Percikan Iman – Tersiar kabar, jika Jackie Chan tidak akan memberi anak-nya harta warisan. Hasil kerjanya selama 6 yang mencapai Rp 6 Triliun, didaftarkan 100% untuk amal. Sebagai orang non-Islam, tentu hal itu sah-sah saja di mata hukum. Lantas, bagaimana Islam memandang harta warisan?
Maksud hati, aktor laga asal Hongkong tersebut, menginginkan anak-anak-nya tumbuh menjadi pribadi-pribadi mandiri. Ia ingin mendidik anak-anaknya, bahwa untuk bisa hidup enak itu harus melalui kerja keras, bukan warisan. Kalau dilihat sekilas, tentu sebagian kita akan menilai keputusan beliau ini mulia.
Sebagai Muslim, memiliki rasa tanggung jawab pada anak dengan memberikannya pelajaran hidup merupakan kemestian. Allah swt. Memperingatkan kita agar jangan sampai meninggalkan generasi yang lemah. Kita dapat menemukannya, dalam surat An-Nisa ayat 9.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka dan khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berbicara dengan tutur kata yang benar.
(QS. An-Nisa’:9)
Melalui ayat tersebut, di satu sisi, kita diperintahkan oleh Allah Swt. untuk mendidik anak-anak kita dengan “… tutur kata yang benar”. Namun, di saat bersamaan Allah Swt. juga memerintahkan kita agar “… khawatir terhadap kesejahteraannya…”. Mengapa kita perlu khawatir terhadap kesejahteraan mereka?
Selaku orang tua yang mengasihi anaknya, tentu kita tak sulit untuk menjawabnya. Tentu hati kita perih membayangkan jika meninggalkan anak-anak kita terlunta-lunta dan sampai meminta-minta pada orang lain. Apabila kita meninggalkannya dalam keadaan berkecukupan, setidaknya, anak-anak kita terjaga kehormatannya.
Apabila anak kita sudah dewasa ketika kita meninggalkannya, sementara dia masih lemah ekonominya, dia dapat menggunakannya untuk bertahan hidup sementara kehormatannya terjaga. Namun, kita juga perlu cemas jika anak kita tak memiliki bekal untuk mengelola hartanya.
Karena itu, Allah Swt. mendidik kita agar kita dapat memenuhi hak-hak pengasuhan dan pendidikan anak, bahkan sejak dalam kandungan dalam institusi bernama keluarga. Keluarga selain menjadi tempat mencurahkan rasa, juga merupakan madrasah untuk menunjang keberlangsungan ajaran Islam yang berkesinambungan.
Di sisi lain, Allah Swt. juga telah membuat konstitusi yang mengatur bagaimana jika anak kita masih dalam keadaan lemah saat kita tinggalkan. Kita dapat menemukannya dalam ayat-ayat sebelumnya. Terbentang mulai dari An-Nisa dari ayat 1-8.
Sampai di sini, kita dapat menemukan hikmah bagaimana bentuk rahmat Allah Swt. kepada kita manusia. Manusia tidak dituntut “hidup untuk bekerja”, melainkan beribadah pada Allah Swt. Harta bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk manusia beribadah pada-Nya.
Allah Swt. mendidik kita agar memiliki visi yang melampaui dimensi ruang dan waktu dengan kendaraan ibadah. Ia mengatur, bagaimana agar kita dapat melakukannya meski dalam keadaan sulit. Sedangkan harta adalah sarana untuk mengkalilipatkan nilai di hadapan Allah Swt.