“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh di antara kamu, sungguh Dia akan menjadikan mereka menjadi pemimpin di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan pemimpin orang-orang sebelum mereka, dan sungguh Dia meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan sungguh Dia akan menggantikan ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka menyembah-Ku, tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu. Dan barang siapa yang ingkar sesudah yang demikian itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nuur: 55).
Kepemimpinan adalah amanah yang diberikan oleh Allah swt. kepada hambanya sebagaik halifah di muka bumi, sebagaimana firman-Nya di dalam surat Al Baqarah ayat ke-30, “Sesungguhnya aku akan jadikan (manusia) sebagai khalifah di muka bumi.” Sebagai suatu amanat (titipan), tentunya kita harus pandai memanfaatkan kesempatan ini untuk kemaslahatan kita di dunia dan akhirat. Setiap manusia tentunya akan merasakan menjadi seorang pemimpin. Sebagaimana hadits Rasulullah saw, “Setiap diri kamu itu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan ditanya tentang tanggung jawab kepemimpinannya.” Seorang ayah adalah pemimpin bagi keluarganya, seorang ibu adalah pemimpin bagi anak-anaknya, seorang guru adalah pemimpin bagi murid-muridnya, seorang komandan perang adalah pemimpin bagi prajuritnya, seorang suami adalah pemimpin bagi istrinya, dan seseorang itu adalah pemimpin bagi dirinya.
Banyak potensi yang harus dikembangkan oleh setiap individu, di antara potensi tersebut adalah potensi kepemimpinan yang selama ini menjadi rebutan setiap orang yang haus kekuasaan.
Kadangkala status pemimpin menjadi rebutan orang-orang yang ingin mendapatkan kehidupan dan kepopuleran duniawi tanpa memperhatikan kehidupan yang akan datang, kehidupan akhirat. Padahal, di balik ambisi yang ada pada dirinya untuk menjadi seorang pemimpin, jusru telah terbuka pula bahaya yang akan dihadapi.
Sungguh menarik kisah seorang khalifah, Umar bin Khattab. Umar bin Khattab dikenal sebagai pemuda yang cerdas pemikirannya, luas pengetahuannya, kuat fisiknya, dan tidak gentar menghadapi musuh. Dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki Umar tersebut, banyak musuh-musuh yang gemetar bila berhadapan dengannya.
Pertama kali masuk Islam, Umar bin Khathab terbilang orang yang paling depan membela Islam. Masuk Islamnya Umar merupakan kebangkitan Islam yang pertama pada masa Rasulullah saw. Sebelum Umar masuk Islam dakwah dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Setelah Umar bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, dakwah dilakukan secarta terang-terangan. Tak heran bila Abdullah bin Mas’ud berkata, “Islamnya Umar adalah kemenangan, hijrahnya adalah pertolongan, pemerintahannya adalah rahmat.” Umar bin Khathab termasuk shahabat yang selau mendampingi Rasulullah.
Bahkan ketika Nabi saw. wafat, Umar adalah orang yang mampu menyelesaikan perselisihan antara golongan Muhajirin dan Anshar yang sedang memperebutkan jabatan khalifah. Umarlah yang menunjuk Abu Bakar untuk menjadi khalifah sebagai pengganti Rasulullah saw. dengan perimbangan-pertimbangan yang bisa diterima oleh para shahabat.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab ditunjuk sebagai hakim karena melihat potensi Umar yang begitu cerdas dan pandai dalam berijtihad, bahkan dia dikenal sebagai orang yang ahli di bidang fiqih. Salah satu hasil pemikiran Umar yang dikemukakan kepada Abu Bakar adalah tentang penulisan ayat-ayat Al Qur’an ke dalam mushaf. Dengan pertimbangan, ayat-ayat Al Qur’an masih tertulis di pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, lembaran-lembarankulit, dan sebagainya.
Selain itu juga para penghafal Al Qur’an semakin berkurang (gugurnya 70 orang penghafal Al Qur’an yang syahid dalam peperangan Yamamah). Dengan melihat fenomena tersebut, Abu Bakar menyetujui usul Umar dan langsung memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan menuliskan ayat-ayat Al Qur’an. Walaupun penulisan Al Qur’an pada masa Abu Bakar belum sempat dituliskan, pada zaman khalifah Umar penulisan mushaf Al Qur’an dapat diselesaikan.
Ketika Abu Bakar akan menghembuskan nafasnya yang terakhir, beliau mengumpulkaan para pemuka suku untuk memilih siapakah orang yang layak menggantikan dirinya. Dari hasil pertemuan itu, Abu Bakar memilih Umar yang akan menggantikan dirinya.
Pada masa kepemimpinannya, Umar dikenal sebagai pemimpin yang hidup sederhana, bahkan dia lebih memperhatikan rakyatnya daripada dirinya. Setiap malam Umar sering berkeliling ke kampung-kampung untuk memperhatikan nasib rakyatnya. Suatu malam, Umar menyimak percakapan dalam sebuah rumah. Seorang ibu dalam rumah tersebut sedang merebus sesuatu, sedangkan anak-anaknya menangis kelaparan. Umar menghampirinya seraya berkata kepada si ibu, “Wahai ibu, aya yang sedang engkau rebus?” Si ibu menjawab, “Yang sedang saya rebus adalah batu.” Mendengar ucapan ibu tersebut, umar menangis, dia bersedih melihat rakyatnya yang sedang kelaparan. Umar pun segera mengambil makanan ke rumahnya untuk diberikan kepada orang yang kelaparan tersebut.
Untuk memperlancar pemerintahannya, Umar selalu membenahi pemeritahannya dalam berbagai bidang. Tahap pertama yang dilakukan Umar adalah melanjutkan pemeritnahan Abu Bakar, yaitu dengan memperluas daerah-daerah Islam, sehingga dikenal dengan “Futuhaat Al Islamiyyah” yang berhsil mendudukan Suriah, Irak, Mesir, Palestina, dan Persia.
Di bidang Administrasi, Umar membentuk sebuah majelis yang bertugas mengadakan musyawarah-musyawarah untuk mencapai kesepakatan dalam menentukan perkara. Selain itu juga dia membentuk 8 propinsi; Mekah, Madinah, Suriah, Jazirah, Kufah, Basra, Mesir, Palestina, dan Persia.
Dalam bidang pertahanan dan keamanan, Umar membentuk sebuah korps militer dengan anggota yang terdaftar di pemerintahan, sehingga pihak gubernur bisa memantau korps militer tersebut guna kelancaran dalam menjalankan keamanan.
Selain seorang khalifah, Umar juga seorang hakim yang adil dalam menentukan hukum. Suatu ketika, Anas bin Malik sedang berbincang-bincang dengan Umar bin Kathab, kemudian ada seorang bangsa Mesir datang kepada Umar bin Khathab untuk mengadukan perkaranya, seraya berkata: “Ya amirul mukminin, saya telah dizhalimi oleh seorang gubernur Mesir.” Mendengar ucapan orang itu, Umar langsung memanggil gubernur tersebut, lalu Umar memberikan sanksi sesuai dengan kesalahannya.
Kepemimpinan yang ideal adalah pemimpin yang mampu memancarkan cahaya. Siapapun dia, ilmuwan, kiai, bangsawan, umat Islam wajib menaatinya selama pemimpin tersebut tidak menyimpang dari Al Qur’an dan As-Sunah.
Oleh: Priyatna Muhlis
Kepemimpinan adalah amanah yang diberikan oleh Allah swt. kepada hambanya sebagaik halifah di muka bumi, sebagaimana firman-Nya di dalam surat Al Baqarah ayat ke-30, “Sesungguhnya aku akan jadikan (manusia) sebagai khalifah di muka bumi.” Sebagai suatu amanat (titipan), tentunya kita harus pandai memanfaatkan kesempatan ini untuk kemaslahatan kita di dunia dan akhirat. Setiap manusia tentunya akan merasakan menjadi seorang pemimpin. Sebagaimana hadits Rasulullah saw, “Setiap diri kamu itu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan ditanya tentang tanggung jawab kepemimpinannya.” Seorang ayah adalah pemimpin bagi keluarganya, seorang ibu adalah pemimpin bagi anak-anaknya, seorang guru adalah pemimpin bagi murid-muridnya, seorang komandan perang adalah pemimpin bagi prajuritnya, seorang suami adalah pemimpin bagi istrinya, dan seseorang itu adalah pemimpin bagi dirinya.
Banyak potensi yang harus dikembangkan oleh setiap individu, di antara potensi tersebut adalah potensi kepemimpinan yang selama ini menjadi rebutan setiap orang yang haus kekuasaan.
Kadangkala status pemimpin menjadi rebutan orang-orang yang ingin mendapatkan kehidupan dan kepopuleran duniawi tanpa memperhatikan kehidupan yang akan datang, kehidupan akhirat. Padahal, di balik ambisi yang ada pada dirinya untuk menjadi seorang pemimpin, jusru telah terbuka pula bahaya yang akan dihadapi.
Sungguh menarik kisah seorang khalifah, Umar bin Khattab. Umar bin Khattab dikenal sebagai pemuda yang cerdas pemikirannya, luas pengetahuannya, kuat fisiknya, dan tidak gentar menghadapi musuh. Dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki Umar tersebut, banyak musuh-musuh yang gemetar bila berhadapan dengannya.
Pertama kali masuk Islam, Umar bin Khathab terbilang orang yang paling depan membela Islam. Masuk Islamnya Umar merupakan kebangkitan Islam yang pertama pada masa Rasulullah saw. Sebelum Umar masuk Islam dakwah dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Setelah Umar bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, dakwah dilakukan secarta terang-terangan. Tak heran bila Abdullah bin Mas’ud berkata, “Islamnya Umar adalah kemenangan, hijrahnya adalah pertolongan, pemerintahannya adalah rahmat.” Umar bin Khathab termasuk shahabat yang selau mendampingi Rasulullah.
Bahkan ketika Nabi saw. wafat, Umar adalah orang yang mampu menyelesaikan perselisihan antara golongan Muhajirin dan Anshar yang sedang memperebutkan jabatan khalifah. Umarlah yang menunjuk Abu Bakar untuk menjadi khalifah sebagai pengganti Rasulullah saw. dengan perimbangan-pertimbangan yang bisa diterima oleh para shahabat.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab ditunjuk sebagai hakim karena melihat potensi Umar yang begitu cerdas dan pandai dalam berijtihad, bahkan dia dikenal sebagai orang yang ahli di bidang fiqih. Salah satu hasil pemikiran Umar yang dikemukakan kepada Abu Bakar adalah tentang penulisan ayat-ayat Al Qur’an ke dalam mushaf. Dengan pertimbangan, ayat-ayat Al Qur’an masih tertulis di pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, lembaran-lembarankulit, dan sebagainya.
Selain itu juga para penghafal Al Qur’an semakin berkurang (gugurnya 70 orang penghafal Al Qur’an yang syahid dalam peperangan Yamamah). Dengan melihat fenomena tersebut, Abu Bakar menyetujui usul Umar dan langsung memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan menuliskan ayat-ayat Al Qur’an. Walaupun penulisan Al Qur’an pada masa Abu Bakar belum sempat dituliskan, pada zaman khalifah Umar penulisan mushaf Al Qur’an dapat diselesaikan.
Ketika Abu Bakar akan menghembuskan nafasnya yang terakhir, beliau mengumpulkaan para pemuka suku untuk memilih siapakah orang yang layak menggantikan dirinya. Dari hasil pertemuan itu, Abu Bakar memilih Umar yang akan menggantikan dirinya.
Pada masa kepemimpinannya, Umar dikenal sebagai pemimpin yang hidup sederhana, bahkan dia lebih memperhatikan rakyatnya daripada dirinya. Setiap malam Umar sering berkeliling ke kampung-kampung untuk memperhatikan nasib rakyatnya. Suatu malam, Umar menyimak percakapan dalam sebuah rumah. Seorang ibu dalam rumah tersebut sedang merebus sesuatu, sedangkan anak-anaknya menangis kelaparan. Umar menghampirinya seraya berkata kepada si ibu, “Wahai ibu, aya yang sedang engkau rebus?” Si ibu menjawab, “Yang sedang saya rebus adalah batu.” Mendengar ucapan ibu tersebut, umar menangis, dia bersedih melihat rakyatnya yang sedang kelaparan. Umar pun segera mengambil makanan ke rumahnya untuk diberikan kepada orang yang kelaparan tersebut.
Untuk memperlancar pemerintahannya, Umar selalu membenahi pemeritahannya dalam berbagai bidang. Tahap pertama yang dilakukan Umar adalah melanjutkan pemeritnahan Abu Bakar, yaitu dengan memperluas daerah-daerah Islam, sehingga dikenal dengan “Futuhaat Al Islamiyyah” yang berhsil mendudukan Suriah, Irak, Mesir, Palestina, dan Persia.
Di bidang Administrasi, Umar membentuk sebuah majelis yang bertugas mengadakan musyawarah-musyawarah untuk mencapai kesepakatan dalam menentukan perkara. Selain itu juga dia membentuk 8 propinsi; Mekah, Madinah, Suriah, Jazirah, Kufah, Basra, Mesir, Palestina, dan Persia.
Dalam bidang pertahanan dan keamanan, Umar membentuk sebuah korps militer dengan anggota yang terdaftar di pemerintahan, sehingga pihak gubernur bisa memantau korps militer tersebut guna kelancaran dalam menjalankan keamanan.
Selain seorang khalifah, Umar juga seorang hakim yang adil dalam menentukan hukum. Suatu ketika, Anas bin Malik sedang berbincang-bincang dengan Umar bin Kathab, kemudian ada seorang bangsa Mesir datang kepada Umar bin Khathab untuk mengadukan perkaranya, seraya berkata: “Ya amirul mukminin, saya telah dizhalimi oleh seorang gubernur Mesir.” Mendengar ucapan orang itu, Umar langsung memanggil gubernur tersebut, lalu Umar memberikan sanksi sesuai dengan kesalahannya.
Kepemimpinan yang ideal adalah pemimpin yang mampu memancarkan cahaya. Siapapun dia, ilmuwan, kiai, bangsawan, umat Islam wajib menaatinya selama pemimpin tersebut tidak menyimpang dari Al Qur’an dan As-Sunah.
Oleh: Priyatna Muhlis