Assalamu’alaykum.Pak Aam, beberapa minggu lalu orangtua kami meninggal dunia. Saya dan saudara-saudara ( kakak dan adik) sepakat sebagian dari harta warisan almarhum akan kami sedekahkan dengan niat sebagai amal jariyah almarhum. Apakah ini dibolehkan?. Apakah ada ukurannya harus berapa?.Mohon penjelasannya.
Jawab :
Wa’alaykumsalam ww.
Bapak ibu dan sahabat-sahabat sekalian yang dirahmati Allah. Sebagaimana yang sering kita baca atau dengar tentang hadits yang menyebutkan jika seseorang meninggal maka akan terputus amalannya kecuali tiga hal.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim )
Menurut para ulama atau ahli hadits dari penjelesan hadits ini ada tiga amalan yang masih terus mengalir pahalanya walaupun setelah meninggal dunia, di antaranya:
- Sedekah jariyah, seperti membangun masjid, menggali sumur, mencetak buku yang bermanfaat serta berbagai macam wakaf yang dimanfaatkan dalam ibadah.
- Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu agama) yang ia ajarkan pada orang lain dan mereka terus amalkan, atau ia menulis buku agama yang bermanfaat dan terus dimanfaatkan setelah ia meninggal dunia.
- Anak yang sholeh karena anak sholeh itu hasil dari kerja keras orang tuanya. Oleh karena itu, Islam amat mendorong seseorang untuk memperhatikan pendidikan anak-anak mereka dalam hal agama, sehingga nantinya anak tersebut tumbuh menjadi anak sholeh. Lalu anak tersebut menjadi sebab, yaitu ortunya masih mendapatkan pahala meskipun ortunya sudah meninggal dunia.
Lalu apakah boleh sedekah dari harta peninggalan orang yang sudah meninggal agar dapat pahala amal jariyah?. Tentu saja boleh. Peristiwa ini juga pernah terjadi di zaman Nabi Saw . Coba simak riwayat berikut. Aisyah r.a. berkata, Ada seseorang bertanya pada Nabi saw., ”Sesungguhnya ibuku meninggal dunia mendadak dan dia tidak sempat berwasiat. Aku pikir seandainya beliau sempat berbicara niscaya beliau akan bersedekah. Apakah beliau akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah?” Nabi saw. Menjawab, ”Ya, besedekahlah!” (H.R. Bukhari III/198, Muslim III/81, Abu Daud II/15, An-Nasai II/129), dan Ibn Majah II/160)
Hadis ini memberi isyarat bahwa orang ini berinisiatif menyedekahkan harta yang ditinggalkan ibunya dengan niat supaya pahalanya menjadi jariah (mengalir) pada ibunya. Ternyata Rasulullah menjawab, ”Ya, besedekahlah!”
Abu Hurairah berkata, Ada seseorang berkata pada Nabi saw., ”Sesungguhnya ayahku meninggal dunia dan meninggalkan harta, tetapi beliau tidak sempat wasiat. Apakah dia akan diberi ampunan jika aku bersedekah atas namanya?” Nabi saw menjawab, ”Ya!” (HR. Muslim V/73, An-Nasai II/129, Ibn Majah II/160, Al-Baihaqi VI/278).
Hadis ini juga merupakan penguat bahwa kita boleh menyedekahkan atau mewakafkan harta peninggalan almarhum dengan niat agar menjadi jariah (pahala yang mengalir), asalkan ahli warisnya rela seperti diungkap dalam kedua riwayat di atas bahwa dengan suka rela anaknya menyedekahkan harta orangtuanya.
Kemudian berapa persen atau berapa banyak harta yang disedekahkan?. Dalam hal ukuran tidak ada dalil yang menyebutkan tentang jumlahnya atau persenannya. Tentu saja teorinya semakin banyak akan semakin besar pula nilai pahala disisi Allah.
Namun yang harus diperhatikan adalah keikhlasannya. Jangan sampai banyak tapi tidak ikhlas.Untuk itu rundingkan dengan keluarga atau saudara-saudara Anda berapa kira-kira yang akan disedekahkan. Lakukan dengan ikhlas dan saling ridho bahwa harta itu Anda sedekah atas nama orangtua.
Apa yang Anda lakukan ini tentu salah satu akhlak atau perbuatan mulia seorang anak yang ingin berbakti kepada orangtuanya. Jadi bentuk berbakti pada orang tua meski mereka sudah tiada atau meninggal dunia. Demikian penjelasannya semoga bermanfaat.