Apa yang diusulkan calon suami Anda sudah benar, sesuai dengan anjuran Rasulullah saw: “Tiga perkara yang tidak boleh ditunda-tunda, yaitu shalat bila telah tiba waktunya, jenazah bila telah siap, dan perempuan bila telah ditemukan pasangannya yang sepadan?” (HR. Baihaqi)
Adapun masalah perwalian memang diakui bahwa salah satu syarat sahnya pernikahan adalah wali, sebagaimana sabda Rasul saw: “Siapapun di antara wanita yang menikah tanpa seizing walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal!?” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, dan Tirmidzi)
Berdasarkan hadits ini juga hadits lainnya yang senada, para ahli menyimpulkan bahwa wali merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan. Atau dengan kata lain tidak sah nikah tanpa adanya wali. Wali itu ada dua macam; wali nasab dan wali hakim.
Wali nasab adalah perwalian yang terjadi karena hubungan darah/nasab misalnya, ayah, kakek, paman dll. Sedangkan wali hakim artinya orang yang ditunjuk untuk menggantikan wali nasab. Untuk kasus yang Anda hadapai persoalannya tidak terlalu rumit.
Kalau wali nasab tidak mungkin berangkat untuk menikahkan Anda di sana, maka tulis saja surat pernyataan dari wali Anda yang menyatakan bahwa ia menyerahkan perwalian kepada wali hakim di tempat calon suami Anda studi. Dengan cara ini persoalan perwalian sudah selesai. Jadi yang akan menjadi wali Anda adalah wali hakim di sana yang telah diberi wewenang oleh wali Anda di sini.
Selanjutnya tinggal disiapkan persyaratan-persyaratan lainnya yaitu; minimal ada (2) dua orang saksi laki-laki muslim, mahar/maskawin, dan pelaksanaan ijab-kabul /akad nikah. Kalau ini semua ini sudah terpenuhi, maka pernikahan Anda itu sah.
Dan kalau pernikahan ini ingin tercatat di KUA, maka laporkan saja ke kantor urusan agama setalah Anda kembali di sini dengan membawa bukti pencatatan pernikahan Anda di luar negeri (biasanya Islamic center yang ada di sana menyediakan catatan pernikahan).
Kesimpulannya, boleh melaksanakan akad nikah di luar negeri dengan menggunakan wali hakim yang telah disetujui wali nasab, dan bila syarat-syarat lainnya terpenuhi, seperti saksi, mahar, dan ijab-kabul, maka pernikahannya sah.
Wallahu a’lam.
Adapun masalah perwalian memang diakui bahwa salah satu syarat sahnya pernikahan adalah wali, sebagaimana sabda Rasul saw: “Siapapun di antara wanita yang menikah tanpa seizing walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal!?” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, dan Tirmidzi)
Berdasarkan hadits ini juga hadits lainnya yang senada, para ahli menyimpulkan bahwa wali merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan. Atau dengan kata lain tidak sah nikah tanpa adanya wali. Wali itu ada dua macam; wali nasab dan wali hakim.
Wali nasab adalah perwalian yang terjadi karena hubungan darah/nasab misalnya, ayah, kakek, paman dll. Sedangkan wali hakim artinya orang yang ditunjuk untuk menggantikan wali nasab. Untuk kasus yang Anda hadapai persoalannya tidak terlalu rumit.
Kalau wali nasab tidak mungkin berangkat untuk menikahkan Anda di sana, maka tulis saja surat pernyataan dari wali Anda yang menyatakan bahwa ia menyerahkan perwalian kepada wali hakim di tempat calon suami Anda studi. Dengan cara ini persoalan perwalian sudah selesai. Jadi yang akan menjadi wali Anda adalah wali hakim di sana yang telah diberi wewenang oleh wali Anda di sini.
Selanjutnya tinggal disiapkan persyaratan-persyaratan lainnya yaitu; minimal ada (2) dua orang saksi laki-laki muslim, mahar/maskawin, dan pelaksanaan ijab-kabul /akad nikah. Kalau ini semua ini sudah terpenuhi, maka pernikahan Anda itu sah.
Dan kalau pernikahan ini ingin tercatat di KUA, maka laporkan saja ke kantor urusan agama setalah Anda kembali di sini dengan membawa bukti pencatatan pernikahan Anda di luar negeri (biasanya Islamic center yang ada di sana menyediakan catatan pernikahan).
Kesimpulannya, boleh melaksanakan akad nikah di luar negeri dengan menggunakan wali hakim yang telah disetujui wali nasab, dan bila syarat-syarat lainnya terpenuhi, seperti saksi, mahar, dan ijab-kabul, maka pernikahannya sah.
Wallahu a’lam.