Percikan Iman – Aktor sekaligus director kenamaan Hollywood, Morgan Freeman mengatakan dalam salah satu video dokumenter besutan National Geographic, “Adzan merupakan salah satu suara paling indah di dunia”.
Kutipan tersebut dapat kita temukan dalam video berjudul “Listen to Morgan Freeman attempt the Adhan in Cairo”, pada kanal “Islam Channel”. Dalam video tersebut, bahkan kita dapat menemukan Pemeran Thaddeus Bradley di film “Now You See Me” itu berupaya mengumandangkan adzan di hadapan imam.
Bukan hanya Morgan, kita juga dapat menemukan jika Liam Nesson pernah memberikan testimoni serupa terkait adzan. Ia mengaku jika awalnya merasa terganggu, namun seiring waktu, aktor berdarah Irlandia ini jutru menanti-nantinya.
“Kumandang Azan terdengar lima kali sehari (selama saya di Turki) dan pada minggu-minggu pertama, menurut saya, suara itu sangat mengganggu,” daku aktor berusia 69 tahun tersebut. “Namun, perlahan suara azan begitu menyentuh jiwamu dan menjadi sesuatu yang benar-benar indah.”
Ia juga mengaku terpukau dengan beberapa dari ribuan masjid yang ada di Turki. “Sungguh membuat saya berpikir untuk menjadi seorang Muslim,” kata Neeson yang kala itu tengah dalam proses syuting film Taken.
Sekilas Tentang Adzan
Adzan merupakan penggilan sekaligus penanda tibanya waktu shalat fardhu bagi umat Islam. Selain itu, syariat adzan juga dapat dikumandangkan kala ada seseorang yang kerasukan jin atau setan. Juga, diperdengarkan pada bayi yang baru lahir.
Pensyariatan Adzan sebagai penanda waktu shalat terjadi pada satu hijriah. Sebelumnya, penentuan waktu shalat hanya berdasarkan pada penglihatan dari tanda-tanda di alam. Dengan ditetapkannya adzan sebagai panggilan shalat, seketika itu juga Rasulullaah meminta sahabatnya, Bilal bin Rabah mengumandangkannya.
Di balik ditetapkannya adzan sebagai syari’at panggilan shalat, ada banyak hikmah. Di antaranya, adzan dapat mengusir setan.
Abu Hurairah menceritakan bahwa Rasulullah bersabda: “Apabila diserukan Adzan untuk solat, syaitan pergi berlalu dalam keadaan ia kentut hingga tidak mendengar Adzan. Bila mu’adzin selesai mengumandangkan adzan, ia datang hingga ketika diserukan iqomat ia berlalu lagi.” (H. R. Bukhori, Muslim)
Sedangkan bagi muadzin atau pengumandang adzan, Allah menjadikan makhluk atau benda menjadi saksi baginya di yaumil akhir.
“Tidaklah jin dan manusia serta tidak ada sesuatu pun yang mendengar suara lantunan adzan dari seorang muadzin melainkan akan menjadikan saksi kebaikan bagi Muadzin pada hari kiamat nanti.” (H. R. Bukhori)
Publik Heboh Lantaran Pernyataan Pemangku Menteri Agama
Beberapa waktu lalu, publik sempat dihebohkan dengan pernyataan Pemangku Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Itu lantaran ungkapannya yang menimbulkan persepsi membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing.
Pernyataan tersebut mengemuka kala Yaqut dalam kunjungan kerja di Pekanbaru, Riau pada Rabu (23/2/2022) lalu merespons pertanyaan wartawan terkait kebijakan barunya. Ialah surat edaran Kemenag yang mengatur penggunaan toa di masjid dan mushola.
Beberapa waktu kemudian, Yaqut menyampaikan kalrifikasi, jika pernyataanya bukan membandingkan, tetapi mencontohkan pengaturan kebisingan pengeras suara adzan, baik di masjid maupun mushala. Tujuannya agar terjadi harmoni antar umat beragama.
“Saya sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi saya sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” tutur Yaqut kepada Bisnis melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis (24/2/2022)
Terlepas dari apa maksud sebenarnya dari ungkapan Yaqut, kenyatannya, penyataannya menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Berikut transkripsi lengkapnya:
“Iya itu kemarin kita terbitkan edaran pengaturan. Kita tak melarang masjid musala gunakan toa, tidak. Karena itu bagian syiar Agama Islam. Tapi ini harus diatur bagaimana volume sepikernya. Toanya enggak boleh kencang-kencang, 100 db. Diatur bagaimana kapan mereka gunakan speaker itu sebelum Azan, setelah Azan. Ini tak ada pelarangan.
Aturan ini dibuat semata-mata agar masyarakat kita makin harmonis. Menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan. Kita tahu di wilayah mayoritas muslim, hampir tiap 100-200 meter ada musala dan masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka nyalakan toanya di atas kaya apa? Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya.
Kita bayangkan lagi, kita muslim, lalu hidup di lingkungan nonmuslim, lalu rumah ibadah saudara kita nonmuslim bunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan itu rasanya bagaimana. Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini dalam satu kompleks, misalnya, kanan kiri depan belakang pelihara anjing semuanya, misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu enggak?
Apapun suara itu kita atur agar tak jadi gangguan. Speaker di musala masjid monggo silakan dipakai, tapi diatur agar tak ada merasa terganggu. Agar niat penggunaan toa dan speaker sebagai sarana dan wasilah lakukan syiar bisa dilaksanakan tanpa mengganggu mereka yang tak sama dengan keyakinan kita.
Saya kira dukungan juga banyak atas hal ini. Karena alam bawah sadar kita mengakui pasti merasakan bagaimana suara bila tak diatur pasti mengganggu. Truk itu kalau banyak di sekitar kita, kita diam di satu tempat, kemudian ada truk kiri kanan belakang kita, mereka menyalakan mesin bersama-sama kita pasti mengganggu. Suara-suara yang tak diatur itu pasti jadi gangguan buat kita. Gitu ya,”