Pertanyaan tentang Ibadah Haji Indonesia

a)Melaksanakan ibadah Haji bukanlah hal yang ringan, diperlukan kekuatan fisik dan mental bagi yang akan melaksanakannya. Berkaitan dengan mekanisme pendaftaran ibadah Haji, di Negara kita dikenal istilah Haji mandiri, artinya proses pendaftaran dilakukan langsung ke Departemen Agama, dan pembimbing Ibadah disediakan oleh pemerintah.

Tetapi dalam kenyataannya bahwa pembimbing yang disediakan oleh pemerintah untuk melayani Haji mandiri ini sangat terbatas, biasanya dalam satu kloter yang jumlah jamaahnya sekitar 400 orang hanya dibimbing oleh dua orang, selebihnya adalah asisten pembimbing yang belum tentu memiliki kapasitas dan pengetahuan dalam memahami persoalan teknis ketika melaksanakan ibadah Haji.

Dari segi pembiayaan jelas sekali bahwa haji mandiri lebih murah jika dibandingkan dengan mendaftarkan Haji ke KBIH atau melalui travel/biro perjalanan Haji, karena jika kita mendaftar ke biro perjalanan haji akan ada tambahan biaya untuk pembimbing ibadah, biasanya pembimbing inilah yang akan membantu jamaah dari mulai Ibadah sampai ke urusan teknis, dan jumlahnyapun maksimal untuk satu pembimbing itu adalah untuk 40 orang, sehingga lebih memungkinkan untuk bisa melayani secara maksimal kepada para jamaah haji.

b) Persoalan biaya Haji di Indonesia jika dibandingkan dengan Malaysia memang sangat berbeda. Betul bahwa biaya Haji di Malaysia lebih murah, karena mereka memiliki manajemen yang cukup handal dan profesional.

Disinilah perlunya peran pemerintah yang harus terus ditingkatkan, dalam hal ini Departemen Agama. Semoga dengan proses evaluasi dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, bisa dijadikan pelajaran untuk terus melakukan proses perbaikan, baik dari segi kualitas pelayanan bahkan pembiayaan.

c) Tanaazul menurut bahasa diambil dari kata “nazala” artinya turun, kemudian memakai wazan/timbangan “tafaa’ala” yang mashdarnya “tafaa’ul” maka jadilah “Tanaazul” yang bisa mempunya arti “memisahkan diri”.

Istilah Tanaazul dalam lingkup ibadah haji adalah seseorang atau sekelompok orang yang dalam “perjalanan atau praktek ibadahnya” memisahkan diri dari program yang telah ditentukan oleh Pemerintah Indonesia (Departemen Agama sesuai dengan Fatwa Majlis Ulama Indonesia/MUI).

• Misal Tanaazul dalam perjalanan : Seseorang berangkat dengan Kloter (Kelompok Terbang) 10 JKS, karena alasan sakit atau alasan lain orang tersebut ketika pulang ke Tanah Air pindah ke Kloter 8 JKS maka yang bersangkutan disebut Tanaazul dari Kloter 10 JKS ke Kloter 8 JKS, hal seperti ini bisa dilakukan siapa saja karena tidak mempengaruhi praktek ibadah.

• Misal Tanaazul dalam Praktek Ibadah : Seseorang atau sekelompok orang meyakini bahwa menurut Manasik Rasulullah SAW tanggal 8 Dzul Hijjah hari Tarwiyah disunnahkan berangkat ke Mina bukan ke Arafah kemudian memisahkan diri berangkat ke Mina terlebih dahulu sebelum ke Arafah, maka yang bersangkutan sudah melakukan Tanaazul dalam praktek ibadahnya.
    
images/mapi/mapi-1-2010.jpg Ibadah Haji adalah ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada ummatnya seumur hidup sekali sehingga diusahakan sesempurna mungkin sesuai Manasik Haji Rasulullah SAW tanpa membeda-bedakan yang rukun, wajib atau sunnah, walaupun haji itu intinya wuquf di Arafah.

Sangat disayangkan kalau kita sudah mengeluarkan biaya besar untuk melaksanakan haji setelah kembali ke Tanah Air baru memahami bahwa dengan tidak melaksanakan yang sunnah, haji kita kesempurnaannya berkurang.

Maka wajar ketika ada seseorang atau sekelompok orang yang rela dengan susah payah (berkorban baik moril atau materil) untuk melaksanakan haji sesuai Manasik Haji Rasulullah SAW sampai melakukan tanaazul dalam praktek ibadahnya hanya untuk menggapai Ridho Allah SWT dengan melaksanakan Rukun Islam Kelima dengan sesempurna mungkin sesuai kemampuan dirinya.

Sehingga dari segi pembiayaan jelas bahwa bagi jamaah haji yang akan melaksanakan tanaazul maka diperlukan biaya operasional tambahan, seperti biaya sewa bis dan makan.

Wallahu ‘alam bishawab

Sumber : Tanya Jawab Kajian MPI 25/10/2009

Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pertanyaan tentang Ibadah Haji Indonesia

AIDS adalah kependekan dari Aquired Immuno Diffeciency Syndrome. Penyakit tersebut berasal dari virus HIV (Human Imuno Diffenciency Virus) atau virus penyebab menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia.

Virus HIV menginfeksi suatu kelompok dari sel darah putih yang disebut helper T-Cells atau sel T pembantu. Sel T pembantu mempunyai pengaturan yang sangat penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini adalah penyakit yang sangat berbahaya dan dapat menular kepada orang yang sehat, bahkan bisa menghancurkan sistem kekebalan tubuh manusia.

Sampai saat ini, belum ada seorang dokter ataupun lembaga kesehatan internasional –WHO sekalipun- yang sudah menemukan obat mujarab untuk menghancurkan penyakit tersebut. Cara penularan virus HIV atau penyakit AIDS diantaranya melalui jalan hubungan seksual, jarum suntuk, dan penularan pada janin sebelum kelahiran. Apakah AIDS termasuk azab? Ini sangat tergantung pada siapa yang ditimpanya.

Apabila menimpa ahli maksiat, itu bisa merupakan azab. Namun, apabila yang ditimpa penyakit tersebut adalah orang baik-baik atau orang shaleh, itu merupakan ujian. Cara penularan AIDS yang bukan hanya melalui hubungan sex, memungkinkan penyakit tersebut tidak hanya menimpa orang-orang yang berbuat maksiat (berperilaku sex bebas), malainkan dapat pula menimpa orang baik-baik.

Karena itulah, kalau ada seseorang yang terkena AIDS, kita jangan langsung berperasangka negatif terhadapnya. Apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang terkena AIDS? Pertama, ia wajib berobat. Walau sampai saat ini belum ditemukan obat yang akurat untuk penyakit tersebut, namun kewajiban untuk berobat harus tetap dilaksankan karena Islam memerintahkan untuk berupaya mengobati setiap penyakit.

Membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh, berari membiarkan diri terjerumus pada kematian, dan Islam mengharamkan hal tersebut. “…dan janganlah kamu membunuh dirimu! Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa 4:29)

Maksudnya, apabila sakit, berobatlah secara optimal sesuai dengan kemampuan karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah saw. Seraya bertanya, “Apakah kita harus berobat?” Rasulullah menjawab, “Hai hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menurunkan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit.” Para sahabat bertanya, “Apa itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Penyakit tua.” (HR. Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Kedua, berupaya agar penyakit tersebut tidak menular pada orang lain. Ustadz Sayyid Sabiq di dalam kitab Fiqus Sunah mengatakan bahwa barangsiapa yang diuji Allah swt. dengan penyakit menular, sebaiknya ia menahan diri untuk tidak tinggal dengan orang yang sehat dan tidak pula menemani orang yang sehat karena Muhammad saw. telah bersabda, “Tidak boleh masuk orang yang berpenyakit (menular) kepada orang yang sehat.”

Dalam hadits lain diriwayatkan, ketika datang seorang yang berpenyakit patek (nama salah satu penyakit menular saat itu) untuk berbaiat kepada Rasulullah saw., Rasulullah kemudian mengutus seorang untuk membaiatnya dan nabi tidak mengizinkan oran gitu memasuki Madinah.

Bagaimana sikap kita terhadap orang yang terkena AIDS? Seperti dikemukakan di atas, penyakit AIDS tidak hanya menyerang ahli maksiat, tapi juga bisa menyerang orang baik-baik. Kerena itulah, apabila ada seseorang yang terkena AIDS, kita wajib memberikan motivasi kepadanya untuk berobat dan bersabar. Andai dalam keluarga kita ada yang terkena AIDS (Naudzubillah!), kita tidak perlu mengucilkannya.

Kita masih dapat bergaul dengan mereka dalam batas-batas tertentu. Berkonsultasilah dengan ahli kesehatan tentang hal apa yang tidak dilakukan saat kita bergaul dengan mereka. Orang yang terkena AIDS sudah pasti menderita, alangkah pedihnya kalau penderitaan mereka ditambah lagi dengan pengucilan oleh keluarga atau masyarakat.


Apabila penderita AIDS meninggal, bagaimana cara memandikannya?

Cara memandikannya sama saja dengan memandikan jenazah yang tidak terkena AIDS. Namun, karena AIDS tersebut tergolong penyakit menular dan sangat berbahaya, alangkah baiknya kalau sebelum memandikannya kita berkonsultasi terlebih dahulu pada ahli kesehatan, apabila virus HIV dapat menular saat kita memandikannya atau tidak. Kalau jawabannya tidak, tentunya tidak ada masalah. Namun, kalau jawabannya dapat menular, jenazah tersebut harus ditangani secar khusus oleh orang yang dianggap mengantisipasi penularan tersebut. Kalau sudah jelas dapat menular, namun kita tetap memaksa memandikannya, hal itu sama saja dengan menjerumuskan diri pada kebinasaan. Firman Allah: “Janganlah sekali-kali kamu mencampakkah diri kamu ke dalam kebinasaan…” (QS. AL Baqarah:195)

Kesimpulannya, penyakit AIDS dapat merupakan azab kalau menimpa ahli maksiat, namun merupakan ujian bila menimpa orang baik-baik atau shaleh. Orang yang terkena AIDS harus kita bantu dengan memotivasinya untuk berobat dan bersabar. Apabila ia meninggal, jenazahnya ditangani sebagaiman kita menagani jenazah-jenazah lainnya, namun kalau menurut ahli kesehatan hal itu dapat menyebabkan penularan, kita harus menyerahkannya pada orang yang memang berkompeten menanganinya. Wallahu a’lam.


Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

slot mahjong
slot mahjong
slot pragmatic
gambolhoki
slot pragmatic