Percikan Iman – Serangan Rusia ke Ukraina memicu reaksi dari berbagai negara di dunia. Negara-negara Barat yang notabene pendukung NATO, berlomba “keras-kerasan” mengutuk tindakan Putin. Meyikapi fenomena tersebut, politisi Irlandia People Before Profit/ Solidarity, Richard Boyd Barrett.
Ia menyatakan dalam forum legislatif, jika pemerintahan negaranya dan negara-negara Barat lainnya tidak konsisten dalam menerapkan standar moral. Hal itu lantaran, kecepatan reaksi, pemilihan diksi, dan hukuman yang diberikan negaranya pada Putin begitu cepat, tajam, dan keras.
“Kita semua memang sudah sepatutnya mengutuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh Vladimir Putin di Ukraina,” seru Barett pada perdana Menteri. “Pemerintah bergerak seketika dalam waktu lima hari, memberikan sanksi kepada rezim Putin, dan segera bertindak dengan diksi yang kuat pada Putin, ‘orang barbar sebagai penjahat, sebagai pembunuh, dan sebagai penghasut perang’.”
Sementara, sikap pada Israel tidak begitu, bahkan cenderung enggan. Padahal, Israel jelas-jelas dikutuk oleh dua lembaga HAM yang paling dihormati di dunia, Amnesti Internasional dan Human Right Watch.
“Amnesti Internasional telah menyatakan bahwa israel adalah negara yang menjalankan sistem Apartheid dan juga melakukan kejahatan yang bertentangan dengan kemanusiaan dan mereka tengah mengajukan sanksi untuk memastikan bahwa sistem yang tidak manusiawi dan sistem yang tidak manusiawi dihapuskan,” serunya.
Ia mengatakan, jika sikap yang dilakukan pemerintah pada serangan Putin pada Ukraina sudah benar, namun semua hal itu juga selayaknya diterapkan pada negara Israel karena perlakuannya pada orang-orang Palestina.
“(Nampaknya) Pemerintah khawatir kala menggunakan istilah yang sama (pada Israel), merasa tidak pantas menggunakan istilah Apartheid,” katanya. “Padahal, organisasi hak asasi manusia yang paling dihormati di dunia, Amnesti Internasional dan Human Right Watch dalam waktu yang sangat singkat mengeluarkan laporan kejahatan tersebut.”
Ia menjelaskan jika Amnesti International dan Human Right Wathch menyatakan israel sejak berdirinya telah dibangun di atas sistem penindasan, dominasi, apartheid, dan rasisme dengan melakukan pembunuhan warga sipil tak berdosa, tak bersenjata secara terkoordinasi.
“Mereka melakukan penahanan sewenang-wenang dan pemenjaraan tanah, aneksasi, pengusiran, penolakan hak-hak dasar dasar untuk enam juta warga palestina. Mereka mengungsi keluar negerinya untuk kembali, dan mereka mem-blokade Gaza secara illegal,” terangnya.
Sebagaimana kita dapat temui di berbagai sumber informasi. Gaza dalam keadaan krisis kemanusiaan permanen. Di mana mereka dilarang mengakses makanan dan air. Mereka (Israel) memperlakukan populasi Arab yang merupakan mayoritas masyarakat Palestina sebagai ras inferior.
Barett mengatakan, jika pemerintah ingin memiliki standar moral, standar tersebut harus konsisten. Jika tidak, maka itu sama sekali bukan standar, melainkan hanya olok-olok. Menurutnya, pemerintah takut “menyakiti” negara-negara pembela demokrasi.
“Itu karena ketika menyebut Israel sebagai negara apartheid, maka akan menyakiti sejumlah negara yang sekarang menampilkan diri sebagai pembela demokrasi, seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan kekuatan lain yang berhubungan dengan Israel, yang mendukung dan menyokonnya,” katanya
“Itu berarti kredensial moral Uni Eropa telah hancur,” pungkasnya.