Oleh : Ust. Tate Qomaruddin Lc
“Apa yang kamu inginkan dari mereka ? Mereka itu nol, kosong ilmunya. Tidak ada manfaat yang bisa dipetik dari mereka sedikitpun.� Ini adalah� nasehat� dari seorang guru, da’i, ‘alim kepada muridnya yang ketahuan mencoba mencari tambahan ilmu dari “kelompok� lain.
“Yah, mereka mah masih dangkal. Baru bisa membina dan membina. Ngaji dan ngaji. Sampai kapan ? Kita mah sudah punya itu di situ, ini di sini, anu di sana, Si Fulan dan Si Fulan itu adalah “orang-orang kita�. Seharusnya mereka juga ikut kita dan bukan bikin gerakan dakwah sendiri, karena kita yang paling duluan eksis�. Ini adalah “nasehat� lain dari orang lain lagi.
“Tuh lihat, kalau bukan karena kita, tidak akan seperti ini umat Islam di negeri ini. Kita sudah melakukan ini sebelum orang lain melakukannya. Dan kita sudah membuat itu sebelum orang membuatnya. Mereka semua hanya mengikuti jalan yang sudah kita rintis dengan susah payah. Jadi mereka tinggal enaknya saja�. Ini juga contoh lain dari wejangan yang dilontarkan satu tokoh dakwah kepada pengikutnya.
Salah satu sifat menonjol iblis adalah congkak, sombong, takabur, alias arogan. Allah swt menggambarkan hal itu,�Allah mengatakan,�Apa yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu ?� Menjawab Iblis,�Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan aku dari api sedangkan dia (Adam) Engkau ciptakan dari tanah.� (QS. Al A’raf :12)
Iblis memposisikan dirinya lebih baik, lebih mulia, juga lebih terhormat dari Adam – ‘alaihisalam. Celakanya lagi, standar penilaian yang diterapkan iblis adalah standar yang dibuatnya sendiri: asal muasal penciptaan. Standar yang tidak benar menurut Allah swt. Dan rupanya iblis tidak mau sendirian masuk neraka, “Sesungguhnya syetan itu musuh bagimu,maka anggaplah ia musuh (-mu), karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang bernyala-nyala.� (QS. Fathir : 6)
Karenanya ia juga berupaya untuk menularkan penyakit congkak dan sombong ini kepada manusia. Dan para da’i, orang yang banyak ilmu, orang yang banyak pengikut dan ditokohkan, orang yang banyak manuver dalam dakwah bukanlah orang yang dikecualikan.
Semua lapisan manusia akan menjadi target syetan. Yang ditakuti oleh syetan bukanlah orang yang banyak ilmu, bukan orang yang banyak ngomong tentang perjuangan. Melainkan orang-orang yang telah benar-benar menjadi hamba Allah yang Ikhlas. Allah swt menerangkan : “Iblis berkata,� Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi ini dan aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka.� (Al Hijr : 39 – 40)
Kalau manusia sudah tertulari penyakit ini, tak peduli apapun profesinya dan pekerjaannya, setinggi apapun ilmunya, sebanyak apapun amal kebajikannya, dia akan menganggap dirinya sebagai yang paling baik dan menganggap pihak yang berbeda dengannya tidak bernilai bahkan sebagai musuh.
Tak kurang-kurang Allah swt. mengingatkan kita untuk menjauhi sikap sombong ini. Ayat-ayat Allah tentang itu antara lain,�Aku palingkan dari ayat-ayatKu orang-orang yang menyombomngkan diri di muka bumi.� (QS. Al A’raf : 146)
Sedangkan Rasulullah saw bersabda,�Tidak akan masuk sorga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan (meskipun hanya) sebesar biji sawi.� (Riwayat Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Mengenai sombong ini, Iman Al Ghazali mengatakan, “Takabur dilihat dari pihak yang ditakaburi terbagi menjadi tiga macam : Pertama, Takabur Kepada Allah, dan ini merupakan takabur yang paling jahat dan buruk, Kedua, Takabur Kepada Nabi Muhammad saw. Dan ketiga, Takabur Kepada Sesama Hamba Allah. Bentuknya adalah menganggap hebat diri (kelompok) sendiri dan merendahkan orang lain. Sehingga dirinya tidak sudi untuk mengikuti orang itu, menghinakan dan menganggap kecil mereka. Ia sangat tidak sudi jika dipersamakan dengan orang lain..�
Selanjutnya beliau menjelaskan,�Sombong dalam bentuk yang ketiga meskipun peringkatnya berada di bawah yang pertama dan kedua, namun ia juga tetap merupakan bahaya besar bila ditinjau dari dua sisi. Sisi pertama, kesombongan, kebesaran, dan keagungan tidaklah layak selain untuk Allah swt. Jadi ketika seorang hamba bersikap sombong dia sesungguhnya telah melawan Allah swt.
Sisi kedua, sikap sombong kepada sesama hamba Allah dapat mengantarkan pada penentangan kepada aturan-atura Allah swt. Sebab, bila orang yang congkak mendengar kebenaran dari salah seorang hamba Allah (yang tidak disukainya) ia pasti menolaknya dan menyingsingkan lengan untuk segera membantahnya. Imam Ghazali kemudian mengambil ilustrasi,�Kesombongan iblis terhadap Adam adalah kesombongan yang disebabkan oleh nasab (asal muasal). Dan kemudian kesombongan itu menyeretnya kepada kesombongan terhadap perintah Allah swt.�
Imam Al Ghazali memandang bahwa munculnya kesombongan diakibatkan oleh anggapan bahwa dirinya sudah mencapai kesempurnaan. Baik kesempurnaan dalam agama maupun dalam hal dunia. Anggapan bahwa dirinya telah sempurna dalam hal agama disebabkan oleh dua hal : Pertama, merasa paling banyak dan paling luas ilmu, sehingga ia selalu merasa hebat dengan ilmunya, menganggap orang lain rendah dan selalu menuduh mereka sebagai orang-orang bodoh. Kedua, menggeluti ilmu dengan modal hati yang busuk, penuh kedengkian, penuh kebencian, dan akhlak buruk. Dalam keadaan demikian, jika ia menguasai suatu ilmu, hal itu akan membuatnya sombong dan bukannya rendah hati.
Wahab bin Munabbih mengilustrasikan ilmu bagaikan air hujan. dan orang-orang yang menerima ilmu bagaikan pohon-pohon. Rasa apa yang dihasilkan dari hujan itu ? Tergantung bagaimana pohonya. Pohon yang memang buahnya manis, hujan itu akan membuat buahnya semakin subur dan manis.Pohon cabe, hanya akan semakin pedas saja bila hujan mengguyurnya. Sedangkan pohon yang buahnya pahit, semakin disiram semakin pahit saja buahnya.
Begitu jugalah bila dunia dakwah dirasuki syetan dengan penyakit congkaknya. Dalam dakwah menjadi tidak ada keteduhan jiwa. Kehormatan pun menjadi sesuatu yang murah. Dakwah yang seharusnya membuat orang menjadi tawadhu’ (rendah hati) malah mencetak orang-orang yang pandai mencela, mudah mencaci, gampang mengkafirkan orang lain, dan berhati busuk, penuh iri dan dengki. Islam yang seharusnya merupakan rahmat bagi sekalian alam, bila dibawa dengan kecongkakan, jangankan orang lain yang non muslim, bahkan sesama Muslim pun akan merasakan kepahitan dan bau busuknya.
Agar tidak terjebak dalam perangkap syetan, maka perlu kiranya kita mengenali beberapa fenomena takabbur dalam dunia dakwah.
Pertama, sangat sensitif dengan kekeliruan orang lain dan sangat bebal dengan kesalahan sendiri. Sedikit saja kekeliruan orang lain, mata begitu jeli menangkapnya. Sementara setumpuk kerusakan dan kebusukan diri sendiri dianggap sepi.
Kedua, selalu mencari-cari kesalahan orang lain. Manusia mana yang tidak pernah salah ? Lalu gerakan dakwah mana yang luput dari salah dan keliru, baik dalam ucapan maupun pernbuatan ? Jika ada kesalahan maka sesungguhnya kesalahan itu adalah kesalahan umat Islam. Kita wajib sedih karenanya dan bukan malahg gembira karena kita mempunyai senjata untuk menyerang ‘lawan’.
Ketiga, selalu memandang pendapat pihak orang lain secara apriori dan menganggap ijtihad orang lain pasti salah sedangkan ijtihad ‘saya atau kami’ adalah pastyi benar. Adalah merupakan sikap ekstrim dalam beragama bila seseorang atau sekelompok orang menganggap bahwa ia memiliki ‘ishmah’ (Keterpeliharaan dari kesalahan), sehingga pendapat dan manhajnya pasti benar sedangkan yang lain adalah batil.
Bekerja sama dalam hal yang disepakati dan saling memaafkan dalam hal yang diperselisihkan adalah jalan keluar terbaik. Tentu dengan syarat, semua telah sepakat merujuk kepada Quran dan Sunnah serta menegakkan kalimatullah.
Dakwah yang indah ini janganlah kita kotori dengan sifat kita yang buruk. Kebenaran Allah tidak akan bersinar dengan kesombongan. Sepertinya juga ia tidsak akan tumbang dengan kesombongan. Allah swt, akan membuktikan-dengan perjalanan waktu- dimana perbuatan yang Allah ridhoi dan siapa yang Allah cintai. Allahu a’lam.