadah Jiwa atau Ruhani
Yang pertama dan paling utama adalah ruh kita. Bagaimana kita beribadah dengan ruh kita? Di antaranya dengan cara bersyukur, bersabar, dan tawakkal.
Bersyukur menurut Ibnu Qayyim pangkalnya adalah mengakui nikmat itu berasal dari Allah Swt. Selanjutnya, ditindaklanjuti dengan lisan, yakni memuji-Nya dengan ragam Asma-Nya yang mulia, serta menyempurnakannya dengan jasad, yakni dengan menggunakan segala nikmat yang Allah Swt. berikan untuk taat pada-Nya, menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Amalan hati berikutnya ialah sabar, yang menurut Ibbnu Qayyim adalah menahan jiwa dari lemah lisan sehingga mengeluh dan menahan anggota tubuh melakukan sesuatu yang buruk dilakukan. Ulama mengatakan, sabar itu ada tiga bagian, yakni:
- Sabar melakukan ketaatan pada Allah Swt,
- Sabar dari segala yang Allah Swt. haramkan
- Sabar atas takdir Allah Swt., apakah yang menimpa tanpa tangan makhluk-Nya atau melalui “tangan” makhluk-Nya.
Ibadah hati berikutnya ialah tawakkal, yang menurut Ibnu Qayyim bersandar pada dua dasar makna, yakni percaya dan bersandar. Itulah hakikat dari Al-Qur’an, surat Al-Fatihah, ayat 5,
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.
Ibadah Dengan Akal
Ibadah selanjutnya adalah dengan menggunakan akal kita. Akal adalah sarana yang Allah Swt. berikan agar kita bisa berpikir dan menyingkap misteri di alam semesta. Dengan begitu, seseorang semakin mengenal Allah Swt. dan juga semakin subur cinta-nya. Di dalam Qur’an, kita dapat menemukan ujung ayat yang “menantang” kita untuk berpikir dengan diksi: emang kalian gak tahu?, emang kalian gak ngerti? emang kalian tdak berpikir? dst.
Hanya, untuk kita bisa berpikir, pikiran kita butuh asupan “nutrisi” berupa informasi, pengetahuan, dan ilmu. Di sinilah pentingnya kita datang ke majelis ilmu atau belajar, baik untuk mendapatkan ilmu agama, maupun untuk ilmu dunia. Ilmu agama agar kita bisa menutrisi ruhani, sedangkan ilmu dunia untuk menunjang kebutuhan kita selama di dunia.
Imam Syafi’i RA dalam Manakib Syafi’i, 2/139 menjelaskan :
من اراد الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد األخرة فعليه بالعلم
Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan Ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan Ilmu.
Di dalam ajaran Islam, ilmu bukan saja sebagai sarana meraih kesuksesan, melainkan juga sebagai sarana beribadah pada Allah Swt. Dalam Qur’an, surat Al-Mujadalah ayat 11, Allah Swt. berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Hai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, pasti Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, pasti Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.
Rasulullah Saw. bersabda:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
Selain untuk berpikir dan menelaah, akal juga berfungsi untuk mengingat Allah Swt., merumuskan lafaz do’a, dan membaca – menelaah Al-Qur’anul karim, untuk kemudian kita amalkan dengan lisan kita. Dengan berzikir dan berdo’a pada Allah Swt, kita bisa “terhubung” dengan Allah Swt. membersihkan jiwa dari cinta dunia dan perbuatan dosa.
Ibadah Fisik
Selanjutnya, adalah ibadah dengan fisik kita. Semua jenis ibadah ini terangkum dalam lima rukun Islam setelah syahadat, yakni shalat, zakat, puasa, dan haji/ umroh. Ibadah dengan fisik adalah ibadah yang terlihat. Namun, terlihat saja tidak cukup karena amal ibadah yang benar mempersyaratkan ikhlas dan ittiba; sesuai dengan contoh Rasulullah Saw. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Al-Mulk ayat 2,
ۨالَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ
Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.
Fudhail bin ‘Iyaad rohimahullah seorang Tabi’in yang agung mengatakan ketika menafsirkan firman Allah, (yang artinya) “yang lebih baik amal ibadahnya” maksudnya adalah yang paling ikhlas dan yang paling benar (paling mencocoki Nabi Saw.).
Ikhlas adalah ibadah dengan hati berdasarkan keyakinan bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya yang boleh menjadi tempat bergantung dan melabuhkan kerinduan. Ketika seseorang beribadah mengharapkan imbalan dari selain Allah Swt., maka bisa termasuk syirik. Ketika ingin mendapatkan penilaian manusia, maka dinilai sebagai ria dan sum’ah. Keduanya, termasuk syirik kecil; tidak membatalkan syahadat, namun termasuk dosa.
Sedangkan ittiba’ adalah mengikuti sunnah Rasulullah Saw. Misalnya, shalat. Jika shalat tidak sesuai dengan apa yang Rasulullah Saw. contohkan, maka shalatnya dipastikan tidak diterima oleh Allah Swt. atau setidaknya rusak. Agar bisa sesuai dengan sunnah Rasul, maka kita perlu pengetahuan soal bagaimana Rasulullah Saw. shalat.
Shalat merupakan pangkal ibadah, yang membedakan makhluk dan pencipta. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Thaha ayat 14,
إِنَّنِىٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدْنِى وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكْرِىٓ
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Ibadah merupakan pembeda antara Allah Swt. dan ciptaannya, yakni kita selaku manusia. Kita tidak ada sedikitpun peran serta dalam proses kehadiran kita, melainkan semata-mata karena kehendak-Nya, dan Allah Swt. tidak menghendaki kehadiran kita, kecuali untuk beribadah pada-Nya. Maka, selama kita hidup, sudah seharusnya kita beribadah pada Allah Swt.
Wallahu a’lam bi shawwab
______
Tulisan ini, kami kembangkan berdasarkan materi yang disampaikan oleh guru kita, Dr. Aam Amirudin, M.Si. pada Majelis Percikan Iman (MPI) di Masjid Peradaban Arjasari yang dialihkan sementara ke Masjid Trans Studio Mall, serial “Perjalanan Hidup; MIsi Kehidupan”, setiap Ahad sepanjang bulan September 2024