Percikan Iman – Siapa yang tidak memiliki rasa cinta? Fitrahnya, semua manusia memiliki rasa cinta. Pertanyaan berikutnya, apa itu cinta? Bisa pengorbanan, bisa boros pulsa, tergantung sudut pandang yang kita gunakan. Yang jelas, cinta itu (sumber) energi.
Tak mungkin kita rela berkorban datang ke MPI tanpa ada rasa cinta pada ilmu. Suatu yang aneh, ketika kita berkorban tanpa rasa cinta yang melatarbelakanginya.
Penggemar bola rela mengantri berjam-jam sebelum dibukanya stadion. Tanpa rasa cinta tak mungkin dia rela. CInta juga yang memampukkan seorang jama’ah umrah untuk menuntaskan rangkaian ibadah meski fisik mungkin nampak tidak memungkinkan.
Keduanya sama-sama bermodalkan cinta, hanya berbeda cara menggunakannya.
Begitu cinta salah, bisa berbahaya. Namun, ketika di jalan yang benar, akan mewujud satu hal yang luar biasa.
“Cinta adalah samudera yang takkan pernah terukur kedalamannya, apapun yang kita katakan tentang cinta, itu kulitnya saja.”
Bila cinta itu bermakna “royal”, Abu Bakar R.A. dan Utsman R.A. juga royal, namun dalam kebaikan. Itulah wujud cinta pada agamanya. Ketika Abu Bakr R.A. membebaskan Bilal dengan harga bekali lipat. Ketika Utsman R.A. memberikan bantuan selalu dua kali lipat daripada jumlah yang diminta.
Jadi, cinta itu energi. Karena energi, tergantung objek yang dicintainya.
Berikut adalah macam-macam cinta:
- Mahabbah
Cinta pada satu objek yang mengenal bosan dan fluktuatif (kadang suka-kadang tidak). Contohnya, perilaku kita dengan tas dan ponsel. Kita sudah ganti baru padahal belum benar-benar rusak. Bosan menjadi alasan.
Begitu juga cinta pada Allah S.W.T. dan Rasul-Nya. Ada masanya kita begitu nikmat melakukan tahajjud, membaca Al-Qur’an. Itulah mahabbah, fluktuatif. Jujurlah, cinta kita pada Allah S.W.T. dan Rasul-Nya naik-turun.
Mari kita buka Al-Baqarah ayat 165
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۙوَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ
Di antara manusia ada yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Seandainya orang-orang zalim itu mengetahui, ketika melihat azab bahwa semua kekuatan itu milik Allah dan azab Allah sangat berat,
Yang dimaksud menyembah itu bukan rukuk dan sujud saja. Memprioritaskannya atas apapun juga termasuk ibadah. Nonton bola itu boleh, suka dengan klub juga bleh, itu manusiawi. Namun, ketika kita shalat tertinggalkan karena mau menonton, itu sama dengan “menyembah” sepak bola. Begitu Islam dihina diam saja, ketika klub kesayangan ada yang menghina, kita marah, berhato-hatilah.
Jangan sampai kita menjadikannya sebagai sesembahan.
Artinya, kita melakukan sesuatu karena dasar kecintaan. Namun, bedanya, ada juga orang yang begitu sulit untuk sekadar membeli tiket konser atau pertandingan sepak bola, namun begitu royal dia mengeluarkan harta untuk pergi ke majelis ilmu.
Orang beriman akan mengutamakan cintanya pada Allah S.W.T. karena dia beriman dengan “firman Allah S.W.T. yang Maha Hebat Dzabnya.
- Mawaddah
Cinta yang semakin bertambah ketika menyadari kelebihannya (jasanya) dan mengetahui kekurangannya. Inilah cinta yang tumbuh dalam rumah tangga.
Ketika istri makin sayang pada suami bukan karena tampannya. Namun, karena betapa perjuangan suaminya luar biasa. Atau ketika suami sadar dengan pengorbanan istrinya ketika mengandung dan melahirkan anaknya.
Begitulah Allah S.W.T. menggambarkan cinta dalam rumah tangga;
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 21:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Allah menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, serta Allah jadikan rasa kasih dan sayang di antaramu. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir.
Ketika keduanya saling menghargai; suami menghargai istrinya, ketika istrinya menghargai suaminya, di sanalah mawaddah tumbuh. Begitulah, harus ada kolaborasi dalam pernikahan, “menyatukan aku dan kamu menjadi kita”.
Pada ayat ini, Allah S.W.T. berfirman, bahwa Ia menjadikan rasa kasih sayang di antara dua orang.
Begitu juga cinta kita pada anak. Ketika anak kita meiliki kekurangan dari pada yang lain, kita akan lebih khawatir, hariwang. Itu juga mawaddah
- Rahmah
Rasa cinta milik Allah S.W.T. yang mengakibatkan dosa-dosa kita diampuni-Nya. Dalam Az-Zumar ayat 53, Allah S.W.T. berfirman,:
۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Katakan, “Hai, hamba-hamba-Ku yang pernah terjerumus dosa! Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, Allah mengampuni semua dosa-dosamu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Kita semua yang pernah melakukan dosa, sengaja atau tidak, terasa atau tidak, janganlah berputus asa dari rahmat-Nya. Ia akan ampuni semua dosa kita. Di sini Allah S.W.T. membuka pintu ampunan untuk kembali ke jalan-Nya.
Tulisan merupakan resume materi yang Ustadz Aam Amirudin sampaikan dalam Majelis Percikan Iman (MPI) tertanggal 9 Oktober 2022 (Ahad) di Masjid Peradaban Percikan Iman Arjasari