Puasa Itu “Luar Biasa”

Untuk menikmati bahwa “Puasa Itu Luar biasa”, coba rasakan dan ingat-ingat kembali secara cermat setiap mau memasuki bulan puasa, dapatkan maknanya bahwa betapa besar nikmat untuk melaksanakan ibadah saum sebulan penuh di bulan romadhon.

Perjalanan hari-hari amal di bulan puasa itu seakan-akan sangat dekat sekali dengan Allah, sepertinya hanya untuk Allah. Semua amal perbuatan orang mukmin terasa bermakna ibadah, seolah-olah amalannya penuh keikhlasan. Puasa sepertinya mengajarkan bekal ibadah ikhlas yang menjadi landasan semua amal kemuliaan.

Rasulullah Saw. dalam meriwayatkan Hadis Qudsi menyatakan, bahwa Allah Swt. berfirman:”Semua amal perbuatan Bani Adam menyangkut dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan karena itu Akulah yang langsung membalasnya.

Puasa itu ibarat perisai. Pada hari melaksanakan puasa, janganlah orang yang berpuasa mengucapkan kata-kata kotor, tidak sopan, dan tidak enak didengar, dan jangan pula ribut hingar bingar bertengkar. Jika di antara kalian memaki atau mengajak berkelahi, hendaknya mengatakan kepadanya:”Saya sedang berpuasa”.

Selanjutnya Nabi Saw. bersabda: “Demi Allah yang diri Muhammad di dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang berpuasa lebih wangi di sisi Allah dari bau minyak kesturi”. Dan bagi orang yang berpuasa tersedia dua kegembiraan, gembira ketika berbuka puasa karena bukanya, dan gembira ketika kelak menemui Rabb-Nya karena menerima pahala puasanya (HR Syaikhani, Nasa’i, dan Ibnu Hibban yang bersumber dari Abu Hurairah).

Apakah ada orang berpuasa terjadi riya’ atau pamer,?. Orang lapar sepertinya tidak pantas dipamerkan. Riya’ itu terjadi terhadap sesama manusia, sedangkan puasa itu ibadah di dalam Qolbu. Semua perbuatannya tidak dinilai dari gerakan-gerakannya. Puasa betul-betul ibadah yang tidak diketahui oleh orang lain. Allah sendirilah yang mengetahui ukuran pahala puasa dan penggandaan upahnya. Adapun ibadat-ibadat lainnya dapat diketahui oleh sebagian orang. Allah berfirman:”Puasa itu untuk-Ku, dan Aku memberi balasan atasnya” sehingga puasa itu ibadat yang paling disukai oleh-Nya. Bagi orang mukmin bulan puasa itu bulan yang begitu Istimewa.

Rasullullah Saw pernah memberi pelajaran kepada umatnya :” Puasa yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata-mata akan bernilai sepuluh kebajikan. Orang yang puasa di bulan Ramadhan dan diiringi dengan puasa enam hari di bulan Syawwal (ctt:setelah bulan Ramadhan) dinilai sama dengan puasa sepanjang tahun, yaitu tiga puluh hari kali sepuluh sama dengan tiga ratus, ditambah dengan enam kali sepuluh, sama dengan enam puluh. Berarti jumlah semuanya adalah 360 hari menurut kalender syamsiah (matahari).

“Satu kebajikan (dibalas) menjadi sepuluh kali lipat sedangkan kejahatan dibalas seimbang dengan dosanya atau Kuampuni sama sekali meskipun dia menghadap Aku dengan kesalahan-kesalahan hampir sebesar Bumi. Barangsiapa merencanakan hendak melaksanakan suatu kebaikan, tetapi belum dikerjakan, akan dicatat (oleh Malaikat) baginya suatu kebajikan.Dan barangsiapa merencanakan hendak melakukan satu kejahatan tapi belum dikerjakannya, tidaklah dicatatkan baginya sedikit pun (yang dianggap sebagai doa). Dan barangsiapa mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Dan barangsiapa yang mendekatkan dirinya kepada-Ku sehasta, akau akan mendekat kepadanya sedepa (HR Thabrani yang bersumber dari Abu Dzar).

Perangkat utama dari keikhlasan adalah niat sehingga nabi mengingatkan benar tentang niat puasa ini? “Barangsiapa yang tidak menetapkan akan berpuasa sebelum fajar, maka tiada sah puasanya”.(HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah). Daruqutni meriwayatkannya dengan redaksi yang berbeda: “Tidak sah puasanya bagi orang yang tidak menetapkannya dari malam harinya”.

“Umatku dikarunia lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang pun yang sebelum mereka. Pertama, apabila malam pertama dari bulan Ramadhan tiba, maka Allah memandang mereka dengan belas kasih, dan barangsiapa yang dipandang Allah dengan belas kasih, maka Dia tidak akan mengazabnya sesudah itu buat selama-lamanya. Kedua, Allah Ta’ala menyuruh para Malaikat memohonkan ampun untuk mereka. Ketiga, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau kesturi. Keempat, Allah Ta’ala berkata kepada surga,’Berbahagialah hamba-hamba-Ku yang beriman, mereka adalah kekasih-kekasih-Ku. Dan kelima, Allah Ta’ala mengampuni mereka semua”.(Al-Hadist).

Duri-duri di Bulan Suci

Hadist Nabi yang menggambarkan keistimewaan bulan Ramadhan, seperti dibukanya pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka dan terbelenggunya para setan, seharusnya tidak hanya ditafsirkan secara tekstual melainkan dengan konteks yang diinginkan teks hadist itu. Dinyatakan bahwa di bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka, maksudnya adalah di bulan ini banyak lahan amal ibadah yang sengaja Allah sediakan agar dapat digarap setiap muslim untuk meningkatkan kualitas keimanan dan keislaman.

Sedangkan pernyataan bahwa pintu-pintu neraka ditutup, maksudnya adalah banyak hal di bulan suci ini yang dapat menghalangi seorang muslim untuk berbuat maksiat. Oleh karena itu, hadist itu ditambah dengan pernyataan bahwa setanpun ikut terbelenggu. Ini adalah kiasan, yang artinya adalah; setan akan sangat kesulitan untuk menggoda muslim ketika sedang berpuasa di bulan suci.

Akan tetapi hal itu tidak menutup kemungkinan seorang muslim tetap terjaga dari godaan setan. Setan akan terus menggoda manusia dengan berbagai macam cara termasuk dengan situasi dan kondisi sehari-hari pada bulan puasa itu. Walaupun mungkin tidak sampai membuat puasa batal secara hukum, akan tetapi nilai-nilai esensi yang terkandung dalam puasa akan hilang sehingga puasanya menjadi sia-sia. Demikianlah seperti yang disabdakan oleh Nabi: “Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa selain lapar, dan berapa banyak orang sholat di tengah malam tidak mendapatkan apa-apa selain begadang” (HR. Nasa’i).

Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa tidak semua orang yang menjalankan ibadah puasa akan mendapat apa yang dijanjikan secara sempurna. Semua tergantung dari sejauh mana manusia menunaikan hak-hak puasa itu. Ada yang mampu menjalankan ibadah puasa dengan sempurna, ia tidak hanya mampu menjaga diri dari segala yang membatalkan dan yang dapat merusak puasa, melainkan ia mampu memakmurkannya dengan berbagai macam kebajikan.

Namun, lebih banyak lagi yang menyia-nyiakan hari-hari di bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan dijadikan sebagai bulan makan-makan dan tidur di siang harinya. Sehingga menyelisihi hikmah disyariatkannya puasa. Tiada aktivitas di siang hari selain menunggu datangnya berbuka. Tidur, bermain atau menghibur diri (kendati dengan perkara mubah) agar waktu serasa cepat berlalu dan waktu berbuka cepat datang. Ia justru tidak memanfaatkan Ramadhan sebagai bulan amal, menambah pahala dan sarana merenungi dosa-dosa yang telah dilakukan sebelumnya.

Ada pula sebagian orang – bahkan mungkin kebanyakan orang – yang menjadikan bulan Ramadhan sebagai momentum pemborosan. Aneka ragam makanan diborong untuk dijadikan bahan berbuka puasa, porsi makan pun berlipat, seakan ingin jatah makan siang diambil pula untuk malam harinya. Demikianlah kiranya ironi orang yang berpuasa, namun tidak benar-benar berpuasa sehingga tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan haus.

Semoga bermanfaat.

Referensi :
1. http://rumaljawi.blogspot.com/
2. http://alrasikh.wordpress.com/

Jzkk sobat 🙂
– Ramli M. Djono
– Rum Budi S

Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Puasa Itu “Luar Biasa”

Untuk menikmati bahwa “Puasa Itu Luar biasa”, coba rasakan dan ingat-ingat kembali secara cermat setiap mau memasuki bulan puasa, dapatkan maknanya bahwa betapa besar nikmat untuk melaksanakan ibadah saum sebulan penuh di bulan romadhon. Perjalanan hari-hari amal di bulan puasa itu seakan-akan sangat dekat sekali dengan Allah, sepertinya hanya untuk Allah. Semua amal perbuatan orang mukmin terasa bermakna ibadah, seolah-olah amalannya penuh keikhlasan. Puasa sepertinya mengajarkan bekal ibadah ikhlas yang menjadi landasan semua amal kemuliaan.

Rasulullah Saw. dalam meriwayatkan Hadis Qudsi menyatakan, bahwa Allah Swt. berfirman:”Semua amal perbuatan Bani Adam menyangkut dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan karena itu Akulah yang langsung membalasnya. Puasa itu ibarat perisai. Pada hari melaksanakan puasa, janganlah orang yang berpuasa mengucapkan kata-kata kotor, tidak sopan, dan tidak enak didengar, dan jangan pula ribut hingar bingar bertengkar. Jika di antara kalian memaki atau mengajak berkelahi, hendaknya mengatakan kepadanya:”Saya sedang berpuasa“.

Selanjutnya Nabi Saw. bersabda: “Demi Allah yang diri Muhammad di dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang berpuasa lebih wangi di sisi Allah dari bau minyak kesturi“. Dan bagi orang yang berpuasa tersedia dua kegembiraan, gembira ketika berbuka puasa karena bukanya, dan gembira ketika kelak menemui Rabb-Nya karena menerima pahala puasanya (HR Syaikhani, Nasa’i, dan Ibnu Hibban yang bersumber dari Abu Hurairah).

Apakah ada orang berpuasa terjadi riya’ atau pamer,?. Orang lapar sepertinya tidak pantas dipamerkan. Riya’ itu terjadi terhadap sesama manusia, sedangkan puasa itu ibadah di dalam Qolbu. Semua perbuatannya tidak dinilai dari gerakan-gerakannya. Puasa betul-betul ibadah yang tidak diketahui oleh orang lain. Allah sendirilah yang mengetahui ukuran pahala puasa dan penggandaan upahnya. Adapun ibadat-ibadat lainnya dapat diketahui oleh sebagian orang. Allah berfirman:”Puasa itu untuk-Ku, dan Aku memberi balasan atasnya” sehingga puasa itu ibadat yang paling disukai oleh-Nya. Bagi orang mukmin bulan puasa itu bulan yang begitu Istimewa.

Rasullullah Saw pernah memberi pelajaran kepada umatnya :” Puasa yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata-mata akan bernilai sepuluh kebajikan. Orang yang puasa di bulan Ramadhan dan diiringi dengan puasa enam hari di bulan Syawwal (ctt:setelah bulan Ramadhan) dinilai sama dengan puasa sepanjang tahun, yaitu tiga puluh hari kali sepuluh sama dengan tiga ratus, ditambah dengan enam kali sepuluh, sama dengan enam puluh. Berarti jumlah semuanya adalah 360 hari menurut kalender syamsiah (matahari).

“Satu kebajikan (dibalas) menjadi sepuluh kali lipat sedangkan kejahatan dibalas seimbang dengan dosanya atau Kuampuni sama sekali meskipun dia menghadap Aku dengan kesalahan-kesalahan hampir sebesar Bumi. Barangsiapa merencanakan hendak melaksanakan suatu kebaikan, tetapi belum dikerjakan, akan dicatat (oleh Malaikat) baginya suatu kebajikan.Dan barangsiapa merencanakan hendak melakukan satu kejahatan tapi belum dikerjakannya, tidaklah dicatatkan baginya sedikit pun (yang dianggap sebagai doa). Dan barangsiapa mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Dan barangsiapa yang mendekatkan dirinya kepada-Ku sehasta, akau akan mendekat kepadanya sedepa (HR Thabrani yang bersumber dari Abu Dzar).

Perangkat utama dari keikhlasan adalah niat sehingga nabi mengingatkan benar tentang niat puasa ini? “Barangsiapa yang tidak menetapkan akan berpuasa sebelum fajar, maka tiada sah puasanya”.(HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah). Daruqutni meriwayatkannya dengan redaksi yang berbeda: “Tidak sah puasanya bagi orang yang tidak menetapkannya dari malam harinya”.

“Umatku dikarunia lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang pun yang sebelum mereka. Pertama, apabila malam pertama dari bulan Ramadhan tiba, maka Allah memandang mereka dengan belas kasih, dan barangsiapa yang dipandang Allah dengan belas kasih, maka Dia tidak akan mengazabnya sesudah itu buat selama-lamanya. Kedua, Allah Ta’ala menyuruh para Malaikat memohonkan ampun untuk mereka. Ketiga, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau kesturi. Keempat, Allah Ta’ala berkata kepada surga,’Berbahagialah hamba-hamba-Ku yang beriman, mereka adalah kekasih-kekasih-Ku. Dan kelima, Allah Ta’ala mengampuni mereka semua”.(Al-Hadist).

Duri-duri di Bulan Suci

Hadist Nabi yang menggambarkan keistimewaan bulan Ramadhan, seperti dibukanya pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka dan terbelenggunya para setan, seharusnya tidak hanya ditafsirkan secara tekstual melainkan dengan konteks yang diinginkan teks hadist itu. Dinyatakan bahwa di bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka, maksudnya adalah di bulan ini banyak lahan amal ibadah yang sengaja Allah sediakan agar dapat digarap setiap muslim untuk meningkatkan kualitas keimanan dan keislaman.

Sedangkan pernyataan bahwa pintu-pintu neraka ditutup, maksudnya adalah banyak hal di bulan suci ini yang dapat menghalangi seorang muslim untuk berbuat maksiat. Oleh karena itu, hadist itu ditambah dengan pernyataan bahwa setanpun ikut terbelenggu. Ini adalah kiasan, yang artinya adalah; setan akan sangat kesulitan untuk menggoda muslim ketika sedang berpuasa di bulan suci.

Akan tetapi hal itu tidak menutup kemungkinan seorang muslim tetap terjaga dari godaan setan. Setan akan terus menggoda manusia dengan berbagai macam cara termasuk dengan situasi dan kondisi sehari-hari pada bulan puasa itu. Walaupun mungkin tidak sampai membuat puasa batal secara hukum, akan tetapi nilai-nilai esensi yang terkandung dalam puasa akan hilang sehingga puasanya menjadi sia-sia. Demikianlah seperti yang disabdakan oleh Nabi: “Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa selain lapar, dan berapa banyak orang sholat di tengah malam tidak mendapatkan apa-apa selain begadang” (HR. Nasa’i).

Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa tidak semua orang yang menjalankan ibadah puasa akan mendapat apa yang dijanjikan secara sempurna. Semua tergantung dari sejauh mana manusia menunaikan hak-hak puasa itu. Ada yang mampu menjalankan ibadah puasa dengan sempurna, ia tidak hanya mampu menjaga diri dari segala yang membatalkan dan yang dapat merusak puasa, melainkan ia mampu memakmurkannya dengan berbagai macam kebajikan.

Namun, lebih banyak lagi yang menyia-nyiakan hari-hari di bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan dijadikan sebagai bulan makan-makan dan tidur di siang harinya. Sehingga menyelisihi hikmah disyariatkannya puasa. Tiada aktivitas di siang hari selain menunggu datangnya berbuka. Tidur, bermain atau menghibur diri (kendati dengan perkara mubah) agar waktu serasa cepat berlalu dan waktu berbuka cepat datang. Ia justru tidak memanfaatkan Ramadhan sebagai bulan amal, menambah pahala dan sarana merenungi dosa-dosa yang telah dilakukan sebelumnya.

Ada pula sebagian orang – bahkan mungkin kebanyakan orang – yang menjadikan bulan Ramadhan sebagai momentum pemborosan. Aneka ragam makanan diborong untuk dijadikan bahan berbuka puasa, porsi makan pun berlipat, seakan ingin jatah makan siang diambil pula untuk malam harinya. Demikianlah kiranya ironi orang yang berpuasa, namun tidak benar-benar berpuasa sehingga tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan haus.

Semoga bermanfaat.

Referensi :
1. http://rumaljawi.blogspot.com/
2. http://alrasikh.wordpress.com/

Jzkk sobat 🙂
– Ramli M. Djono
– Rum Budi S

Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *