Berbicara hukum yang berkenaan dengan shaum Ramadhan, biasanya pembahasan mengarah pada istilah batal dan tidak batal. Namun demikian, ada aspek hukum lain (khususnya dalam masalah shaum Ramadhan) yang tidak terkait dengan istilah batal atau tidak batal, yaitu berpahala dan tidak berpahala (pahalanya gugur).
Ketika hukum yang dimaksud adalah batal dan tidak batal, ia akan ditinjau dari aspek hukum fikih. Sementara, ketika hukum yang dimaksud adalah berpahala dan tidak berpahala, ia akan ditinjau pendekatan akhlak atau adab (etika).
Perkara batal dan tidak batal (dalam shaum) akan membawa konsekuensi pada tiga ketentuan; yaitu qadha, fidyah, dan kifarat. Jika ketiganya tidak dipenuhi, akan berakibat dosa bagi pelakunya. Sementara, pahala dan tidak berpahala tidak menyebabkan qadha, fidyah, dan kifarat.
Menjawab pertanyaan mengenai batal tidaknya shaum jika mengonsumsi obat-obatan penahan lapar, perlu kiranya kita definisikan kembali pengertian dan tujuan dari shaum itu sendiri.
Shaum adalah menahan diri dari makan, minum, dan jima sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Di antara tujuan shaum yang utama adalah melatih diri agar memiliki kepekaan sosial yang tinggi terkait dengan perasaan lapar dan haus yang dirasakan saat berpuasa. Jika kita gabungkan pengertian dan tujuan tersebut secara sederhana, akan didapat kesimpulan bahwa shaum adalah ibadah dengan risiko lapar dan haus.
Meski lapar dan haus bukan menjadi syarat sah shaum, tetapi akan menjadi hilang makna shaumnya jika tidak dapat merasakan lapar dan haus. Oleh karenanya, menyertakan obat penahan lapar pada saat shaum sama artinya dengan menghilangkan makna shaum dan kualitas pengorbanan dari ibadah shaum tersebut.
Perkembangan teknologi yang pesat bisa saja menghasilkan penemuan obat penahan lapar untuk jangka waktu lebih dari sehari, seminggu, bahkan hitungan bulan. Jika mengonsumsi obat tersebut dibolehkan, lantas apa lagi arti shaum yang kita kerjakan?
Secara tersirat, Allah dan Rasul-Nya sudah memberikan solusi agar lapar yang kita alami saat shaum tidak berlebihan. Misalnya, makan sahur yang cukup, mengonsumsi menu makanan yang bisa memperlambat lapar, sahur dilakukan di akhir waktu (menjelang Subuh), dan ikhtiar alamiah lainnya. Setelah datangnya waktu berbuka, segeralah berbuka dan jangan ditunda-tunda. Wallahu a’lam.